JAKARTA, GRESNEWS.COM - Penanganan kasus dugaan korupsi penjualan lahan PT Jakarta Propertindo (Jakpro) di Kejaksaan Agung tak ku jelas. Bahkan diam-diam telah dihentikan penyidikannya (SP3). Pimpinan di lingkungan Kejaksaan Agung tak satu suara proses hukumnya. Kabar jika kasus ini dihentikan (SP3) rupanya tak diketahui Jaksa Agung Mohammad Prasetyo.

Pekan lalu Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus) Arminsyah menyatakan telah menghentikan penyidikan kasus korupsi penjualan di Jakpro. Namun Arminsyah tak menjelaskan detil alasan penghentian penyidikannya.

"Kan sudah saya sampaikan beberapa waktu lalu," kata Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus) Kejaksaan Agung Arminsyah ketika dikonfirmasi Jumat pekan lalu.

Namun Jaksa Agung Prasetyo membantahnya. Menurutnya, dalam kepemimpinannya tak satupun perkara korupsi yang dihentikan. Termasuk kasus korupsi penjualan lahan milik PT Jakpro. "Selama saya tidak pernah meng-SP3," kata Prasetyo di Kejaksaan Agung, Jumat (26/2).

Ketika dikonfrontir dengan keterangan Arminsyah yang menyatakan telah dihentikan, Prasetyo mengaku tak mengetahuinya. Mantan Jaksa Agung Muda Pidana Umum (Jampidum) meminta wartawan untuk menanyakan ke Jampidsus. "Coba tanya lagi ke Jampidsus," kata Prasetyo.

Sebelumnya Prasetyo mengakui kasus dugaan korupsi penjualan lahan aset Pemda DKI seluas 5.000 meter persegi di Pluit, Jakarta Utara yang diduga dijual tanpa izin dari Gubernur DKI Jakarta dan DPRD DKI itu menyangkut banyak pihak yang berkepentingan.

"Itu terkait ada banyak kepentingan, ada terkait kepentingan pemerintah provinsi, ada juga pihak ketiga," kata Prasetyo pada Juli 2015 lalu.

PT Jakarta Propertindo (Jakpro) merupakan salah satu Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) DKI Jakarta. Dugaan korupsi pelepasan aset milik Pemerintah Provinsi DKI Jakarta tahun 2012 di kawasan Pluit Jakarta Utara ditaksir kerugian negaranya mencapai Rp68 miliar.

Dalam kasus ini, penyidik sudah menetapkan tiga orang tersangka. Mereka adalah Direktur PT Wahana Agung Indonesia (Ancol Beach City) Freddie Tan (Awi), Komisaris PT Delta Jakarta Oky Sukasah dan mantan Direktur Utama Jakpro (BUMN) I Gusti Ketut Gede.

DILAPORKAN KE KPK - Kasus ini masuk ke penyidikan saat zaman Jaksa Agung Basrief Arief. Diharapkan saat lahir Satgassus di awal kepemimpinan Jaksa Agung M. Prasetyo, kasus ini akan segera tuntas. Bahkan saat Jampidsus R Widyopramono ditegaskan jika kasus ini tak akan dihentikan.

Bahkan saat Sarjono Turin sebagai Kasubdit Penyidikan Kejaksaan mengaku menemukan kasus lain. Dari kasus pertama, tim penyidik juga tengah menyelidiki kasus baru. Objek kasusnya juga pelepasan aset di kawasan pluit dengan luas lahan yang lebih banyak. Modusnya hampir serupa melepas aset ke pihak ketiga tanpa ada persetujuan DPRD dan Gubernur DKI, saat itu Gubernurnya Fauzi Bowo.

Tak jelasnya penuntasan kasus Jakpro ini membuat gerah anggota DPR RI Komisi II dari Fraksi PDI Perjuangan Henry Yosodiningrat. Dia pun melaporkan kasus Jakpro ke KPK. Henry meminta KPK untuk mengambil alih.

"Setahun lebih ditangani tim Satgassus Kejaksaan tak juga rampung. Saya melihat ada yang tidak beres, ada aset lain yang nilainya tidak hanya Rp67 miliar tapi triliunan," kata Henry beberapa waktu lalu.

Sebelumnya Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok cukup geram dengan korupsi di Jakpro. Bahkan Ahok meminta Kejaksaan untuk bersikap tegas dan segera menahan para tersangka.

Sementara KPK belum memastikan kasus Japkro ini akan diambil alih. KPK akan melakukan koordinasi dengan Kejaksaan Agung yang telah menangani kasus ini sebelumnya.

Tiga tahun terakhir ada empat kasus korupsi yang dihentikan penyidikannya oleh Kejaksaan Agung. Pertama, kasus kredit macet Bank Bukopin dengan kerugian negara mencapai Rp76 miliar. Ada 11 orang yang ditetapkan tersangka. Kedua, kasus pengadaan 5 unit Damkar AP I dengan kerugian negara Rp 63 miliar.

Ada dua orang yang ditetapkan tersangka. Ketiga, kasus penjualan aset Patal Bekasi dengan kerugian negara Rp Rp 60 miliar. Tiga orang telah ditetapkan sebagai tersangka. Keempat, kasus penjualan lahan PT Jakarta Propertindo dengan kerugian negara Rp 68 miliar. Tiga orang ditetapkan tersangka.

BACA JUGA: