JAKARTA, GRESNEWS.COM - Tamparan keras bagi Mahkamah Agung (MA) setelah terungkapnya kasus suap yang melibatkan Kepala Sub Direktorat (Kasubdit) Kasasi dan Peninjauan Kembali Perdata Khusus MA Andri Tristiano Sutrisna (ATS) oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Kredibilitas lembaga peradilan tertinggi itu tercoreng.

Padahal lembaga ini sedang menggenjot reformasi birokrasi dengan mencanangkan program transformasi pengeluaran anggaran dan pengawasan kinerja aparatur lembaga untuk menuju wilayah Zona Integritas yaitu Wilayah Bebas Korupsi (WBK) dan Wilayah Bebas Bersih Melayani (WBBM). Rencananya program tersebut tersebar pada tujuh satker pilot projet yang akan dinilai oleh KPK, Ombudsman dan Menpan RB.

Anggota Komisi III DPR RI dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Nasir Jamil mengatakan, upaya MA dalam melakukan pembenahan atau reformasi birokrasi di internal lembaga telah tercoreng dengan kasus suap yang melibatkan salah satu pejabat MA itu. Ia pun menegaskan bahwa reformasi birokrasi di tubuh MA itu belum tuntas alias gagal.

"Itu artinya reformasi birokrasi di MA belum tuntas," kata Nasir kepada gresnews.com usai menghadiri sebuah acara diskusi di bilangan Jakarta Pusat, Selasa (16/2).

Ia mengakui, sejauh ini MA telah berupaya untuk melakukan pembenahan di internalnya, baik dibidang pengawasan, keuangan, administrasi, kelembagaan, dan lain sebagainya. Hanya saja, lanjutnya, dengan adanya kasus suap yang melibatkan salah satu petinggi di MA itu telah membuktikan upaya itu tidak berjalan dengan baik serta maksimal.

"Saya pikir kasus ini harus jadi bahan introspeksi bagi MA, bahwa ternyata masih ada celah bagi aparatur keadilan di MA yang anggotanya masih main perkara dengan pelaku-pelaku yang ingin merubah keputusan atau memiliki kepentingan lainnya," paparnya.

Ia pun menegaskan, akan mempertanyakan kasus ini ke MA dalam rapat koordinasi antara Komisi III dan Mahkamah Agung (MA) dalam waktu dekat ini. Tapi sayangnya, ia tidak menjelaskan kapan Komisi III akan mempertanyakan kasus suap di lingkungan MA itu kepada lembaga yudikatif itu.

Kendati demikian, ia pun mengimbau kepada masyarakat agar tidak mengeneralisir kasus suap yang melibatkan Kasubdit Kasasi dan Peninjauan Kembali Perdata Khusus Mahkamah Agung (MA) Andri Tristiano Sutrisna (ATS) dengan seluruh hakim agung atau pun pejabat lainnya di lembaga itu.

"Tidak mungkin kita samakan semuanya. Kalau ada anggota polres melakukan kesalahan atau pelanggaran, masa iya kita salahkan Kapolresnya, kan tidak begitu. Tapi ini tetap harus kita jadikan introspeksi bagi MA,"jelasnya.

Untuk diketahui, dalam program reformasi birokrasi yang dilakukan oleh MA, tahun lalu, MA telah menerima penghargaan dari Kementerian Keuangan pada urutan ke-4 dari lingkungan Kementerian dan Lembaga dengan Kinerja Pelaksanaan Anggaran Terbaik Tahun Anggaran 2015.

Tidak hanya itu, MA juga telah berhasil mendapatkan penghargaan atas capaian opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) dari Badan Pemeriksa Keuangan RI (BPK RI) atas laporan keuangan MA secara berturut-turut mulai dari tahun 2012, 2013 dan 2014 kepada para operator, para pengelola keuangan serta para murid terbaik mulai dari tingkat Satuan Kerja (Satker) Koordinator Wilayah (Korwil) Eselon I sampai tingkat Lembaga yang telah bersama-sama berkomitmen dan bekerja keras dalam mewujudkan target pimpinan MA. Bermodalkan penghargaan WTP itu lah kemudian MA pun bertekad untuk mempertahankan WTP yang diraihnya dengan melakukan pembenahan di internalnya.

MA pun mendorong agar seluruh jajarannya untuk memperbaiki sistem, baik sistem keuangan maupun kelembagaan serta membangun komitmen dengan KPK dan lembaga terkait lainnya untuk menuju lembaga yang masuk ke dalam wilayah Zona Integritas yaitu wilayah Wilayah Bebas Korupsi (WBK) dan Wilayah Bebas Bersih Melayani (WBBM).

BANTAH KETERLIBATAN PEJABAT LAIN – Sebelumnya, Juru Bicara Mahkamah Agung (MA) Suhadi membantah ada keterlibatan pihak lain dalam kasus suap penundaan dikeluarkannya putusan kasasi oleh MA terkait kasus korupsi proyek pembangunan Dermaga Labuhan Haji di Lombok Timur, NTB, senilai Rp82 miliar yang melibatkan Direktur PT Citra Gading Asritama, Ichsan Suaidi (IS) bersama dua orang rekannya yang bernama Gafar Ismail dan M.Zuhri.

"Logikanya kalau majelis hakim agung terlibat, hukumannya lebih rendah kan? Ini malah diperberat oleh majelis," kata Suhadi di Gedung Mahkamah Agung (MA), Senin (15/2) lalu.

Ia menambahkan, sebelumnya Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Mataram telah menjatuhi sanksi pidana terhadap tiga orang terdakwa (Ichsan Cs) dalam kasus korupsi pembangunan Dermaga Labuhan Haji di Lombok Timur, NTB itu dengan hukuman pidana dua tahun penjara. Tidak terima dengan putusan Pengadilan Tipikor Mataram itu, kemudian ketiganya mengajukan kasasi ke MA.

Dan kemudian, pada 9 September 2015 lalu, Hakim Agung MA yang dipimpin oleh Artidjo Alkostar bersama dua Hakim Anggota Krisna Harahap dan MS.Lumme telah memutuskan menolak kasasi para pemohon dan memperberat vonis terhadap Ichsan, Cs yang sebelumnya dikenakan sanksi pidana dua tahun penjara, menjadi lima tahun penjara, dengan denda Rp200 juta, serta membayar uang pengganti sebesar Rp4,46 miliar.

Lebih jauh ia menjelaskan, jika temuan KPK menyatakan bahwa kasus suap yang melibatkan Andri Tristiano Sutrisna (ATS) itu ditujukan agar Andri menunda dikeluarkannya salinan putusan kasasi MA dengan Nomor 1867 K/Pid.Sus/2015 tertanggal 9 September 2015, terkait dengan kasus yang menjerat Ichsan, Cs itu, Suhadi menilai bahwa sebenarnya kasus suap itu salah sasaran. Hal itu disebabkan, putusan kasasi terhadap kasus korupsi proyek pembangunan Dermaga Labuhan Haji Lombok Timur adalah kasus tindak pidana korupsi yang sebenarnya merupakan ranah pidana.

Sementara, posisi Andri Tristiano Sutrisna di MA tercatat sebagai Kasubdit Kasasi dan Peninjauan Kembali Perdata Khusus, yang menangani perkara perdata di MA.

Kendati demikian, lanjutnya, pimpinan MA telah menginstruksikan kepada Badan Pengawas MA untuk menindaklanjuti temuan kasus dugaan korupsi yang melibatkan anak buahnya itu dengan melakukan penyelidikan di internal Mahkamah Agung. Ia menambahkan, penyelidikan oleh Badan Pengawas MA itu dilakukan untuk mencari korelasi dan keterkaitan kasus suap yang dilakukan olen Kasubdit Kasasi dan Peninjauan Kembali Perdata Khusus Mahkamah Agung yang notabenenya adalah bukan bagian dari kasus yang ditanganinya.

"Orang yang tidak punya korelasi tugas di bidang itu kok bisa, dia kan perdata, ini kasusnya pidana. Apakah dia sendiri secara single untuk mempengaruhi orang dan keuntungan diri sendiri, atau punya korelasi dengan yang lain. Kita tunggu saja nanti," ujarnya.

KY TAK BERDAYA – Dihubungi secara terpisah, Komisioner Komisi Yudisial (KY) Farid Wajdi mengaku pihaknya tidak berdaya melakukan penyelidikan lebih jauh lagi dalam kasus suap yang melibatkan salah satu pejabat tinggi MA itu. Menurutnya, kasus suap yang terjadi di lingkungan MA itu telah menjadi tanggung jawab penuh pimpinan MA.

Hal itu disebabkan lembaga pengawas kode etik hakim itu tidak memiliki kewenangan untuk melakukan pengawasan terhadap seluruh pejabat MA nonhakim. Dalam UU Komisi Yudisial ditegaskan, KY hanya memiliki kewenangan dalam mengawasi kode etik para hakim di tingkat pengadilan dan Hakim Agung MA saja.

"Karena itu di luar ranah pengawasan KY, kita serahkan sepenuhnya kepada MA untuk melakukannya," kata Farid Wajdi kepada gresnews.com, Rabu (17/2).

Namun, ia berharap agar MA dapat serius mengungkap kasus suap yang telah terjadi di internal lingkungan MA tersebut. Ia menambahkan, kasus suap di lingkungan MA ini sangat mencoreng lembaga peradilan yang belakangan ini terus menjadi sorotan publik paska terungkapnya kasus suap yang melibatkan salah satu Hakim di Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PTTUN) Medan terkait dengan gugatan kasus Dana Bansos Provinsi Sumatera Utara beberapa waktu lalu.

"Yang terpenting bagi kita adalah MA harus memahami harapan publik untuk membuat langkah seperlunya untuk menyelesaikan masalah itu (kasus suap di lingkungan MA) secara serius," ujarnya.

Diketahui sebelumnya, pada Jumat (12/2) malam, KPK telah melakukan operasi tangkap tangan (OTT) terhadap enam orang yang diduga kuat terlibat dalam suap untuk mengamankan atau penundaan dikeluarkannya salinan putusan MA. Dalam kasus ini penyidik KPK berhasil mengamankan salah satu pejabat tinggi MA yang menjabat sebagai Kasubdit Perkara Kasasi dan PK Kamar Perdata Mahkamah Agung (MA), Andry Tristianto Sutrisna (ATS).

Selain itu, KPK juga telah menangkap seorang pengusaha yang bernama Ichsan Suandi (IS), serta pengacaranya yang bernama Awang Lazuardi Embat (ALE). Selain tiga orang itu, penyidik KPK juga membawa seorang sopir Ichsan dan dua orang petugas keamanan rumah Andry dalam penangkapan kemarin malam. Dalam OTT tersebut, KPK juga telah menyita uang yang diduga sebagai uang suap untuk mengamankan kasus Ichsan,Cs di MA sebesar Rp400 juta. Selain itu, penyidik KPK juga menyita sejumlah dokumen dan dua kendaraan roda empat jenis Toyota Camry dan Honda Mobilio.

BACA JUGA: