JAKARTA, GRESNEWS.COM - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengumumkan kembali penyitaan uang senilai Rp 500 juta dari pengembangan kasus suap yang melibatkan Kepala Sub Direktorat Kasasi Perdata Direktorat Pranata dan Tata Laksana Perdata Mahkamah Agung Andri Tristianto Sutrisna.

Uang ratusan juta  itu yang juga diindikasikan sebagai uang suap ditemukan dalam sebuah koper berwarna hitam yang ditemukan saat penangkapan. Sebelumnya KPK sempat menyita uang senilai Rp400 juta saat melakukan penangkapan terhadap Andri. Sehingga, total sampai saat ini uang yang diamankan berjumlah Rp900 juta.

"Uangnya berbeda. Rp500 juta itu yang ada di koper campur sama yang Rp400 juta hasil serah terima dari ALE (Awang Lazuardi Embat-red)," kata Pelaksana harian Kepala Biro Humas KPK Yuyuk Andriati saat dikonfirmasi gresnews.com, Senin (15/2).

ALE yang dimaksud Yuyuk, adalah pengacara yang menjadi kurir dalam kasus suap itu. Ia diduga disuruh memberikan uang itu kepada pejabat MA oleh seorang pengusaha bernama Ichsan Suaidi yang merupakan Direktur Utama PT Citra Gading Asritama.

Ketiganya sudah ditetapkan sebagai tersangka. Sesuai peran masing-masing. Awang dan Ichsan sebagai pemberi dijerat dengan Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana. Ia terancam pidana minimal 1 tahun dan maksimal 5 tahun serta denda minimal Rp50 juta dan maksimal Rp250 juta.

Sedangkan Andri dijerat dengan Pasal 12 huruf a atau b, atau Pasal 11 dalam Undang-Undang yang sama. Pasal ini mengatur tentang penerimaan gratifikasi oleh pegawai negeri atau penyelenggara negara. Ancaman hukumannya minimal 4 tahun dan maksimal 20 tahun, dan denda minimal Rp200 juta dan maksimal Rp1 miliar.

Kasus suap terhadap pejabat MA ini diduga terkait penundaan salinan putusan kasasi dalam perkara perdata terkait pekerjaan proyek pembangunan Dermaga Haji di Kabupaten Lombok Timur. Hingga saat ini penyidik KPK terus menindaklanjuti kasus suap tersebut. Hari ini penyidik juga melakukan penggeledahan di beberapa ruangan di Mahkamah Agung (MA).

Yuyuk mengatakan, penggeledahan itu dilakukan mulai dari Pukul 08.30 sekitar 2,5 jam hingga Pukul 11.00. Dari lokasi lantai 5 Gedung MA yang menjadi tempat kerja Andri, penyidik menemukan berbagai dokumen yang diduga terkait kasus korupsi ini.

"KPK Lakukan geledah sekitar 2,5 jam mulai pukul 08.30. Dari lokasi penyidik menyita dokumen berupa SK pengangkatan tersangka (Andri-red) dan barang elektronik berupa HP sebanyak 10 buah dengan 3 sim card, 1 external harddisk dan 1 harddisk laptop," imbuh Yuyuk.

Pada Minggu (14/2) kemarin, penyidik memang telah melakukan penggeledahan pertama kali dalam perkara ini. Tercatat ada empat lokasi langsung yang disasar oleh tim KPK. Pertama dua unit apartemen milik Ichsan Suadi di Sudirman Park, dan rumah Andri di kawasan Gading Serpong, dan satu lokasi lainnya di wilayah Tangerang, Banten.

"Dokumen dan barang elektronik didapat dari penggeledah kemarin. Yang hari ini belum ada hasilnya," terang Yuyuk.

KASUS-KASUS SUAP DI MA - Kasus suap yang melibatkan lingkungan Mahkamah Agung memang bukan hanya terjadi kali ini. Setidaknya KPK telah berulangkali menangani kasus suap dari lingkungan pengadilan tertinggi ini. Kasus suap yang sempat menggegerkan juga pernah terjadi di era Ketua MA, Bagir Manan. KPK menangkap lima pegawai MA karena menerima suap dari pengusaha Probosutedjo. Disebut-sebut uang suap yang ditempatkan dalam sebuah  kardus mie instan itu akan diserahkan ke ketua Mahkamah Agung.  Aksi suap melibatkan pengacara Harini Wiyoso yang mantan Hakim Pengadilan Tinggi Yogyakarta. Hanya saja dalam persidangan tak bisa dibuktikan bahwa suap tersebut ditujukan ke ketua MA Bagir Manan.

Selain itu pada Mei 2013 lalu, Tim Pembela Demokrasi Indonesia yang dinahkodai Petrus Selestinus juga sempat  melaporkan ke KPK adanya dugaan pemberian sejumlah uang kepada Hakim Agung Andi Samsan Nganro.

Andi diduga telah menerima sejumlah uang dari oknum pengacara. Di antaranya pada 15 Januari uang senilai Rp15 juta diberikan kepada Andi Samsan melalui  Fitri untuk PKN Aspac, kemudian pada 23 Februari Andi juga ditulis dua kali menerima uang sebesar Rp25 juta serta Rp 2 juta untuk PKN S51 683. Sehingga total Andi menerima uang sebanyak Rp42 juta dari kantor pengacara tersebut.

Saat dikonfirmasi mengenai tindak lanjut kasus ini kepada pihak KPK, Yuyuk mengaku belum mengetahuinya. "Aku belum punya info kalo soal itu," kata Yuyuk.

Padahal, Johan Budi Sapto Pribowo yang saat itu masih menjadi Juru Bicara KPK mengatakan pihaknya akan mendalami laporan itu. Menurut Johan, hingga kini belum melakukan pemeriksaan terhadap pihak-pihak yang diduga mengetahui perkara yang bermula dari TPDI itu.

"Laporannya hingga kini masih terus ditelaah KPK. Kami baru validasi laporannya," ujar Johan, pada 7 Mei 2013 lalu.

Sementara Petrus Salestinus yang hendak dikonfirmasi kelanjutan dari laporan yang dilayangkan ke KPK itu. Hingga saat ini belum bisa dihubungi. Petrus, sebelumnya menyatakan sudah menyerahkan seluruh dokumen berupa catatan serta bukti pendukung mengenai adanya keterlibatan sejumlah hakim agung pada perkara dugaan suap tersebut kepada KPK.

"Mereka memberi berapa, terus disetorkan ke mana, nanti dari mereka disebarkan kepada siapa-siapa yang menerima, itu biarkan KPK saja yang bekerja," tutur Petrus saat memberi laporan ke Gedung KPK.

Sedangkan Andi Samsan, sebagai pihak yang dilaporkan membantah kabar tersebut. "Ah, nggak ada itu. Tidak itu. Dan soal itu saya sudah memberikan pernyataan," imbuh Andi.

BACA JUGA: