JAKARTA, GRESNEWS.COM - Jaksa Agung HM Prasetyo kian tersudut pasca pengakuan Gubernur Sumatera Utara nonaktif Gatot Pujo Nugroho, dalam persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Kamis (22/10). Gatot menyebut bahwa mantan Sekjen Nasdem Rio  Patrice Capella menyanggupi mediasi kasus korupsi bantuan sosial yang ditangani Kejaksaan Agung dan Kejaksaan Tinggi Sumut.

Bahkan ‎Gatot dan isri mudanya, Evy Susanti, juga mengakui dirinya telah berstatus tersangka di Kejaksaan Agung. Meski Kejaksaan mengaku belum menetapkan tersangka dalam kasus Bansos Provinsi Sumatera Utara.

Kejaksaan Agung memang terlihat gusar. Beberapa kali tudingan itu ditepis oleh Kejaksaan Agung. Jaksa Agung M Prasetyo bahkan memberikan arahan khusus kepada Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus) Widyopramono untuk menjelaskan status Gatot di Gedung Bundar.

Widyo pun menggelar konferensi pers dadakan untuk menyampaikan kasus Bansos. Padahal sebelum itu Widyo telah menjelaskan perkembangan penanganan kasus Bansos juga  menepis semua ´nyanyian Gatot.´ Namun Jaksa Agung tak puas. Sehingga digelarlah konferensi pers.

Kepada media, Widyo menegaskan status Gatot di Gedung Bundar tidak sebagai tersangka. Widyo menunjukkan dokumen perintah penyelidikan dan penyidikan kasus Bansos Sumut ini. "Kejagung sampai sekarang belum pernah menetapkan Gatot sebagai tersangka. Tidak satu pun dokumen yang kami miliki menunjukkan dia ditetapkan tersangka," kata Widyo, Jumat (23/10).

Widyo mengatakan penanganan kasus korupsi Bansos Sumut murni hukum bukan politik. Pengambilalihan kasus Bansos dari Kejati Sumut semata-mata demi penyidikan. Karena tak mungkin, Kejati memeriksa Gubernur yang notabene setingkat menteri. Itu untuk menghindari konflik kepentingan.

Kejati Sumut mulai melakukan penyelidikan pada 16 Maret 2015. Memanggil sejumlah orang untuk dimintai keterangan. Dalam waktu bersamaan, Kejaksaan Agung juga melakukan hal yang sama. Sehingga saat itu langsung diambilalih. Pada 19 Maret 2015, kasus Bansos ditingkatkan ke penyidikan. Saksi yang dipanggil di antaranya Ahmad Fuad Lubis.

TUMPANG TINDIH - Direktur Penyidikan Kejaksaan Agung Maruli Hutagalung mengatakan, pengambilalihan kasus Bansos Sumut dari Kejati bukan untuk mengamankan tetapi agar kasus ini cepat selesai. Karena kuat dugaan jika tetap ditangani Kejati, kasusnya akan lama. Selain kasusnya yang besar juga besarnya konflik kepentingan ketika Kejati harus memeriksa seorang Gubernur.

"Kita ambil alih agar tidak tumpang tindih, dimana-mana jaksa itu satu," kata Maruli.

Selama ini Kejaksaan Agung memilih bertahan atas tudingan Gatot dan Evy. Diamnya Kejaksaan Agung seolah membenarkan kesaksian Gatot tersebut. Akibatnya kredibilitas Kejaksaan Agung mulai tercoreng. Namun Kejaksaan Agung belum berencana melawan serangan Gatot tersebut.

Widyo mengaku tersinggung dengan ´nyanyian´ Gatot. "Itu merupakan itikad tidak bertanggung jawab, seharusnya memang kita tuntut ya, tapi nanti itu urusan lain," kata Widyo yang mengaku belum berpikir untuk melaporkan atas kebohongan di depan Pengadilan tersebut.

POSISI PRASETYO TERANCAM - Buntut pengambilalihahan kasus korupri Bansos ke Kejaksaan Agung dan ditetapkan tersangka Sekjen Partai Nasdem karena suap memang berdampak pada posisi Prasetyo sebagai Jaksa Agung yang berasal dari Partai Nasdem. Hingga posisinya sebagai Jaksa Agung terus digoyang-goyang. Desakan mundur pun makin kencang. Bahkan sejumlah partai terang-terangan mengaku telah menyiapkan kadernya untuk menggantikan Prasetyo.

Tuntutan pencopotan itu memang berangkat dari kepemimpinan Prasetyo yang merupakan kader partai. Jaksa Agung dinilai terlalu banyak menjadi alat kepentingan politik. Salah satunya kasus Bansos ini.

Kondisi demikian, menurut Direktur Centre For Budget Analysis (CBA) Uchok Sky Khadafi, tidak ada alasan lagi bagi Prasetyo mengelak dari tudingan tersebut. "Untuk apa lagi mengelak kalau fakta persidangan menyebut keterlibatan Jaksa Agung.  Presiden seharusnya segera mencopot Prasetyo dari jabatan Jaksa Agung," kata Uchok di Jakarta, Jumat (23/10).

Uchok meyakini adanya ‎keterlibatan banyak oknum pejabat tinggi alias kelas kakap di Kejaksaan Agung yang turut ´bermain´ pada kasus bantuan sosial tersebut. Mulai dari pucuk pimpinan hingga oknum jaksa di kelas menengah pasti terlibat.

Lucunya mereka mengelak dengan membuat berbagai pencitraan penanganan perkara dan sudah berhasil menahan puluhan tersangka serta berhasil menyita uang Rp42 miliar di periode Januari-Juli 2015. Uchok mengatakan semua itu bukan prestasi. Menahan orang bukan prestasi tetapi itu kewajiban penegak hukum.

"Ini ciri kejaksaan saat sedang tersudutkan, akhirnya membuat apa saja yang bisa dianggap prestasi," kata Uchok.

Untuk itu, dirinya meminta Presiden Joko Widodo mendengarkan suara rakyat atas kinerja kejaksaan selama dipimpin Prasetyo.‎ Selama kepemimpinan Prasetyo, lanjutnya, sistem jenjang karir atau pun kepegawaian juga makin buruk. Ibarat kanker sudah semakin menggerogoti kejaksaan, istilahnya sudah dalam kondisi kritis. Mulai dari pembinaan, pengawasan, bidang Datun, Pidana Umum dan Pidsus, semuanya harus direvolusi mental.

Uchok menilai Jaksa Agung HM Prasetyo telah gagal dan layak dicopot. "Presiden Jokowi harus copot Prasetyo. Masih banyak yang memiliki prestasi, jika belum menemukan pengganti Prasetyo, bisa gunakan Jaksa Agung Ad Interim. Karena tidak ada jaminan bahwa para Jaksa Agung Muda atau pun Wakil Jaksa Agung sekarang tidak terlibat konspirasi Prasetyo.

Wakil Ketua Komisi III DPR Desmond J Mahesa juga mengaku kecewa kerja Jaksa Agung. Secara faktual Jaksa Agung HM Prasetyo sudah mulai berpolitik, terbukti dari fakta persidangan Gatot. ‎

Jika Jaksa Agung-nya berpolitik, otomatis semua pembantunya di bawah kepemimpinannya berpolitik juga. Alhasil dengan kewenangan yang ada mencari-cari kesalahan kepala daerah bukan dari Nasdem, bahkan menyingkirkan siapa saja yang menghalangi ´permainannya´.

"Cara kerja Jaksa Agung ini sangat berbahaya dan menimbulkan kegaduhan baru. ‎Kalau saya usul ganti saja Jaksa Agung beserta Jaksa Agung Muda yang ada di bawahnya," tegas politikus Gerindra ini.

Ia menambahkan, DPR siap membantu pemerintah untuk mengevaluasi kinerja kejaksaan. "Nantinya siapa saja jaksa yang menjadi kroni atau pun kelompok jahat di Kejaksaan Agung, kami rekomendasikan untuk dicopot juga," tandasnya.

BACA JUGA: