JAKARTA, GRESNEWS.COM - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah resmi menetapkan beberapa orang yang ditangkap dalam operasi tangkap tangan di DPRD Kebumen, Jawa Tengah, Sabtu (15/10). Dari enam orang yang dibawa, tim penyidik secara resmi menetapkan dua tersangka. Pertama ada Yudhy Tri H (YTH) yang merupakan Ketua Komisi A DPRD Kebumen, Jawa Tengah dan kedua Sigit Widodo (SGW) yang menjabat sebagai pegawai negeri di Dinas Pariwisata Kabupaten Kebumen, Jawa Tengah.

Dari tangan keduanya KPK menyita uang sebesar Rp70 juta. "Selain Rp70 juta ini sita juga buku tabungan dan beberapa bukti elektronik," kata Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan di saat konferensi pers di kantornya, Minggu (16/10).

Basaria menjelaskan, meskipun uang yang disita hanya Rp70 juta tetapi komitmen imbalan yang diberikan kepada keduanya senilai Rp750 juta. Pemberian uang ini, kata Basaria terkait dengan ijon proyek di Kabupaten Kebumen, Jawa Tengah. "Kemudian pemberian ini terkait ijon proyek dinas pendidikan kabupaten kebumen dalam APBD perubahan 2016 kabupaten kebumen oleh seorang pengusaha," tutur Basaria.

Pada Oktober 2016 DPRD Kabupaten Kebumen telah menetapkan APBDP 2016 untuk dinas pendidikan pemuda olahraga sebesar Rp4,8 miliar yang akan dialokasikan untuk pengadaan buku, alat peraga, dan TIK. Diduga ada persentase komitmen eksekutif dan DPRD jika anggaran disahkan.

"Setelah proses pemeriksaan 1x24 jam setelah tangkap tangan, kemudian KPK melakukan gelar perkara dan memutuskan untuk menaikkan status hari ini untuk penanganan penyidikan yaitu penetapan dua tersangka terhadap SGW sebagai PNS dinas pariwisata dan terhadap YTH," tutur Basaria.

Atas perbuatan itu, keduanya dijerat dengan Pasal 12 huruf A dan 12 huruf B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 yang diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana.

Usai diperiksa penyidik, Yudhy yang merupakan politisi PDIP mengaku, hanya membawa uang haram itu. Namun saat dicecar lagi untuk siapa uang itu, Yudhy tidak menjawabnya. "Enggak tahu, saya cuma membawa," katanya, Minggu (16/10).

Pasca ditetapkan sebagai tersangka, Yudhy ditahan di rumah tahanan (rutan) KPK di Jalan HR Rasuna Said, Jakarta Selatan. Sementara tersangka lainnya, Sigit ditahan KPK di rutan KPK cabang Pomdam Jaya Guntur.

Uang haram sebesar Rp70 juta disita KPK dari Yudhy yang diduga berasal dari Hartoyo selaku Direktur PT Otoda Sukses Mandiri Abadi (OSMA) Group. Namun Hartoyo masih diburu KPK dan berstatus sebagai buronan. Hartoyo diduga memberikan suap agar para pihak itu meloloskan perusahaannya menjadi penggarap proyek tersebut.

Perusahaan Hartoyo memang berkembang di bidang kargo, percetakan, penyedia alat peraga untuk kebutuhan anak sekolah, dan mebel, sesuai dengan proyek tersebut yang memang berada di Dinas Pendidikan. KPK menyebut awalnya imbalan yang diberikan pada para tersangka seharusnya 20 persen dari nilai proyek tapi akhirnya disepakati imbalannya sebesar Rp 750 juta.

Selain itu, KPK juga menangkap empat orang lainnya yaitu Dian Lestari (anggota DPRD Kebumen dari PDI Perjuangan), Suhartono (anggota DPRD Kebumen dari PAN), Adi Pandoyo (Sekda Pemkab Kebumen), dan Salim (swasta/anak usaha PT OSMA Group di Kebumen). Namun keempat orang itu masih berstatus sebagai saksi.

Wakil Ketua KPK Laode Muhammad Syarif meminta agar Hartoyo secepatnya menyerahkan diri kepada KPK. Untuk mencari Hartoyo, Syarif mengatakan jika pihaknya tidak bekerja sendiri, mereka juga meminta bantuan aparat kepolisian.

"Sekarang sedang dicari dan tentunya bekerja sama dengan Polri sedang cair beliau oleh karena itu lebih baik beliau segera untuk menyerahkan diri ke KPK, (atau) ke kantor polisi terdekat," terang Syarif.

Syarif kembali menekankan, jika proyek ini berada di dinas pendidikan dan tentunya dengan adanya kasus korupsi ini bisa menghancurkan masa depan generasi muda khususnya di wilayah Kebumen. Apalagi, dunia pendidikan juga sudah menjadi bahan bancakan oleh para koruptor. "Diharapkan tidka dijadikan alat bancakan pendidikan sangat penting bagi kelangsungan pendidikan generasi muda di masa mendatang," pungkas Syarif.

DIPECAT - Sementara itu, politisi PDIP Arteria Dahlan menegaskan, kader PDIP yang tertangkap terlibat kasus korupsi, akan dipecat. Hal itu ditegaskan Arteria ketika ditanyakan soal nasib Yudhy.

"Kalau kader korupsi langsung pecat saja. Saya dukung sanksi keras kalau perlu upaya pemecatan dan tidak akan ada bantuan hukum atas nama partai kepada yang bersangkutan," ujarnya, Minggu (16/10).

Arteria sendiri menyampaikan apresiasinya atas upaya KPK dalam menegakkan hukum, meski kali ini kader PDIP yang ditangkap. Arteria menyebut asas praduga tak bersalah tetap dihormati PDIP. "Silakan lakukan proses hukum ini secara adil, dan PDIP Perjuangan mendukung penuh segala upaya anti korupsi yang dilakukan penegak hukum termasuk KPK," ujar anggota komisi II DPR itu.

Arteria mengingatkan agar Yudhy yang kini jadi tersangka juga tak mengaitkan dugaan korupsinya itu dengan partai. DPP PDIP selalu mengingatkan agar setiap kader tak bersentuhan dengan korupsi. "Bayangkan di tengah upaya seluruh kader dan DPP berusaha keras menjaga dan pelihara citra partai dan kepercayaan rakyat, masih ada kader seperti itu. Ini merusak citra partai," ucap Arteria itu.

Terkait OTT yang dilakukan di daerah, Laode Muhammad Syarif menegaskan, kasus itu terungkap dari laporan masyarakat. Syarif mengungkapkan, KPK selama ini banyak menerima laporan dari masyarakat di daerah atau di luar Jakarta. "Sebenarnya kami banyak mendapatkan laporan dari daerah dan di daerah wajib juga menjadi perhatian karena memang jumlahnya banyak," kata Syarif.

Syarif menyebut bahwa fenomena penyuapan seperti itu kerap terjadi. KPK pun telah melakukan banyak koordinasi dan supervisi agar kejadian serupa dapat dihindari.

"Ini adalah suatu fenomena yang sebenarnya banyak terjadi, bukan kasus ini saja. Ini hal yang biasa dan sering terjadi. Oleh karena itu, KPK banyak melakukan koordinasi dan supervisi pencegahan," kata Syarif.

Salah satunya adalah untuk memperbaiki sistem pengadaan barang dan jasa agar melalui e-procurement, yang kedua khusus yang berhubungan dengan kepentingan agar dilakukan satu atap. "KPK sedang mendorong APIP (Aparat Pengawasan Internal Pemerintah) mengawasi irjen-irjen, inspektorat-inspektorat setiap kabupaten dan lembaga ini melakukan fungsinya dengan baik," papar Syarif. (dtc)

BACA JUGA: