-
Perlu Penataan Mendesak Jawa Penuh Sesak
Selasa, 19/12/2017 16:16 WIBDibutuhkan investasi sebesar Rp 5.400-an triliun selama lima tahun untuk mengejar ketertinggalan pembangunan infrastruktur di Indonesia.
Cirebon Bakal Terapkan Transaksi Dana Desa Non Tunai
Minggu, 05/11/2017 10:00 WIBJAKARTA, GRESNEWS.COM - Kota Cirebon bakal menerapkan transaksi dana desa secara non tunai. Kepala Kantor Perwakilan (KPw) BI Cirebon Abdul Majid Ikram mengatakan, Hal tersebut, sambungnya merupakan salah satu upaya untuk meminimalisir terjadinya penyalahgunaan dana desa. "Kami membantu mereka agar mampu mengelola dana desa dengan benar. Agar tidak ada manipulasi. Kalau melalui non tunai kan dana yang dicairkan itu bisa kita lacak kemana larinya," ucap Majid, di Cirebon, Sabtu (4/11)
Program ini merupakan bagian dari upaya Bank Indonesia (BI) untuk terus menggencarkan realisasi Gerakan Nasional Non Tunai (GNNT). Selain bekerjasama dengan pengelola tol, di Cirebon GNNT bakal menyisir ke kepala desa untuk menerapkan pengelolaan dana desa melalui transaksi non tunai.
Gerakan non tunai dengan menggandeng kepala desa, diakui Majid merupakan terobosan baru yang dilakukan BI. Majid pun tak menampik tingkat kesulitan untuk merealisasikan program tersebut terbilang tinggi dibandingkan dengan kerjasama dengan pengelola tol.
"Kemarin elektronifikasi pintu tol yang ada di Cirebon ternyata sudah hampir 100 persen. Saat ini baru 97 persen. Tantangannya memang berbeda, karena kita butuh proses untuk menyadarkan kepala desa dulu," ucapnya.
Lebih lanjut, Majid mengatakan pihaknya belum berani menargetkan untuk GNNT yang bekerjasama dengan kepala desa. Namun, BI Cirebon siap memfasilitasi jika ada kepala desa yang siap untuk menerapkan transaksi non tunai. "Kita akan kerjsama dengan bank, desa akan membuka akun-akun banknya. Sistemnya kita siapkan untuk di desa dan di toko material yang akan bekerjasama," ucapnya.
Selain menyiapkan sistem, BI Cirebon akan melatih perangkat desa. Selain meminimalisir upaya penyalahgunaan dana desa, dikatakan Majid transaksi non tunai juga merupakan upaya untuk menekan peredaran uang palsu.
"Alhamdulilah, sampai bulan ini belum ditemukan upal di wilayah Cirebon. Selain adanya program transaksi non tunai ini, kita juga gencar sosialisasi dan memberikan edukasi kepada masyarakat tentang untuk menghindari transaksi upal," tandasnya. (dtc/mag)Apdesi Dukung Langkah Polri Awasi Dana Desa
Kamis, 26/10/2017 09:00 WIBJAKARTA, GRESNEWS.COM - Langkah Polri, Kementerian Dalam Negeri dan Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi menandatangani nota kesepahaman (MoU) terkait pencegahan, pengawasan, dan penanganan permasalahan dana desa diapresiasi Assosiasi Pemerintah Desa Seluruh Indonesia (Apdesi). Organisasi yang beranggotakan para kepala desa dan perangkat desa baik yang aktif dan purna bakti ini serius mendukung langkah pemerintah demi terciptanya transparansi dan percepatan pembangunan di desa.
"Dana Desa sangat terasa bagi desa dan kami dukung serta menyambut baik nota kesepahaman tersebut, kalaupun ada yang menolak, itu adalah oknum," ujar Ketua Umum Apdesi Suhardi, dalam siaran pers yang diterima gresnews.com, Kamis (26/10).
Suhardi menambahkan, meski ada faktor kelemahan dalam penyaluran dana desa, namun beberapa kelebihan dana desa sangat dirasakan oleh masyarakat. "Kami menganalisa ada 15 poin kelebihan yang dirasakan masyarakat desa atas bergulirnya dana tersebut, salah satunya desa bisa mengatur sendiri keuangannya demi kesejahteraan masyarakatnya," ujarnya.
Namun lanjut Suhardi, ada beberapa kelemahannya diantaranya masih ada kepala desa yang belum memahami tentang administrasi dan masih ada campur tangan bupati dalam pengunaan dana desa. "Yang lebih mengerikan adalah campur tangan bupati atau oknum lain yang tidak rela desa memperoleh dana, untuk itu kami mengimbau kepada anggota Apdesi seluruh Indonesia jangan takut dengan adanya MoU tersebut," katanya.
Selain itu lanjut Suhardi, pemerintah perlu mengadakan pelatihan bagi kepala desa secara berkala agar pengunaan dana desa bisa terserap dengan maksimal. "Harusnya kita bangga karena saat ini banyak masyarakat yang peduli dengan kemajuan desa. Kalau kita bersih, kenapa harus risih, semua demi kemajuan desa dan kami siap berkoordinasi dengan pemerintah terkait pelatihan bagi kepala desa," jelasnya.
Sementara itu Gazali, Ketua DPC Apdesi Kabupaten Banjar, Kalimantan Selatan juga menyatakan dukungannya atas kebijakan pemerintah dalam pengawasan dana desa. "Kami mendukung sepenuhnya atas kebijakan pemerintah terhadap Pengawasan Dana Desa yang dilakukan oleh Polsek-polsek setempat, sebagai mana yang telah ditandatangani MoU-nya," katanya.
Menurut Gazali, Apdesi Kabupaten Banjar siap bekerjasama dengan pihak manapun termasuk Polsek dalam hal pengawasan Dana Desa. "Karena asas transparasi dan akontabilitas wajib dilaksanakan oleh segenap kepala desa. Maka jika ada pemberitaan di media masa adanya penolakan oleh segelintir orang yang mengatasnamakan Apdesi, saya nyatakan itu tidak benar," paparnya.
"Kami tegaskan sekali lagi bahwa kami tidak menolak dengan adanya MOU tersebut dan kami mendukung atas kebijakan pemerintah," pungkasnya. (mag)Kepala Desa Terjerat Korupsi Dana Desa, Jokowi Minta Masyarakat Ikut Awasi
Rabu, 18/10/2017 11:00 WIBJAKARTA, GRESNEWS.COM - Presiden Joko Widodo meminta agar masyarakat ikut mengawasi penggunaan dana desa oleh aparatur desa. Hal ini ditegaskan Jokowi mengingat saat ini banyak kepala desa yang terjerat kasus hukum terkait penyelewengan dana desa. Jokowi menyebut, ada ratusan kepala desa di Indonesia yang ditangkap polisi karena perkara itu.
"Ada lebih dari 900 kepala desa yang ditangkap gara-gara dana desa, tapi itu dari 7.400 (kepala desa). Ada yang ´belok´, kita tidak tutup mata," ucap Jokowi kepada wartawan selepas menghadiri acara pembagian sertifikat tanah di Lapangan Merdeka Kerkof, Tarogong Kidul, Garut, Selasa (17/10).
Namun Jokowi menjelaskan, berdasarkan hasil survei yang dilakukan pihaknya, banyak juga penyaluran dana desa yang telah tepat sasaran. "Tapi dari survei yang kita lakukan, banyak yang tepat sasaran. Memang perlu diperbaiki," katanya.
Jokowi menjelaskan, dalam penyaluran dana desa, seharusnya masyarakat diajak memusyawarahkan hal tersebut. Keterlibatan masyarakat soal penyaluran dana desa dinilainya sangat penting.
"Seluruh masyarakat harus diajak bicara. Dana itu dipakai untuk apa, dimusyawarahkan dalam forum desa. Mau dipakai bangun irigasi dan jalan desa, silakan. Paling penting harus produktif," tutur Jokowi.
Guna meningkatkan efektivitas penyaluran dana desa, Jokowi mengimbau masyarakat ikut mengawasi proses penyaluran dana desa. Bukan hanya pemerintah yang bertugas dalam mengontrol dana desa. "Mungkin pemerintah pusat, provinsi, daerah mengikuti begitu banyak desa, (tapi) kontrol dan pengawasan yang baik adalah dari masyarakat," tegas Jokowi.
Sebelumnya, Wakil Ketua DPR Taufik Kurniawan menyebut penggunaan dana desa masih rawan diselewengkan. Taufik meminta pemerintah menggencarkan sosialisasi untuk mencegah korupsi dana desa terjadi.
"Teman-teman di lapangan di desa belum begitu paham mekanisme pertanggungjawabannya. Sehingga kami menyarankan sosialisasi yang lebih detail tentang bagaimana pelaksanaan teknisnya dan prosedurnya sesuai dengan perundang-undangan berlaku atau pun ketetapan aturan pemerintah," ujar Taufik di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Rabu (16/8).
Taufik mengatakan dana desa sebesar Rp700 triliun yang dianggarkan pemerintah harus tepat sasaran. Menurutnya, bila dana tersebut tepat sasaran maka hal tersebut akan mengurangi ketimpangan ekonomi. "Inilah yang saya maksud bahwa dana desa itu adalah hal yang sangat dahsyat. Artinya, kalau itu tepat sasaran tentu tidak ada lagi ketimpangan," tutur Taufik.
Politikus PAN itu juga meminta aparat ikut mengawasi dana desa. Taufik mempersilakan wacana dilibatkannya langsung aparat penegak hukum untuk mencegah korupsi. "Silakan artinya itu kan ruang sendiri di aparat hukum yang bertujuan untuk meminimalisir korupsi secara melekat. Sepanjang itu dilakukan oleh aparat, kita dukung semua," jelas Taufik. (dtc/mag)Kades di Cirebon Gunakan Dana Desa Buat Investasi
Selasa, 26/09/2017 14:49 WIBPolres Cirebon limpahkan perkara tindak pidana korupsi yang dilakukan salah seorang Kepala Desa Curug Wetan, Kecamatan Susukanlebak, Kabupaten Cirebon, Jawa Barat ke Kejaksaan Negeri (Kejari) Sumber. Polisi juga mengimbau agar Aparatur Sipil Negara (ASN) tidak bermain-main dengan anggaran negara.
Berkas perkara tindak pidana korupsi yang dilakukan Kepala Desa Curug, Ucu Suara (56) itu dinyatakan sudah lengkap. Sehingga penanganannya dilimpahkan Kejari Sumber.
"Berkasnya sudah P.21, sehingga kita limpahkan tersangka beserta barang buktinya ini ke Kejari Sumber," ucap Kasat Reskrim Polres Cirebon, AKP Reza Arifian usai melimpahkan perkara kasus korupsi di Kejari Sumber, Selasa (26/9).
Dikatakan Reza, tersangka merupakan pensiunan PNS. Saat menjabat sebagai Kepala Desa Curug Wetan, tersangka pernah mencairkan anggaran yang bersumber dari Dana Desa tahun 2015 sebesar Rp 235.000.000 melalui Bank BJB. Pencairan tersebut dilakukan secara dua tahapan, pada Agustus dan Oktober.
Namun, sambung Reza, Dana Desa yang seharusnya digelontorkan untuk pembangunan fisik desa sebagian malah dimanfaatkan secara pribadi.
"Tetapi ada dana sebesar Rp129.140.000 digunakan untuk kepentingan pribadi oleh tersangka. Dari pengakuan tersangka ini untuk kebutuhan sehari-hari dan investasi. Ini kita jadikan sebagai kerugian negara. Maret lalu kita naikkan statusnya menjadi tersangka dan sekarang berkasnya sudah lengkap akan kita limpahkan ke Kejari," katanya. (dtc/mfb)Dana Desa Harus Bebas Korupsi
Senin, 14/08/2017 10:00 WIBJAKARTA, GRESNEWS.COM - Guliran dana desa dari pemerintah setiap tahun semakin besar. Jika sebelumnya pemerintah mengucurkan Rp46,89 triliun, maka di tahun 2017 pemerintah menggulirkan dana desa sebesar Rp60 triliun.
Peneliti Merapi Cultural Instutute (MCI) Fins Purnama mengatakan, peningkatan anggaran dana desa ini tentunya menggembirakan. "Akan tetapi, apakah hal itu dibarengi dengan mekanisme pengawasan yang lebih baik? Kata korupsi dan penyelewengan menunjukkan nuasa kecemasan yang tinggi pada program yang satu ini," papar Fins, dalam siaran pers yang diterima gresnews.com, Senin (14/8).
Melihat data di lapangan, Fins yang merupakan dosen tetap Prodi Ilmu Komunikasi Universitas Katolik Widya Mandala Surabaya mengatakan, hingga Juli 2017 saja sudah ada 300 laporan ke KPK dan 600 laporan dugaan penyelewengan dana desa yang masuk di Kemendesa PDTT. Peneliti asal lereng Gunung Merapi ini menegaskan secara legal-formal, pengawasan oleh KPK diperbolehkan karena dana yang mengalir ke tiap desa yang mencapai Rp1 miliar.
Akan tetapi persoalannya, apakah itu sudah cukup? Ia pun mendesak perlunya pendekatan yang lebih bersifat positif. "Meminjam ide Foucault, wacana adalah energi dari disiplin, maka wacana apa yang ada pada para perangkat desa akan sangat menentukan perilaku mereka. Maka tidak ada jalan lain, sosialisasi kepada perangkat desa tidak bisa ditawar," tegasnya.
Ia menambahkan, disiplin tidak selalu dalam arti yang negatif, bahkan bisa jadi sangat produktif. Disiplin menjadi sesuatu yang produktif, ketika dilakukan dengan sukarela, dengan nuansa merdeka.
"Wacana KPK untuk mengganti ancaman pidana bagi pelaku korupsi dana desa dengan sanksi administratif dan kewajiban mengembalikan dana korupsi cukup efisien dalam arti penghematan dana yang harus dikeluarkan untuk penyelidikan kasus. Akan tetapi, hal itu tidak relevan dalam upaya pengurangan potensi penyalahgunaan dana desa," ujarnya.
Peningkatan pengawasan secara formal maupun dalam bentuk informal dari masyarakat sendiri dirasa belum cukup. Mencermati beberapa kasus korupsi, persoalan dana desa ini bermuara pada persoalan penggunaan dan pertanggungjawaban oleh aparat desa.
"Ada 3 langkah strategis yaitu kampanye penggunaan dana desa untuk publik, sanksi sosial bagi pelaku korupsi dan membangun kisah prestasi desa dan penyelewengan dana desa," ujarnya.
Ia mengakui, selama ini sudah ada sosialiasi bagi camat dan kepala desa, akan pentingnya transparansi dan publikasi secara lebih intens bagi publik terkait alokasi penggunaan dana yang masih minim.
"Pertanyaannya tentu saja bagaimana cara masyarakat mengawasi penggunaan dana desa, jika mereka lack of information tentang penggunaan dana tersebut? Saat ini kan sudah ada SISKEUDES, aplikasi itu bisa lebih dipopulerkan. Selain itu, perlu dikedepankan: Pertama, kampanye terus-menerus terkait penggunaan Dana Desa secara benar karena ini uang negara sekaligus uang rakyat," imbuh Fins.
Kedua, sanksi sosial dalam bentuk kerja sosial yang harus dilakukan oleh koruptor juga merupakan cara yang efektif. "Melihat kultur kita, menyapu balai desa atau membersihkan toilet di tempat umum dapat menjadi alternatif sanksi sosial yang efektif," paparnya.
Ketiga, Fins menunjuk peran wacana yang penting dalam membangun karakter. "Sejak bangku Sekolah Dasar, kita diajak mengenali kisah-kisah kepahlawanan dalam rangka menanamkan rasa nasionalisme. Hal yang sama diperlukan untuk membentuk perilaku penguna Dana Desa. Bentuknya bisa dalam bentuk ILM atau juga disisipkan dalam film," ujarnta.
Ia berpendapat, kisah keberhasilan akan menginspirasi, sedangkan pelanggaran akan memberikan efek jera bagi desa lain. "Apa lagi sebentar lagi kita akan merayakan HUT RI yang ke-72, saya rasa inilah saatnya kita bersama-sama mendukung sistem pengelolaan dan pertanggungjawaban dana desa yang transaparan dan bebas korupsi menuju kemerdekaan dana desa," pungkasnya. (mag)
Alibi KPK Turut Usut Penyelewengan Dana Desa
Rabu, 09/08/2017 17:26 WIBKomisi Pemberantasan Korupsi (KPK) gerah mendapat kritikan dari Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah hingga membeberkan sejumlah alasan hingga perlu menindaklanjuti laporan penyelewengan penggunaan dana desa. KPK mencatat, selama Januari-Juni 2017, ada 459 laporan terkait dengan dana desa. Laporan itu disampaikan ke KPK melalui telepon, SMS, surat elektronik, atau datang langsung.
Deputi Bidang Pencegahan KPK Pahala Nainggolan mengatakan laporan tersebut berasal dari sejumlah desa di Indonesia. "Laporan dari masyarakat untuk dana desa Januari sampai Juni 2017 saja ada 459. Umumnya terkait pengelolaan dana desa," kata Pahala, Rabu (9/8).
Isi laporan terkait dengan dana desa itu bermacam-macam. Namun, jika dikelompokkan, ada 10 jenis penyimpangan pengelolaan dana desa yang dilaporkan.
Kesepuluh penyimpangan yang dilaporkan tersebut adalah tidak adanya pembangunan di desa; pembangunan/pengadaan barang/jasa tidak sesuai dengan spesifikasi/RAB; dugaan adanya mark up oleh aparat desa; tidak adanya transparansi; masyarakat tidak dilibatkan; penyelewengan dana desa untuk kepentingan pribadi; dan lemahnya pengawasan dana desa oleh inspektorat.
Ada juga penyimpangan dalam bentuk kongkalikong pembelian material bahan bangunan, proyek fiktif, serta penggelapan honor aparat desa.
Menurut Pahala, dari ke-459 laporan tersebut, belum tentu ada penyelewengan dana desa. Beberapa di antaranya hanya karena kesalahan administrasi atau proses yang tidak transparan.
KPK, kata Pahala, meneruskan laporan tersebut kepada Kementerian Desa untuk ditindaklanjuti. Kebetulan di Kementerian Desa saat ini sudah dibentuk Satgas Dana Desa, yang dipimpin mantan pimpinan KPK, Bibit Samad Rianto.
Sebelumnya, Bibit mengakui ada potensi dan kekhawatiran terjadinya penyelewengan dana desa, baik oleh pemerintah daerah maupun aparat desa. Untuk itu, Satgas Dana Desa akan membuat sebuah sistem dan aturan yang tidak memungkinkan terjadinya sebuah pelanggaran.
"Kalau ada pelanggaran pidana, kita serahkan ke polisi. Jangan seperti Pamekasan, dilaporkan tapi ditilep, tidak diproses," ujarnya.
Sebelumnya Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah kemudian menyindir KPK soal ´masuk desa´. "Itu namanya KPK masuk desa, dulu ABRI masuk desa, sekarang KPK masuk desa, hehehe," ujar Fahri di Kediaman Idrus Marham, Jalan Kavling DPRD, Cibubur, Jakarta, Minggu (6/8).
"Baca undang-undang buat apa KPK dibuat, untuk apa dibuat namanya Muhammad Ali tiba-tiba ke Indonesia lawan Ellyas Pical. Karena Muhammad Ali buat kelas berat dan Ellyas Pical dibuat untuk junior. Pasti kalah," sambung Fahri.
Fahri meminta KPK untuk mengurus kasus dugaan korupsi yang bernilai kerugian negara cukup besar. Kasus tersebut yakni Rumah Sakit Sumber Waras dan proyek Reklamasi.
"Ada dikasih meriam masuk hutan tembak gajah, setiap hari bawa burung perkutut yang ada penangkapan juga," ujar Fahri.
Selain itu, Fahri menyatakan KPK tidak usah melakukan supervisi terhadap dana desa. Menurut dia, supervisi dana desa bisa dilakukan oleh inspektorat pemerintah daerah.
"Ada 37 ribu desa apa mau supervisi semua dan apa mau bilang hanya di Pamekasan kasusnya. Kalau setiap uang hari-hari orang mengucapkan terima kasih terjadi, maka konsern negara bukan moral pejabat tapi ada kerugian negara atau tidak. Dan kerugian negara pasti ditemukan audit BPK itu sistem negara jangan mau jadi pahlawan tembak sana sini dan tangkap sana sini," jelas Fahri. (dtc/mfb)Alasan KPK Incar Korupsi Kepala Desa
Jum'at, 04/08/2017 11:00 WIBKomisi Pemberantasan Korupsi (KPK) seolah turun kasta lantaran untuk pertama kalinya menjerat seorang kepala desa terkait kasus suap Dana Desa. Padahal selama ini KPK banyak menyisir korupsi di tingkat pusat dan daerah dalam tingkat minimal bupati.
Kabiro Humas KPK Febri Diansyah menjelaskan langkah KPK ini menunjukkan bila urusan korupsi tak hanya berada di level elite birokrasi tetapi merambah pula di tingkatan bawah.
"Kalau melihat kasus yang pernah ditangani KPK, memang korupsi terjadi hampir di semua lapisan. Dengan berbagai ragam bentuk dan modusnya, korupsi bisa melibatkan anggota DPR, pemerintah tingkat pusat, swasta hingga lapisan terbawah dari tingkatan birokrasi," kata Febri, Jumat (4/8).
Febri mencontohkan operasi tangkap tangan (OTT) terhadap Sri Hartini yang saat itu menjabat sebagai bupati Klaten. Suap yang diterima Sri saat itu terkait jual beli jabatan yang melibatkan banyak jabatan hingga level terbawah.
"Kasus Klaten tidak hanya menjerat bupati, tetapi juga mengkonfirmasi korupsi dalam pengisian sejumlah jabatan di daerah. Bahkan sampai ke urusan jabatan terkait sekolah-sekolah di sana," ujanya.
Sedangkan dalam OTT terakhir di Pamekasan, Jawa Timur, KPK seolah kembali menegaskan bila korupsi sangat nyata dari level rendah seperti lurah atau kepala desa hingga pucuk pimpinan daerah yaitu bupati. Keseluruhannya diseret KPK untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya.
"Pada OTT di Pamekasan, bahkan kasusnya berawal dari laporan indikasi penyimpangan Dana Desa yang diduga dilakukan di level kepala desa. Namun merembet sampai ke bupati dan kepala kejaksaan negeri setempat," kata Febri.
"Dalam sebaran yang lebih luas sebenarnya kegiatan Saber Pungli juga mengkonfirmasi korupsi di pelayanan publik," sambung Febri menambahkan.
Pakar hukum pidana Universitas Soedirman (Unsoed) Prof Hibnu Nugroho menilai OTT KPK itu menjadi bukti bila pengawasan di daerah sangat lemah. Hibnu menyebut inspektorat yang seharusnya menjadi pengawas internal malah ikut-ikutan bermain rasuah dan itu sangat memprihatinkan.
"Memang di daerah sana tidak ada suatu pengawasan yang cukup di daerah karena jaksa pun kena, bupati kena, sekarang siapa yang mau diharapkan, kecuali instansi eksternal seperti KPK atau kajati paling tidak," ujar Hibnu saat dihubungi terpisah. (dtc/mfb)KPK Usul Dana Desa Dipotong 5 Persen
Jum'at, 04/08/2017 10:00 WIBJAKARTA, GRESNEWS.COM - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengusulkan agar dana desa dipotong 5 persen untuk pengawasan. Usulan itu baru dibahas secara internal lantaran inspektorat di pemerintah daerah mengaku tidak memiliki dana untuk melakukan pengawasan.
"Rencananya nih kita tadi baru ngobrol internal, mungkin kita mau usulkan bahwa dana desa dipotong 5 persen buat pengawasan deh, atau 4 persen, 3 persen," kata Direktur Pencegahan KPK Pahala Nainggolan kepada wartawan di kantornya, Jalan Kuningan Persada, Jakarta, Kamis (3/8).
Pahala menyebut inspektorat di pemerintah daerah beralasan pengawasan di desa-desa terpencil membutuhkan dana. Dasar itulah yang membuatnya berpikir untuk mengusulkan pemotongan itu.
"Kan kita tanya inspektorat kenapa nggak bisa mengawasi, ternyata kalau jauh desanya nggak punya duit. Nah mungkin kalau kita punya dana dipotong 2 persen per desa. Kita bisa minta universitas, atau mahasiswa KKN untuk fokus pertanggungjawaban di desa itu," ucap Pahala.
Pahala menyebut, pada 2017, pemerintah menggelontorkan dana desa sebesar Rp60 triliun. Tahun ini rata-rata desa mendapatkan uang Rp800 juta hingga Rp1 miliar tergantung luas wilayah dan jumlah penduduk. "Jadi gini, kita temukan secara struktural uang yang Rp 60 triliun digelontorkan ini tidak memperhitungkan aspek pengawasan," ujar Pahala.
Apalagi KPK menemukan dana desa tak bisa dipertanggungjawabkan oleh pemerintah kabupaten dan kota dalam aplikasi Sistem Keuangan Desa (Siskeudes). Dalam laporan keuangan dana desa hanya dipergunakan 30 persen. Namun untuk 70 persen dipergunakan untuk membiayai konsultan.
"Ternyata sampai pada kuartal pertama KPK menemukan baru digunakan 30 persen. Yang 70 persen lagi pertanggungjawabannya pakai apa nih. Ada yang bayar-bayar konsultan, segala macam nih, nah bahaya nih," kata Pahala.
Sebelumnya, KPK menetapkan lima tersangka dalam operasi tangkap tangan (OTT) di Pamekasan. Lima orang itu adalah Bupati Pamekasan Achmad Syafii, Kepala Inspektorat Pamekasan Sutjipto Utomo, Kajari Pamekasan Rudy Indra Prasetya, Kepala Desa Dassok Agus Mulyadi, dan Kabag Administrasi Inspektur Pamekasan Noer Solehhoddin.
Kasus ini berawal ketika Kepala Desa Dassok Agus Mulyadi dilaporkan LSM ke Kejaksaan Negeri Pamekasan atas dugaan tindak pidana korupsi pengadaan di Desa Dassok yang menggunakan dana desa sebesar Rp 100 juta.
Namun Agus Mulyadi, Bupati Pamekasan Achmad Syafii, dan Kepala Inspektorat Pamekasan Sutjipto malah memberikan suap kepada Kajari Pamekasan Rudy Indra Prasetya. Uang suap yang diberikan itu sebesar Rp250 juta, dengan maksud tidak menindaklanjuti laporan tersebut.
Agus diduga sebagai pemberi suap, sedangkan Sutjipto dan Noer diduga sebagai perantara suap. Adapun Rudy sebagai penerima suap. Sedangkan peran Achmad dalam kasus tersebut menganjurkan untuk memberikan suap. (dtc/mag).
Salah Kelola Dana Desa Menjadi "Bom Waktu"
Kamis, 03/08/2017 09:01 WIBApalagi dalam pengelolaan dana desa mempunyai kelemahan empat aspek yakni regulasi, tata laksana, pengawasan dan sumber daya manusia yang mengelola dana desa.
Jokowi Minta Dana Desa Mampu Sejahterakan Masyarakat
Rabu, 26/07/2017 07:00 WIBJAKARTA, GRESNEWS.COM - Presiden Joko Widodo meminta agar Dana Desa dan program kementerian mampu untuk menyejahterakan masyarakat, khususnya di pedesaan. Hal itu ditegaskan Jokowi dalam Rapat Terbatas mengenai Perkembangan Implementasi Program Pengetasan Kemiskinan, di Kantor Presiden, Jakarta, Selasa (25/7)
Selain itu, Jokowi juga meminta agar stabilitas harga kebutuhan pokok betul-betul dijaga. Dalam rangka itu, kata Jokowi, kebijakan yang mendorong kenaikan harga kebutuhan pokok harus betul-betul dikalkulasi dengan matang.
"Karena bila harga bahan pokok naik artinya garis kemiskinan akan naik, dan artinya biaya hidup penduduk miskin juga akan naik. Ini akan membuat kenaikan pendapatan penduduk miskin kita baik petani maupun buruh bangunan menjadi kurang berarti," ujar Presiden, seperti dikutip setkab.go.id.
Jokowi juga menegaskan agar program-program kementerian, terutama Pertanian, UMKM (Usaha Mikro Kecil dan Menengah) dan juga penyaluran Dana Desa betul-betul bisa menjangkau 40% penduduk lapisan terbawah. Artinya, tegas Presiden, program Kementerian harus fokus pada peningkatan pendapatan dan daya beli mayoritas rumah tangga miskin yang bekerja di sektor pertanian maupun di sektor informal.
"Saya ingin program subsidi yang dialokasikan dari Kementerian Pertanian bisa tepat sasaran serta mampu menaikkan nilai tukar petani," tegasnya.
Menurut Jokowi, pemerintah telah mengalokasikan Dana Desa. Tiga tahun yang lalu Rp20 triliun, tahun lalu Rp47 triliun, dan tahun ini Rp60 triliun. "Ini juga harus berdampak dalam mensejahterakan masyarakat yang kurang mampu," pintanya.
Adapun terkait dengan bantuan sosial, Jokowi meminta agar program-program bantuan sosial seperti Kartu Indonesia Pintar, Kartu Indonesia Sehat, Program Keluarga Harapan, kemudian Beras Sejahtera bisa disalurkan kepada sasaran dan tepat waktu, sehingga bisa menurunkan beban hidup masyarakat miskin. Agar tepat sasaran, Jokowi menegaskan, data harus betul-betul akurat, mutakhir, satu dan terpadu. Jangan menggunakan data sendiri sendiri.
Dia menambahkan, salah satu reformasi bantuan sosial yang digulirkan adalah penerapan sistem bantuan pangan non tunai kartu, sehingga bantuan sosial bisa lebih tepat sasaran dan mengurangi kebocoran. "Saya ingatkan jangan bekerja linier, lakukan perubahan baik dalam sistem pendataan, sistem penyaluran," pinta Jokowi. (mag)
Tantangan Menggerakkan Ekonomi Desa
Kamis, 23/03/2017 21:00 WIBEko menegaskan, pemerintah sangat serius dengan misi pembangunan desa melalui dana desa meskipun banyaknya kekhawatiran terhadap penyaluran dana desa.
Isu Panas PKB "Palak" Pendamping Dana Desa
Senin, 26/10/2015 16:00 WIBKasus kader PKB "palak" pendamping desa ini sendiri sepertinya bakal menjadi bola panas di DPR lantaran pihak Komisi II yang bermitra dengan Kemendesa PDTT sepertinya bakal menyelidiki kasus ini.
Ekonomi Desa Diungkit, Ekonomi Nasional Bangkit
Jum'at, 25/09/2015 21:00 WIBMereka menyepakati untuk menaikkan alokasi dana desa dari Rp20,76 triliun tahun ini menjadi Rp46,9 triliun pada tahun anggaran 2016 mendatang.
Rumitnya Membagi Dana Desa
Jum'at, 11/09/2015 15:00 WIBMengatasi terhambatnya penyaluran dana desa, tiga kementerian yakni Kementerian Desa, Kementerian Dalam Negeri, dan Kementerian Keuangan akhirnya menerbitkan Surat Keputusan Bersama (SKB)