Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) seolah turun kasta lantaran untuk pertama kalinya menjerat seorang kepala desa terkait kasus suap Dana Desa. Padahal selama ini KPK banyak menyisir korupsi di tingkat pusat dan daerah dalam tingkat minimal bupati.

Kabiro Humas KPK Febri Diansyah menjelaskan langkah KPK ini menunjukkan bila urusan korupsi tak hanya berada di level elite birokrasi tetapi merambah pula di tingkatan bawah.

"Kalau melihat kasus yang pernah ditangani KPK, memang korupsi terjadi hampir di semua lapisan. Dengan berbagai ragam bentuk dan modusnya, korupsi bisa melibatkan anggota DPR, pemerintah tingkat pusat, swasta hingga lapisan terbawah dari tingkatan birokrasi," kata Febri, Jumat (4/8).

Febri mencontohkan operasi tangkap tangan (OTT) terhadap Sri Hartini yang saat itu menjabat sebagai bupati Klaten. Suap yang diterima Sri saat itu terkait jual beli jabatan yang melibatkan banyak jabatan hingga level terbawah.

"Kasus Klaten tidak hanya menjerat bupati, tetapi juga mengkonfirmasi korupsi dalam pengisian sejumlah jabatan di daerah. Bahkan sampai ke urusan jabatan terkait sekolah-sekolah di sana," ujanya.

Sedangkan dalam OTT terakhir di Pamekasan, Jawa Timur, KPK seolah kembali menegaskan bila korupsi sangat nyata dari level rendah seperti lurah atau kepala desa hingga pucuk pimpinan daerah yaitu bupati. Keseluruhannya diseret KPK untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya.

"Pada OTT di Pamekasan, bahkan kasusnya berawal dari laporan indikasi penyimpangan Dana Desa yang diduga dilakukan di level kepala desa. Namun merembet sampai ke bupati dan kepala kejaksaan negeri setempat," kata Febri.

"Dalam sebaran yang lebih luas sebenarnya kegiatan Saber Pungli juga mengkonfirmasi korupsi di pelayanan publik," sambung Febri menambahkan.

Pakar hukum pidana Universitas Soedirman (Unsoed) Prof Hibnu Nugroho menilai OTT KPK itu menjadi bukti bila pengawasan di daerah sangat lemah. Hibnu menyebut inspektorat yang seharusnya menjadi pengawas internal malah ikut-ikutan bermain rasuah dan itu sangat memprihatinkan.

"Memang di daerah sana tidak ada suatu pengawasan yang cukup di daerah karena jaksa pun kena, bupati kena, sekarang siapa yang mau diharapkan, kecuali instansi eksternal seperti KPK atau kajati paling tidak," ujar Hibnu saat dihubungi terpisah. (dtc/mfb)

BACA JUGA: