JAKARTA - Indonesia Corruption Watch (ICW) menyimpulkan Kabinet Indonesia Maju akan berjalan dengan banyak kepentingan dan patron yang berbeda-beda. Hal itu dinilai sebagai konsekuensi dari sikap Presiden Joko Widodo yang melakukan penyusunan kabinet politik transaksional. Terlebih lagi dengan kondisi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang sudah dilumpuhkan dan penempatan sejumlah pengusaha sektor sumber daya alam dan pimpinan parpol di pos-pos penting kementerian/lembaga, potensi konflik kepentingan akan menguat. Beberapa orang juga diduga tersangkut Panama Papers. Sejumlah menteri tersebut di antaranya Menko Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan, Menteri BUMN Erick Thohir, Menteri Pertahanan Prabowo Subianto, serta Menteri Komunikasi dan Informasi Jhonny Plate.

"Ini sebetulnya hanya reminder bahwa terdapat orang-orang di Indonesia yang tersangkut dalam kasus Panama Papers dan Paradise Papers. Saat ini ada empat orang di antaranya yang menjabat sebagai menteri," ujar peneliti pada Divisi Korupsi Politik ICW Egi Primayoga dalam keterangan yang diterima Gresnews.com, Rabu (30/10).

Baca juga: Oligarki Bisnis Kuasai Kabinet Jokowi

Latar belakang beberapa menteri kabinet rezim Jokowi jilid II merupakan pengusaha, sehingga berpotensi memunculkan konflik kepentingan. Para menteri yang berlatar belakang pengusaha dapat memberi pengaruh dalam pembuatan kebijakan publik guna menguntungkan individu atau kelompok mereka.

Baca juga: PR Menteri ESDM, Penghentian Kontrak Batu Bara Adaro Dkk

Dari sekian sektor bisnis yang ditengarai akan menimbulkan konflik kepentingan, bisnis sumber daya alam batu bara adalah salah satunya. Terdapat sejumlah menteri yang diketahui memiliki kaitan dengan bisnis batu bara. Nama-nama itu di antaranya Luhut Binsar Pandjaitan, Prabowo Subianto, Edhy Prabowo, Erick Thohir, Wishnutama, Nadiem Makarim, Johnny G. Plate, Airlangga Hartarto, dan Fachrul Razi.

Beberapa nama tersebut juga pernah disebutkan dalam laporan Bersihkan Kabinet yang dikeluarkan oleh koalisi #BersihkanIndonesia. Data diambil melalui penelusuran akta perusahaan, laporan tahunan perusahaan, dan pemberitaan media massa.

a. Luhut Binsar Pandjaitan

Luhut Binsar Panjaitan adalah pemilik saham PT Toba Sejahtra sebesar 99,9%, sebuah perusahaan yang sempat menjadi pemilik saham mayoritas PT Toba Bara Sejahtra sebesar 71,79%. Saat ini saham mayoritas PT Toba Bara Sejahtra dipegang oleh Highland Strategic Holding Pte. Ltd dengan persentase 61,91%. Laporan Global Witness yang dirilis pada April 2019 menyebut bahwa perusahaan tersebut diduga merupakan perusahaan cangkang. Setelah ditelusuri, perusahaan itu dimiliki oleh Watiga Trust yang tidak jelas kepemilikannya.

Baca juga: ICW Soroti Potensi Korupsi Perpanjangan Izin Batu Bara Adaro, Bakrie Dkk

b. Prabowo Subianto

Prabowo Subianto adalah Direktur dan Wakil perusahaan Nusantara Energy Resources Limited. Perusahaan itu terdaftar pada 2001 di Bermuda, sebuah negara suaka pajak. Pada 2004, perusahaan itu dilaporkan ditutup. Nusantara Energy membawahkan 17 anak perusahaan di berbagai bidang yang diantaranya adalah tambang batu bara. Salah satu anak perusahaannya adalah Nusantara Kaltim Coal yang didirikan pada 2005. Perusahaan itu memiliki hak konsesi seluas 60.000 hektare pertambangan batu bara di Kabupaten Kutai Timur, Provinsi Kalimantan Timur.

c. Edhy Prabowo

Edhy Prabowo pernah menjabat sebagai Asisten Direktur perusahaan PT Nusantara Energy. Edhy menjabat pada tahun 1998-2004. Perusahaan itu ditengarai merupakan anak perusahaan dari Nusantara Energy Resources. Sumber lain menyebutkan PT Nusantara Energy merupakan anak perusahaan dari NER Group of Company yang salah satunya bergerak di bidang pertambangan. PT Nusantara Power Plant Indonesia diketahui juga berada di bawah NER Group.

d. Erick Thohir

Erick Thohir memiliki afiliasi dengan perusahaan tambang PT Adaro Energy Tbk (ADRO). Kakak kandungnya, Garibaldi Thohir, merupakan Presiden Direktur PT Adaro Energy. Garibaldi memiliki saham sebanyak 7,8% pada PT Adaro Energy. Sementara Erick memiliki saham sebesar 40% pada PT Trinugraha Thohir, perusahaan yang memiliki saham PT Adaro Energy sebanyak 7,8%. Jaringan Advokasi Tambang (JATAM) menyebutkan aktivitas penambangan Adaro memiliki rekam jejak buruk. Adaro pernah menggusur dua desa, menyebabkan banjir, dan mengabaikan kewajiban menutup lubang tambang. Laporan Global Witness juga menyebutkan Adaro memindahkan laba perusahaannya ke anak perusahaannya di Singapura guna menghindari pajak.

e. Wishnutama Kusubandio

Wishnutama dikenal sebagai pendiri dan Komisaris Utama NET TV. Dalam situs resminya, NET TV menyatakan bahwa mereka merupakan bagian dari Indika Group yang bernaung di bawah PT Indika Energy Tbk (INDY). Beberapa perusahaan yang merupakan anak usaha INDY di antaranya PT Kideco Jaya Agung, PT Santan batu bara (joint venture dengan PT Harum Energy), dan PT Multi Tambang Jaya Utama.

f. Nadiem Makarim

Nadiem Makarim adalah bekas CEO Gojek. Dia juga disebut memiliki saham Gojek sebesar 4,81%. Nadiem disebut mengajak Garibaldi Thohir, kakak kandung Erick Thohir yang merupakan Presiden Direktur PT Adaro Energy untuk menjabat sebagai Komisaris Utama Gojek. Dalam jajaran anggota Dewan Komisaris Gojek juga terdapat nama keponakan Luhut Binsar Pandjaitan, yaitu Pandu Patria Sjahrir. Pandu saat ini merupakan Direktur PT Toba Bara Sejahtra. 

Baca juga: Mendikbud Nadiem Makarim Merangkap Komisaris Utama GoPay yang Modalnya Rp8 Triliun

g. Airlangga Hartarto

Airlangga Hartarto pernah disebut dalam kasus korupsi PLTU Riau-1. Uang dalam kasus tersebut ditengarai mengalir ke Partai Golkar untuk keperluan Munas Luar Biasa (Munaslub). Dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP) Eni Saragih, terpidana kasus itu, disebutkan bahwa rumah Airlangga adalah tempat pertemuan untuk membahas PLTU Riau-1. Namanya sempat tercatat sebagai komisaris di PT Multi Harapan Utama, sebuah perusahaan tambang batu bara di Kutai Kartanegara.

h. Fachrul Razi

Fachrul Razi tercatat sebagai komisaris holding company PT Toba Sejahtra, perusahaan yang dimiliki oleh Luhut Binsar Pandjaitan. Dia juga pernah tercatat menjabat Komisaris Utama PT Aneka Tambang dan Presiden Komisaris di PT Central Proteina Prima (CP Prima).

i. Johnny G. Plate

Johnny tercatat pernah menjabat komisaris PT Mandosawo Putratama pada 2006, perusahaan pemilik saham PT Yama Bumi Palaka yang memegang konsesi batu bara.

Adanya nama-nama menteri yang berpotensi memunculkan konflik kepentingan di sektor batu bara jelas bertentangan dengan misi Jokowi saat mencalonkan diri sebagai Presiden RI. Salah satu misinya adalah mencapai lingkungan hidup yang berkelanjutan, termasuk di antaranya mitigasi perubahan iklim, serta penegakan hukum dan rehabilitasi lingkungan hidup. Dengan membiarkan pebisnis batu bara menjadi pejabat negara maka misi tersebut dapat dipastikan akan gagal. (G-2)

 

BACA JUGA: