JAKARTA - Masa depan masyarakat dan lingkungan di Indonesia semakin suram bila menilik komposisi Kabinet Indonesia Maju yang diumumkan oleh Presiden Joko Widodo, kemarin. Sebagian besar posisi menteri berpengaruh diduduki oleh sejumlah pebisnis, termasuk pebisnis sektor tambang dan energi. 

Koordinator Jaringan Advokasi Tambang (JATAM) Merah Johansyah Ismail mengatakan saat ini dari 500-an anggota DPR terpilih periode 2019-2014, sebanyak 45% diindikasikan terafiliasi dengan sejumlah bisnis. "Begitu pula dengan menteri-menteri Kabinet (Indonesia Maju)," kata Merah kepada Gresnews.com, Kamis (25/10).

Menurut dia, kedua lembaga tersebut, yakni lembaga legislatif dan eksekutif, semuanya menyangkut hajat hidup orang banyak. Keberadaan sejumlah pejabat yang terafiliasi dengan bisnis-bisnis tertentu merupakan sumber ancaman yang besar bagi rakyat Indonesia. Apalagi, lanjut dia, DPR bersama pemerintah sebelumnya telah megamputasi sejumlah kewenangan penting Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), dan terus berusaha merevisi sejumlah undang-undang, mulai dari RUU Pertanahan, RUU Minerba, RUU KUHP, RUU Ketenagakerjaan. "Dan sejumlah RUU lainnya yang ngawur dan mendapat penolakan dari masyarakat luas. Belum lagi, rencana berbahaya melalui Omnibus Law, yakni penyesuaian 74 peraturan perundang-undangan untuk mendorong investasi," kata Merah.

Kini, para menteri dalam Kabinet Indonesia Maju, sebagiannya justru masih diisi oleh orang-orang lama yang menjadi biang kerok sejumlah masalah sebelumnya. Orang-orang ini adalah pebisnis di sektor industri ekstraktif, berlatar belakang polisi dan militer, yang berpotensi besar membawa kepentingan pribadi dan kelompoknya selama menjabat. 

Ia menyebutkan beberapa menteri yang terlibat secara langsung maupun tidak langsung terkait rekam jejak dalam bisnis tambang dan energi serta migas, seperti Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan, Menteri Agama Fachrul Razy, Menteri Pertahanan Prabowo Subianto, Menteri Komunikasi dan Informasi Johny G. Plate, Menteri BUMN Erick Thohir, Kepala Badan Koordinasi dan Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto, Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo, Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko, dan Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian.

"Luhut, misalnya, dengan kewenangan yang besar saat ini, berpotensi besar untuk dengan mudah mengendalikan seluruh spektrum investasi untuk kepentingan diri dan kroni-kroninya," kata dia.

Demikian juga dengan beberapa menteri lainnya yang terkait dan terlibat dalam bisnis tambang dan energi, baik bisnis pribadi, keluarga, kolega, maupun milik pimpinan partai politik mereka sendiri. Semuanya tentu tak terlepas dari kepentingan pragmatis tersebut. "Begitu pula Menteri BUMN Erick Thohir, yang keluarganya juga menggeluti bisnis tambang," kata Merah. (G-2) 

BACA JUGA: