JAKARTA - Indonesia Corruption Watch (ICW) menyatakan pemerintah perlu melakukan evaluasi terhadap praktik pertambangan yang dilakukan oleh perusahaan-perusahaan yang selama ini memegang izin Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batu Bara (PKP2B), yang masa berlakunya akan berakhir dalam waktu dekat.

Peneliti Divisi Korupsi Politik ICW Egi Primayogha menuturkan evaluasi tersebut berupa kepatuhan terhadap hukum dan peraturan perundang-undangan yang berlaku, dampak sosial terhadap masyarakat, kerusakan lingkungan akibat kegiatan pertambangan, dan aspek kerugian negara yang terjadi selama pelaksanaan izin pertambangan. “Jika praktiknya sudah parah, BUMN (Badan Usaha Milik Negara) atau BUMD (Badan Usaha Milik Daerah) bisa mengambil alih,” kata Egi saat ditemui oleh Gresnews.com di Kantor ICW, Kalibata, Jakarta Selatan, Jumat (25/10).

BACA: PR Menteri ESDM: Penghentian Kontrak Batu Bara Bakrie, Adaro Dkk

Pada periode 2019-2025, terdapat delapan perusahaan PKP2B generasi pertama yang akan berakhir masa kontraknya. Delapan perusahaan itu adalah PT Tanito Harum yang kontraknya habis pada 14 Januari 2019, PT Arutmin Indonesia yang kontraknya akan berakhir pada 1 November 2020, PT Kendilo Coal Indonesia yang perjanjiannya akan berlaku hingga 13 September 2021, dan PT Kaltim Prima Coal yang masa berlaku PKP2B-nya akan habis pada 31 Desember 2021. Selain itu, dalam daftar tersebut juga terdapat PT Multi Harapan Utama yang pada 1 April 2022 kontraknya akan berakhir. Kemudian PT Adaro Energy Tbk (ADRO), yang masa kontraknya akan habis pada 1 Oktober 2022, PT Kideco Jaya Agung yang kontraknya hanya sampai 13 Maret 2023, dan PT Berau Coal yang masa kontraknya akan habis pada 26 April 2025.

Mengutip profil perusahaan di laman Bursa Efek Indonesia, misalnya, PT Adaro Energy Tbk. (ADRO), untuk posisi Presiden Direktur dijabat oleh Garibaldi Thohir (Boy Thohir), yang merupakan kakak dari Menteri Negara BUMN Erick Thohir. Sementara itu posisi Presiden Komisaris diduduki oleh Edwin Soeryadjaya (Grup Astra). Boy Thohir juga merupakan Komisaris Utama PT Aplikasi Karya Anak Bangsa, yaitu badan hukum yang menaungi Gojek (didirikan oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Anwar Makarim).

Emiten dari Grup Bakrie juga menanti keputusan perpanjangan atau penghentian kontrak batu bara, yakni PT Kaltim Prima Coal (KPC) dan PT Arutmin Indonesia yang merupakan entitas ventura bersama di PT Bumi Resources Tbk. (BUMI). Sebagai catatan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan pernah menjabat Wakil Ketua Dewan Pertimbangan Partai Golkar semasa Aburizal Bakrie (Ical) menjadi Ketua Umum Partai Golkar, namun ia mundur pada 2014. Luhut juga diketahui berbisnis batu bara melalui PT Toba Sejahtra.

PT Toba Bara Sejahtera Tbk. (TOBA) mayoritas sahamnya saat ini dikuasai oleh Highland Strategic Holdings Pte. Ltd. Mengutip laman resmi perusahaan, sejak awal tahun 2017, Highland Strategic Holdings Pte Ltd, suatu perusahaan investasi yang berbasis di Singapura, melakukan pengambilalihan saham mayoritas PT Toba Bara Sejahtra Tbk. sebesar 61,7% dari PT Toba Sejahtra, dimana kepemilikan Luhut Binsar Pandjaitan di TBS melalui TS menjadi 9,99%.

Egi menegaskan sektor tambang merupakan lahan basah korupsi dan perburuan rente. Kalangan elite politik di negara ini banyak yang berbisnis tambang. Dalam beberapa kasus yang dicatat oleh ICW, terjadi praktik ‘main mata’ antara perusahaan dan pemerintah/pemerintah daerah berkenaan dengan perizinan.

“Pengusaha punya kepentingan agar dapat izin dengan cara melakukan suap kepada pemerintah atau kepala daerah. Perizinan biasanya banyak pada masa-masa pemilihan kepala daerah. Mereka mendapatkan sumbangan dana sehingga mendapat izin dengan mudah dari kepala daerah,” kata Egi. (G-1)

BACA JUGA: