JAKARTA - Sektor Pertambangan kini memiliki menteri baru. Presiden Joko Widodo telah menunjuk Arifin Tasrif sebagai Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM). Salah satu tugas penting yang dihadapi menteri baru tersebut adalah menuntaskan penyelesaian tentang Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batu Bara (PKP2B).

Direktur Eksekutif Center of Energy and Resources Indonesia (CERI) Yusri Usman menegaskan apabila mengikuti aturan UU Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara (UU Minerba) maka sudah seharusnya PKP2B yang sudah berakhir kontraknya ditawarkan terlebih dahulu kepada Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD). Jika BUMN atau BUMD menolak, Kementerian ESDM dapat melakukan tender terbuka. "Tidak ada perintah UU Minerba memperpanjang kepada operator yang lama. Mereka sudah ambil 30 tahun," kata Yusri kepada Gresnews.com, Kamis (24/10).

Ia menegaskan, harus diusut tuntas motif adanya revisi UU Minerba dan revisi keenam PP Nomor 23 tahun 2010 yang jelas tujuannya mengakomodasi kepentingan pemilik PKP2B. Apalagi pada penghujung masa jabatan DPR 2014-2019 lalu hampir saja revisi UU Minerba itu disahkan.

Yusri pernah berhitung bahwa ada potensi produksi batu bara sebesar 200 juta ton per tahun dari delapan PKP2B generasi pertama yang akan habis kontrak. Dengan asumsi mendapatkan untung bersih sebesar US$10 per ton maka ada potensi tambahan penerimaan negara sebesar US$2 miliar di luar penerimaan pajak dan royalti hasil tambang.

Apalagi, kata dia, cadangan batu bara yang bisa diserap oleh BUMN bisa menjamin pasokan energi untuk ketenagalistrikan yang hampir 60% masih mengandalkan batu bara. Jadi, sambung Yusri, revisi PP ini harus tetap berdasar pada Pasal 75 UU Minerba, khususnya terkait dengan prioritas pengelolaan kepada BUMN dan BUMD, serta wilayah operasi produksi IUPK dengan luasan 15.000 hektare.

Dalam periode 2019-2025 mendatang, terdapat delapan perusahaan PKP2B generasi pertama yang akan berakhir masa kontraknya. Delapan perusahaan itu adalah PT Tanito Harum yang kontraknya habis pada 14 Januari 2019, PT Arutmin Indonesia yang kontraknya akan berakhir pada 1 November 2020, PT Kendilo Coal Indonesia yang perjanjiannya akan berlaku hingga 13 September 2021, dan PT Kaltim Prima Coal yang masa berlaku PKP2B-nya akan habis pada 31 Desember 2021. Selain itu, dalam daftar tersebut juga terdapat PT Multi Harapan Utama yang pada 1 April 2022 kontraknya akan berakhir. Kemudian PT Adaro Energy Tbk (ADRO), yang masa kontraknya akan habis pada 1 Oktober 2022, PT Kideco Jaya Agung yang kontraknya hanya sampai 13 Maret 2023, dan PT Berau Coal yang masa kontraknya akan habis pada 26 April 2025.

Mengutip profil perusahaan di laman Bursa Efek Indonesia, misalnya, PT Adaro Energy Tbk. (ADRO), untuk posisi Presiden Direktur dijabat oleh Garibaldi Thohir (Boy Thohir), yang merupakan kakak dari Menteri Negara BUMN Erick Thohir. Sementara itu posisi Presiden Komisaris diduduki oleh Edwin Soeryadjaya. 

Emiten dari Grup Bakrie juga menanti keputusan perpanjangan atau penghentian kontrak batu bara, yakni PT Kaltim Prima Coal (KPC) dan PT Arutmin Indonesia yang merupakan entitas ventura bersama di PT Bumi Resources Tbk. (BUMI). Sebagai catatan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan pernah menjabat Wakil Ketua Dewan Pertimbangan Partai Golkar semasa Aburizal Bakrie (Ical) menjadi Ketua Umum Partai Golkar, namun ia mundur pada 2014. Luhut juga diketahui berbisnis batu bara melalui PT Toba Sejahtra. 

PT Toba Bara Sejahtera Tbk. (TOBA) mayoritas sahamnya saat ini dikuasai oleh Highland Strategic Holdings Pte. Ltd. Mengutip laman resmi perusahaan, sejak awal tahun 2017, Highland Strategic Holdings Pte Ltd, suatu perusahaan investasi yang berbasis di Singapura, melakukan pengambilalihan saham mayoritas PT Toba Bara Sejahtra Tbk (“Toba Bara”) sebesar 61,7% dari PT Toba Sejahtra, dimana kepemilikan Luhut Binsar Pandjaitan di TBS melalui TS menjadi 9,99%. (G-2)

BACA JUGA: