JAKARTA, GRESNEWS.COM - Langkah Dewan Pers merilis 74 nama media yang telah terverifikasi menimbulkan kekisruhan dikalangan perusahaan pers. Pasalnya ratusan media lainnya yang juga eksis, bahkan telah terdaftar di Dewan Pers tidak disebut. Sejumlah kalangan menilai pengumuman Dewan Pers tersebut memicu kekisruhan kalangan pers.

Ketua Harian Serikat Perusahaan Pers Ahmad Djauhar yang meminta  klarifikasi Dewan Pers mengatakan media yang telah diverifikasi itu merupakan media yang lolos dalam verifikasi tahap pertama oleh Dewan Pers. Proses verifikasi terhadap perusahaan pers lainnya masih tetap terbuka dan terus dilanjutkan untuk menyehatkan dunia jurnalisme dari penyebaran informasi yang tidak bertanggungjawab.

"Ini kan kick of-nya saja. Akan disusul tahap-tahap berikutnya," kata Ahmad Djauhar di Gedung Dewan Pers, Jakarta Pusat, Senin (6/2).

Ahmad Djauhar mengakui,  ada proses verifikasi yang dilakukan Dewan Pers terhadap sejumlah media massa. Namun verifikasi itu bukan diartikan media selain yang terverifikasi tersebut tidak bisa menjalankan kerja persnya. Menurutnya, verifikasi tersebut hanya untuk menertibkan media agar bekerja sesuai dengan kaidah jurnalistik.

Sebab menurutnya, diakui ada kalangan oknum media tertentu yang sengaja ´bermain´ dengan menggunakan label pers untuk mencari keuntungan finansial. Verifikasi itu dilakukan untuk menertibkan media agar bekerja dengan prinsip jurnalisme.Karena alasan itulah, media perlu didaftarkan dan diverifikasi. Jika medianya telah terdaftar ke Dewan Pers, maka menurut Ahmad Djauhar secara otomatis media tersebut terlindungi secara hukum oleh Dewan Pers.

Selain masalah verifikasi tersebut, dia membantah bahwa ada intervensi pemerintah dalam rangka menertibkan perusahaan pers yang berbasis Islam. Menurut Ahmad, lembaga pers  merupakan lembaga independen yang tidak bisa diintervensi oleh pemerintah dalam pemberitaannya.

"Saya kira itu terlalu berlebihan ya, kami tidak ada intensi untuk itu. Dewan pers tidak ada niat jahat untuk melakukan itu," kata Ahmad Djauhar.

Dia menegaskan, Dewan Pers tidak pernah membatasi kerja wartawan baik dari media dari latar belakang apa pun. Asalkan proses informasi yang diberitakan sesuai dengan kaidah jurnalisme dan tidak menyebarkan berita-berita yang memunculkan kekisruhan dan tidak dikonfirmasi sesuai cara kerja jurnalistik.

"Apa pun medianya sepanjang menampilkan ujaran kebencian kita tidak bisa menerima mereka," ungkapnya.

Sementara soal barcode yang rencananya akan diterapkan, SPS sendiri  menilai penerapan itu agak sulit. Pasalnya, praktik untuk pemberlakuan itu tidak mudah. SPS mengusulkan kepada dewan pers agar barcode itu diberlakukan secara tentatif saja bagi media massa.

"Barcode itu rasannya  juga masih tentatif. Karena praktiknya tidak mudah. Kami SPS pemberlakuan barcode tentatif saja," katanya.

MASIH PROSES - Terkait jumlah media massa yang hanya 74 yang terverifikasi, Sekretaris (SPS) Heddy Lugito menghimbau agar perusahaan pers namanya belum terverifikasi tidak berlebihan menyikapi hasil verifikasi Dewan Pers. Pasalnya, verifikasi terhadap media akan terus dilakukan oleh Dewan Pers dalam rangka meningkatkan ketertiban pers dan penyehatan jurnalisme.

"Jadi media yang lain jangan berkecil hati karena ini adalah bagian dari proses. Nanti akan ada lanjutannya," ungkap Heddy.

Menanggapi keluhan dan kebingungan sejumlah media untuk melakukan verifikasi, Heddy menambahkan untuk media cetak yang berkeinginan untuk memverifikasi bisa juga melalui Sarekat Perusahaan Pers atau ke Dewan Pers. SPS, kata Heddy, telah diberi kewenangan untuk melakukan verifikasi khusus media cetak.

Kendati begitu, Heddy menjelaskan untuk verifikasi memang tidak diwajibkan kepada setiap media untuk memverifikasi medianya. Verifikasi bersifat hanya voluntary saja bagi media yang bermaksud untuk memverifikasi medianya, bukan bersifat wajib.

"SPS diberikan kewenangan untuk media cetak. Ini juga sifatnya tidak wajib tapi jika ingin," ujar Heddy.

BACA JUGA: