JAKARTA, GRESNEWS.COM - Direktur Utama PT Dutasari Citra Laras Machfud Suroso sepertinya menerima dakwaan yang diajukan Jaksa Penuntut Umum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Machfud didakwa turut andil dalam merugikan negara sekitar Rp464 miliar dalam kasus proyek pembangunan lanjutan Pusat Pendidikan, Pelatihan dan Sekolah Olah Raga Nasional (P3SON) Hambalang.

Hal itu bisa dilihat dari pernyataannya yang tidak akan mengajukan nota keberatan (eksepsi) atas dakwaan tersebut. "Yang Mulia pada prinsipnya saya sudah mengerti dengan dakwaan, karena itu kami tidak perlu mengajukan eksepsi," kata Machfud seusai mendengarkan Surat Dakwaan Jaksa KPK di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Kamis (18/12).

Dalam dakwaan Jaksa KPK, Machfud diduga telah melakukan perbuatan melawan hukum yaitu bekerjasama dengan Teuku Bagus Mokhamad Noor selaku Kepala Divisi Konstruksi I PT Adhi Karya (Persero) Tbk dan Kuasa/Leader KSO Adhi Wika mempengaruhi Kuasa Pengguna Anggaran, panitia pengadaan dan pihak lain terkait lainnya.

Hal itu dilakukan agar PT AdhiKarya menjadi pemenang dalam pelelangan sehingga perusahaan milik terdakwa yakni PT DCL menjadi sub-kontraktor untuk pekerjaan Mekanikal Elektrikal (ME). Hal itu bertentangan dengan Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 80 Tahun 2003 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah beserta petunjuk pelaksanaan teknisnya.

Dengan perbuatan itu, Machfud didakwa melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi. "Terdakwa dan memperkaya orang lain yakni Andi Alifian Mallarangeng melalui Andi Zulkarnain Anwar Alias Choel Mallarangeng, Deddy Kusdinar, Wafid Muharam, Anas Urbaningrum, Mahyuddin, Teuku Bagus Mokhamad Noor, Olly Dondokambey, Joyo Winoto,.......dan Roni Wijaya," kata Jaksa KPK Fitroh Cahyanto.

Sedangkan korporasi yang diperkaya Machfud yaitu, KSO Adhi-Wika, PT Dutasari Citra Laras, PT Yodya Karya, PT Metaphora Solusi Global, PT Malmas Mitra Teknik, dan beberapa perusahaan lain termasuk tiga puluh dua perusahaan/perorangan Sub Kontrak KSO Adhi-Wika. Perbuatan tersebut telah merugikan keuangan negara atau perekonomian negara sebesar Rp464,514 miliar.

Jaksa Fitroh menjelaskan, sebelum pelaksanaan lelang atas proyek P3SON Hambalang terdakwa mendengar informasi rencana keikutsertaan PT Adhi Karya dalam Proyek P3SON Hambalang. Kemudian pada bulan September 2009 bertempat di restoran Jepang di Pasific Place. Terdakwa bersama dengan Munadi Herlambang melakukan pertemuan dengan M. Arief Taufiqurrahman Manajer Pemasaran Divisi Konstruksi I PT Adhi Karya (Persero) Tbk membahas rencana keiukutsertaan PT Adhi Karya.

Sebagai tindak lanjut dari pertemuan tersebut, beberapa minggu kemudian Terdakwa bersama dengan Teuku Bagus dan M. Arief Taufiqurrahman yang difasilitasi oleh Paul Nelwan melakukan pertemuan dengan Wafid Muharam selaku Sesmenpora di Kantor Kemenpora. Dalam pertemuan itu M. Arief Taufiqurrahman menyampaikan bahwa PT Adhi Karya ingin berpartisipasi dalam proyek P3SON di Kemenpora.

"Setelah pertemuan itu, Terdakwa yang menginginkan agar ditunjuk sebagai sub-kontraktor oleh PT Adhi Karya dalam pekerjaan mekanikal elektrikal (ME), maka pada tanggal 14 September 2009 memberikan uang kepada Wafid Muharam sebesar Rp3 miliar sebagai pemberian awal agar PT Adhi Karya dapat mengerjakan proyek P3SON," jelas Jaksa Fitroh.

Pemberian uang tersebut oleh terdakwa kemudian disampaikan kepada Teuku Bagus dan M. Arief. Selain pemberian dari terdakwa, untuk mendapatkan proyek tersebut Teuku Bagus melalui Paul Nelwan juga telah memberikan uang kepada Wafid Muharam sebesar Rp2 miliar yang diberikan dalam dua tahap.

Selanjutnya sekitar bulan Oktober 2009 Teuku Bagus dan M. Arief T yang difasilitasi oleh Muhammad Tamzil menemui Menteri Pemuda dan Olah Raga (Menpora) Andi Alifian Mallarangeng di rumahnya di Cilangkap. Tujuannya untuk memperkenalkan diri bahwa PT Adhi Karya siap dan bersedia untuk mendukung program-program Kemenpora termasuk bekerja sama dalam pembangunan P3SON Hambalang.

"Pada saat itu, Andi Alifian Mallarangeng menyambut baik penyampaian Teuku Bagus Mokhamad Noor dan menyampaikan bahwa akan dilakukan penggabungan fasilitas belajar dan fasilitas olahraga pada satu tempat (integrated) seperti yang ada di Singapura," kata Fitroh.

Setelah ada kapastian M. Nazarudin mundur dari proyek P3SON Hambalang, Teuku Bagus melakukan pertemuan dengan Deddy Kusdinar, Lisa Lukitawati Isa dan Muhammad Arifin di Plaza Senayan Jakarta Pusat. Dalam pertemuan itu Deddy Kusdinar meminta PT Adhi Karya selaku calon pemenang lelang untuk jasa konstruksi memberikan fee sebesar 18%. Atas permintaan itu Teuku Bagus menyetujuinya.

Kemudian dalam pertemuan berikutnya di kantor Divisi Konstruksi I PT Adhi Karya, Teuku Bagus menyampaikan realisasi fee akan diberikan melalui terdakwa Machfud. Perusahaan Machfud juga ditetapkan akan menjadi subkontraktor untuk dokumen penawaran sekaligus meminta agar terdakwa ditunjuk sebagai sub-kontraktor pekerjaan Mekanikal Elektrikal (ME).

Atas permintaan tersebut Yuli Nurwanto kemudian memerintahkan tim estimator agar dalam membuat penawaran bekerjasama dengan perusahaan milik terdakwa yakni PT DCL. Setelah dilakukan negosiasi diperoleh perhitungan harga wajar untuk pekerjaan ME sebesar Rp245 miliar.

"Namun terdakwa tidak menyetujuinya karena ada beban fee sebesar 18 persen. Teuku Bagus Mokhamad Noor kemudian memerintahkan agar harga ME ditambah Rp50 miliar sehingga menjadi Rp295 miliar belum termasuk pajak," ucap Fitroh.

Jaksa Fitroh juga memaparkan, dalam pelaksanaan pembangunan Proyek P3SON Hambalang KSO Adhi-Wika telah menerima pembayaran dari Kemenpora seluruhnya sekitar Rp453,274. Kemudian dari penerimaan pembayaran tersebut sebagian digunakan untuk melakukan pembayaran kepada terdakwa termasuk di dalamnya realisasi sebagian fee 18 persen secara bertahap baik melalui rekening PT DCL maupun melalui rekening pribadi Terdakwa serta secara tunai seluruhnya sekitar Rp171,58 miliar.

"Selain menerima pembayaran dari KSO Adhi-Wika, sebagai bagian realisasi fee, terdakwa juga menerima pembayaran dari PT Adhi karya Divisi Kontruksi I sebesar Rp12,5 miliar dan dari PT Wijaya Karya sebesar Rp1,5 miliar, sehingga total uang yang diterima oleh terdakwa sebesar Rp185,58 miliar," tegasnya.

BACA JUGA: