JAKARTA, GRESNEWS.COM – Wacana hakim pemeriksa pendahuluan (HPP) untuk dimasukkan dalam rancangan undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) dinilai baik untuk melindungi hak-hak seseorang yang mendapatkan upaya paksa dari aparat penegak hukum. Meskipun begitu, lembaga ini masih memerlukan sejumlah penguatan misalnya dengan memperjelas hukum acara lembaga HPP ini.

Komite untuk Pembaharuan Hukum Acara Pidana (KUHAP) Siti Aminah mengatakan, selama ini penyidik mendapatkan kewenangan yang sangat luar biasa untuk melakukan upaya paksa terhadap seseorang seperti penahanan. Adanya Hakim Pemeriksa Pendahuluan ini dianggap akan bisa mengontrol kewenangan penyidik dengan menguji upaya paksa yang dilakukan seseorang.

"HPP akan uji seseorang layak ditahan atau tidak. Mekanisme adanya Hakim Pemeriksa Pendahuluan makin baik karena membuat aparat penegak hukum makin profesional dalam melakukan upaya paksa," ujar Siti dalam diskusi Penangkapan, Penahanan, dan Penetapan Tersangka Dalam KUHAP di Bakoel Kofie, Jakarta, Jumat (29/5).

Menurutnya, adanya HPP sangat pro pemberantasan korupsi sekaligus mengembalikan mekanisme hukum berdasarkan prinsip hak asasi manusia (HAM). Dari sisi pemberantasan korupsi, selama ini mekanisme hukum mulai dari kepolisian, kejaksaan hingga pengadilan terkadang ada komoditas finansial yang dimainkan. Melalui HPP, proses ini bisa lebih dikontrol.

Lalu terkait dengan dengan perlindungan HAM, menurutnya tiap upaya paksa akan cenderung akan melanggar HAM. Sebab ketika polisi menahan seseorang tanpa izin selama lima hari lalu tidak terbukti sebagai tersangka, aparat penegak hukum harus izin pada HPP untuk melanjutkan masa penahanan.

Lalu kalau tidak perlu ditahan atau tidak perlu dilimpahkan ke pengadilan, maka Hakim Pemeriksa Pendahuluan bisa memutuskannya. Hal ini tentu bertujuan untuk melindungi hak mereka yang mendapatkan upaya paksa.

Terkait hal ini, peneliti Institute for Criminal Justice Reform Anggara mengatakan lembaga HPP dibentuk agar bisa mengontrol kewenangan penyidik ketika melakukan upaya paksa terhadap seseorang. Contohnya kalau ada penahanan lanjutan harus diuji ke Hakim Pemeriksa Pendahuluan. Tiap ada 1000 kasus maka sebanyak 1000 kasus ini seharusnya bisa diuji dalam Hakim Pemeriksa Pendahuluan. Persoalannya, belum ada penguatan HPP terkait hukum acaranya.

"Hakim Pemeriksa Pendahuluan tidak ada hukum acaranya, harusnya diatur. Misalnya apakah HPP harus aktif datang ke kantor-kantor polisi atau harus diajukan ke HPP. Ini harus diatur hukum acaranya," ujar Anggara pada kesempatan yang sama.

BACA JUGA: