JAKARTA, GRESNEWS.COM - Langkah Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri kian trengginas menggilas kasus-kasus yang diduga ada unsur korupsinya. Setelah pekan lalu, Direktorat Tindak Pidana Ekonomi Khusus (Dittipideksus) Bareskrim menggeledah kantor PT Pelabuhan Indonesia (Pelindo II), kali ini penyidik dari jajaran Dittipideksus) menggeledah kantor Pertamina Foundation.

Bareskrim rupanya mengendus telah terjadi dugaan pidana korupsi dalam program Corporate Social Responsibility (CSR) Menabung Pohon, Sekolah Sobat Bumi, dan Sekolah Sepak Bola Pertamina tahun 2013 hingga 2014. Bahkan dalam kasus ini, Bareskrim menyatakan telah mengantongi calon tersangka.

"Kami menggeledah Pertamina Foundation karena mereka punya proyek gerakan yang menggunakan anggaran sekitar Rp251 miliar," kata Direktur Dittipideksus Brigjen Victor E Simanjuntak di Mabes Polri, Selasa (1/9).

Saat penggeledaan sekitar 20-an personel Brimob bersenjata lengkap berjaga di beberapa lokasi di kantor Pertamina Foundation, Jl Simprug, Jakarta Selatan. Mereka mengawal jalannya penggeledahan terkait dugaan pidana yang tengah diusut Bareskrim Polri.

Saksi mata yang tidak mau disebutkan namanya mengatakan, puluhan personel Brimob itu terlihat berjaga di gedung perkantoran utama dan gudang dokumen, Selasa (1/9). Ada juga beberapa petugas yang mengenakan jaket dan rompi merah. Mereka mengamankan penggeledahan yang dilakukan aparat Bareskrim.

Belum ada tersangka dalam kasus yang berstatus penyidikan ini. Namun, Bareskrim sudah mengarah ke adanya tersangka dalam kasus penyelewengan  penggunaan dana pada 2012-2013 itu. Saat ini  Bareskrim masih memeriksa saksi-saksi setelah bukti cukup akan memanggil tersangka itu untuk dimintai keterangannya.

Pertamina Foundation merupakan organisasi nirlaba yang didirikan pada 12 Januari 2011, dengan maksud dan tujuan di bidang sosial dan kemanusiaan berfokus dalam bidang pendidikan dan lingkungan hidup dengan legal entitas berbentuk Yayasan. Tujuan dari pembentukan Pertamina Foundation adalah meningkatkan efektifitas kegiatan yang menyangkut tanggung-jawab sosial perusahaan melalui kegiatan-kegiatan yang terintegrasi, fokus, berdampak luas, berkesinambungan sehingga memberikan kontribusi positif terhadap para pemangku kepentingan secara keseluruhan.

Dari hasil penyelidikan dokumen dan keterangan saksi ditemukan dugaan penyalahgunaan anggaran dengan angka yang besar. Anggaran CSR itu disampaikannya merupakan uang pemerintah yang dihibahkan kepada Pertamina dan disinyalir diselewengkan dengan nominal yang fantastis. Nilainya mencapai Rp160 miliar.

Menanggapi penggeledahan kantor pertamina Foundation tersebut, pihak PT Pertamina akan kooperatif. Vice President Corporate  Communication Pertamina Wianda Pusponegoro menyatakan mengikuti semua proses hukum yang sedang berjalan. Wianda enggan menjelaskan ihwal kasus yang disidik Bareskrim. "Silahkan saja, kami akan ikuti proses hukum yang berlangsung," kata Wianda kepada gresnews.com, Selasa (1/9).

JERAT CAPIM KPK - Sebelumnya santer terdengar Bareskrim telah menetapkan seorang tersangka yang melibatkan calon pimpinan (Capim KPK) yang lolos 19 besar. Meskipun hingga saat ini, Bareskrim enggan mengungkap siapa Capim KPK yang jadi tersangka.

Namun dengan penggeledahan Pertamina Foundation, dugaan tertuju pada Capim KPK Nina Nurlina Pramono, Direktur Eksekutif Pertaminan Foundation. Bahkan, Nina pernah dicecar soal kasus CSR Menabung Pohon oleh Anggota Pansel Capim KPK saat sesi wawancara.

Tapi pihak Bareskrim sendiri telah mengelak penggeledahan terkait kasus yang diduga menjerat salah seorang calon pimpinan KPK yang ditangani Bareskrim Polri. Victor enggan menjawab hal tersebut saat dikonfirmasi media.

"Yang begini-begini saya tidak mau jawab. Jangan dipolitisir saya tidak pernah menyidik capim KPK," tegas Victor.

Untuk diketahui, adanya dugaan pelanggaran administrasi dan anggaran itu diungkapkan oleh Ketua Panitia Seleksi Calon Pimpinan KPK, Destry Damayanti saat menanyakan seorang capim KPK Nina Nurlina Pramono yang merupakan Direktur Eksekustif Pertamina Foundation.

CSR MENABUNG POHON -  PT Pertamina lewat Pertamina Foundation menggulirkan program CSR "Menabung 100 Juta Pohon" sejak Desember 2011 dengan anggaran mencapai Rp200 miliar. Program ini akan dilakukan selama lima tahun oleh lembaga yang mengusung tata nilai Bersih  (Clean), Peduli (Care) dan Pintar (Smart) ini.

Hanya dalam pelaksanaan program ini diduga terjadi pelanggaran administrasi dan operasional. Di antaranya dugaan pemalsuan tanda tangan dalam penggunaan anggaran. Sampai saat ini, anggaran yang direalisasikan mencapai Rp140 miliar.

Selain itu, juga terjadi pemalsuan dokumen yang dilakukan oleh para relawan. Mulai dari pemalsuan tanda tangan petani, lurah dan stempel kelurahan. Selain itu, ditemukan juga sejumlah fakta tidak adanya penanaman pohon seperti yang sudah dilaporkan sebelumnya alias fiktif.

Dalam situs pertaminafoundation.org menyebutkan nama Nina Nurlina Pramono sebagai Ketua / Direktur Eksekutif Chairman / Executive Director dari Dewan Pengurus Pertamina Foundation. Yang termasuk anggota pengurus yayasan adalah pekerja pimpinan PT Pertamina (Persero) yang ditugaskan untuk melakukan pekerjaan eksekutif yayasan secara langsung dan fulltime.

Dewan Pengurus merupakan organ Pertamina Foundation yang bertugas melaksanakan kepengurusan yayasan, sekurang-kurangnya terdiri dari seorang ketua, seorang sekretaris, dan seorang bendahara. Pengurus diangkat oleh pembina melalui rapat pembina untuk jangka waktu lima tahun, dan dapat diangkat kembali. Pengurus berwenang mengangkat dan memberhentikan pelaksana kegiatan yayasan berdasarkan keputusan rapat pengurus.

Sebelumnya Nina Nurlina menjadi satu di antara empat perempuan yang lolos menjadi 19 besar calon pimpinan KPK. Kendati akhirnya Nina tidak lolos masuk dalam delapan besar calon pimpinan KPK.

TERGANJAL UU PENCUCIAN UANG - Saat proses seleksi capim KPK, Nina Nurlina tak bisa menjawab pertanyaan anggota panitia seleksi Yenti Ganarsih mengenai Undang-undang Tindak Pidana Pencucian Uang nomor 8 tahun 2010.

"Menurut saya undang-undang ini keren," kata Nina di depan pansel, di gedung Kementerian Sekretaris Negara, Selasa, 25 Agustus. Berikut ini jawaban lengkap Untuk mengkonfirmasi apakah benar Nina tak paham undang-undang pencucian uang, simak video ini.

Usai wawancara, Yenti mengaku kecewa dengan jawaban Nina yang tidak paham dengan UU Tipikor.  Menurut Yenti, seharusnya Nina mempersiapkan diri dan memperlihatkan kesungguhannya. Paling tidak, dengan membaca undang-undang.

Saat ini Nina adalah Direktur Eksekutif Pertamina Foundation. Nenek satu cucu ini adalah istri dari Hardy Pramono, mantan President and General Manager Total E&P Indonesia. Nina memulai karier di Bidang Perencanaan di Industri Pesawat Terbang PT Nurtanio selama 4 tahun. Setelahnya, lebih dari 29 tahun karirnya dihabiskan di Industri Minyak dan Gas Bumi PT Pertamina (Persero). Nina kompeten di Bidang Internal Audit, Bidang Pelatihan dan Pembelajaran, Bidang Human Resources dan Bidang Community Development.

Di bidang auditor, dia telah berkarier selama 21 tahun, dan pernah menjabat sebagai Vice President Investigation Audit Pertamina. Pernah bertugas di Komite Audit PT Pertamina Dana Ventura (2004-2006), dan mendapat penugasan membangun Pertamina Learning Center. Posisi selanjutnya sebagai Vice President People Management Human Resources (2008-2010), dan sebagai Komisaris Utama PT Patra Jasa. Ditugaskan membangun Pertamina Foundation, dan ditunjuk sebagai Ketua sekaligus Direktur Eksekutif Pertamina Foundation sejak Januari 2011.

Nina juga dikenal sebagai penggagas gerakan Sobat Bumi. Gerakan tersebut fokus pada pemberian beasiswa dan aktivitas penghijauan. Dengan posisinya, dan juga suaminya, Nina berani blak-blakan soal kekayaannya, yang menjadi salah satu sorotan pansel KPK dalam wawancara Selasa (25/8) lalu. "Rumah saya banyak," tegas Nina dalam wawancara dengan pansel KPK di Gedung Setneg, Jalan Veteran, Jakarta Pusat, Selasa (25/8) lalu.

Alumnus University of Kentucky USA ini menjelaskan kepada Pansel lokasi rumah-rumahnya. Beberapa rumah yang dia miliki yakni 1 rumah di Lembang, kemudian di Cinere, Malang, serta Bandung. Rumah-rumah tersebut dia miliki sebagai bentuk investasi, lantaran suaminya telah pensiun.

Tidak hanya rumah, Nina juga mengaku memiliki beberapa mobil mewah. Di antaranya, X-Trail, Alphard, dan BMW. "Saya punya X-Trail tahun 2005, suami saya punya Alphard tahun 2008 dan terakhir BMW Rp 1,7 miliar. Saya sudah tua dan tinggal menikmati saja. Suami saya kerja 32 tahun dan saya 30 tahun, suami saya dulu gajinya sekitar Rp 200 juta, please boleh dong punya BMW," paparnya santai. (dtc)

BACA JUGA: