JAKARTA, GRESNEWS.COM - Pemerintah telah menyampaikan China yang menggarap proyek kereta cepat Jakarta-Bandung. Nilai proyek ini mencapai US$ 5,5 miliar, atau sekitar Rp 80 triliun. Penunjukan China lantaran negeri panda ini mengajukan proposal tanpa melibatkan uang pemerintah. Lantas dari manakah sebenarnya dana proyek kereta cepat ini?

Menteri Badan Usaha Milik Negera (BUMN) Rini Soemarno menyatakan sebagian besar yakni 75 persen dana akan disalurkan oleh Bank Pembangunan China (China Development Bank/CDB). Sementara sisanya lagi yakni 25 persen diambil dari dana hasil joint venture BUMN dengan perusahaan China, yaitu China Railway Corporation.

Sejumlah BUMN ikut dalam proyek ini yakni PT Wijaya Karya Tbk (WIKA), PT Kereta Api Indonesia (KAI), PT Jasa Marga Tbk, dan PT Perkebunan Nusantara (PTPN) VIII. "Skemanya, jangka waktu pinjaman selama 40 tahun dengan masa tenggang 10 tahun. Kita ingin dapat good return," jelas Rini, Kamis (1/10).

Namun Rini tidak menjelaskan apa maksud pinjaman berjangka waktu 40 tahun, dan grace period (libur masa menyicil) 10 tahun tersebut. Semua akan dijelaskan Rini bila joint venture dan sistem pembiayaan sudah final.

Proyek ini, menurut Rini, akan menggunakan konten lokal hingga 50 persen. Selain itu juga akan menyerap 39.000 tenaga kerja lokal. Terlebih bahan baku alumunium yang dipakai sebagian besar dipasok dari lokal.

Rini menegaskan, dari awal proposal China tidak mencantumkan dana negara dan jaminan pemerintah. Skema kerjasamanya murni dalam bentuk bisnis. Anggaran negara untuk membangun kereta api di luar Jawa.

"Pemerintah mengumumkan tidak akan melakukan proyek itu dan diserahkan ke BUMN. Nantinya kalau mau dikembangkan HSR lainnya misalnya Jakarta-Surabaya pun B to B (business to business)," jelas Rini.

Rini berharap proyek tersebut bisa mulai berjalan tahun ini. Proyek tersebut dianggap bsia menggairahkan ekonomi dengan menyerap puluhan ribu tenaga kerja.  Apalagi mengingat koridor Jakarta-Bandung ini sudah sangat padat. Padahal memilikiv potensi pertumbuhan ekonomi yang besar sekali.

Jika proyek tersebut dimulai tahun ini, maka pada 2019 sudah bisa beroperasi. Selain harus cepat dibangun, tapi proyek tersebut juga harus mengutamakan keselamatan terutama dalam hal persinyalannya.

PANGKAS JUMLAH STASIUN - Rini mengungkapkan proyek kereta cepat Jakarta-Bandung yang digarap China memiliki kecepatan minimum 250 km/jam. Hal ini membuat jumlah stasiun dipangkas dari awal rencana sebanyak 8 stasiun menjadi 4 stasiun saja. Yakni stasiun Halim (Perdanakusuma), Karawang, Walini dan terakhir di Gedebage, Bandung.

Ia mengatakan, stasiun kereta cepat Jakarta-Bandung melewati Karawang karena nantinya memasuki wilayah industri minyak dan gas (migas), lalu ada di Walini agar memberi dampak pembangunan yang sangat besar di sekitar jalur dan stasiun.

"Pekerjaan ini sangat dihitung dari sisi bisnis. Porsi terbesar investment return adalah berorientasi pendapatan," ucap Rini.

Ia menambahkan, proyek ini selain berdampak pada perekonomian daerah yang dilalui kereta cepat, juga ada transfer ilmu dan teknologi. Indonesia belum pernah mempunyai high speed railway sehingga konsorsium dari Indonesia (BUMN) akan lakukan training (pelatihan) dan magang ke konsorsium China untuk pelajari teknologinya.

Selain itu, proyek ini juga akan membutuhkan aluminium dalam jumlah besar, sehingga peluang bagi PT Inalum sehingga meningkatkan komponen lokal atau Tingkat Kandungan Dalam Negeri (TKDN). Bahan mentah pembuatan kereta porsi terbesar adalah aluminium sehingga bisa menggunakan Inalum.

"Inalum akan kerjasama dengan China untuk investasi industri hilirisasi. Investasi untuk membangun pabrik aluminium alloy dan slap untuk bahan baku rolling stock. ,"ujar Rini.

Rini mengklaim, seluruh lahan sudah dibebaskan sehingga pembangunan proyek tersebut bisa berjalan cepat. "Akuisisi lahan sebetulnya sudah clear. Lahan sudah aman," ujar Rini.

Ia menambahkan, bahkan sebagian besar lahan proyek kereta cepat Jakarta-Bandung berada di sisi jalan tol yakni sebesar 80 persen. Makanya dalam konsorsium proyek ini melibatkan PT Jasa Marga Tbk yang mengurus untuk membeli lahan sisanya.

KEKECEWAAN JEPANG - Perdana Menteri (PM) Jepang, Shinzo Abe, kecewa karena pemerintah Indonesia memilih China untuk menggarap jaringan kereta cepat (high-speed railways/HSR) Jakarta-Bandung.

Karena itu, Presiden Joko Widodo (Jokowi) menunjuk Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), Sofyan Djalil, ke Jepang dalam misi diplomatis. Bagaimana hubungan Indonesia-Jepang ke depan?

Sekretaris Kabinet, Pramono Anung mengatakan, lewat Sofyan Djalil, pemerintah Indonesia menyampaikan apa yang menjadi keputusannya soal kereta cepat kepada pemerintah Jepang.

Dalam proyek kereta cepat Jakarta-Bandung ini, pemerintah tidak mau menggunakan uang APBN serta memberikan jaminan. Lewat skema ini, hanya investor China yang bisa memenuhi syarat, yaitu lewat kerjasama bisnis dengan BUMN Indonesia.

Soal hubungan Indonesia dan Jepang, Pramono mengatakan, pemerintah masih membuka lebar investor Jepang dalam proyek-proyek infrastruktur lainnya.

"Saya kira begini, kerjasama dengan Jepang tidak hanya proyek high speed train, tapi proyek lain juga banyak. Ada proyek power plant (pembangkit listrik) yang sebagai kontraktor utama adalah Jepang. Jadi, benar-benar memperhatikan hubungan yang panjang antara Jepang dengan China," jelas Pramono.

Pramono mengatakan, dalam soal investasi, pemerintah tidak hanya untuk menyenangkan investor saja. Tapi bagaimana masyarakat bisa mendapatkan keuntungan yang sebesar-besarnya. "(Hubungan bilateral) tidak akan rusak," cetus Pramono yakin.

Sofyan Djalil sepulang dari Jepang menjelaskan bahwa Perdana Menteri (PM) Jepang Shinzo Abe kecewa karena pemerintah Indonesia memilih China untuk menggarap jaringan kereta cepat (high-speed railways/HSR) Jakarta-Bandung. Sofyan pun mencoba menawarkan investasi sektor lain kepada Jepang.

"Secara umum tentu pihak Jepang kecewa, tapi kecewa itu mereka menyadari juga bahwa ini adalah keputusan Pemerintah Indonesia, dan kita katakan bukan masalah kita lebih ke China daripada Jepang, tetapi bisnis modelnya," katanya di Istana Negara, Jakarta Pusat, Kamis (1/10).

Presiden Joko Widodo (Jokowi) meminta proyek HSR dikerjakan tanpa memakai uang negara dan tidak ada jaminan dari pemerintah. Pihak Jepang tidak bisa menyanggupi hal tersebut, sementara China mengaku siap.

Sofyan bertemu banyak pihak di Jepang, tak hanya dengan Abe saja. Ia juga sempat bertemu dengan Penasehat Khusus PM Jepang Hiroto Izumi yang sebelumnya pernah bertamu ke Presiden Joko Widodo (Jokowi) soal kereta cepat. Selain itu ada juga Direktur Japan International Cooperation Agency (JICA) dan Japan Bank for International Cooperation (JBIC).

"Saya bertemu dengan JBIC, JICA, menjelaskan bahwa kesempatan proyek-proyek infrastruktur dan pembiayaan yang kita harapkan dipinjamkan dari mereka. Karena kepentingan Jepang di Indonesia dan Indonesia ke Jepang jauh lebih luas daripada sekitar kereta cepat," ujarnya. (dtc)

BACA JUGA: