JAKARTA, GRESNEWS.COM - Kementerian Perhubungan (Kemenhub) akhirnya mengeluarkan  izin untuk penyelenggaraan kereta cepat Jakarta-Bandung kepada PT. Kereta Cepat Indonesia China (KCIC). Izin Penyelenggaraan Prasarana Perkeretaapian Umum itu tertuang dalam Keputusan Menteri Perhubungan Nomor: KP 160 Tahun 2016 tentang Pemberian Izin Usaha Penyelenggaraan Prasarana Perkeretaapian Umum Untuk Kereta Api Cepat Antara Jakarta dan Bandung, tertanggal 17 Maret 2016.

Sebelumnya pemberian izin Kementerian Perhubungan ini menjadi polemik. Pasalnya meski Presiden Joko Widodo telah meresmikan dam melakukan ground breaking terhadap proyek kereta cepat pada 21 Januari 2016 lalu. Namun Menteri Perhubungan Ignasius Jonan masih enggan memberikan izin pembangunan prasarana kereta cepat kerjasama antara Konsorsium BUMN dan investasi China itu. Alasannya karena dokumen yang diajukan PT Kereta Cepat Indonesia Cina (KCIC) selaku investor proyek transportasi massal itu belum lengkap.

Pada Rabu (16/3) kemarin, Kemenhub dan PT KCIC akhirnya menandatangani perjanjian konsesi. Pemerintah memberikan konsensi kepada PT KCIC selama 50 tahun terhitung sejak 31 Mei 2019. Konsesi itu tidak bisa diperpanjang kecuali terjadi bencana alam. Perjanjian konsesi ditandatangani Menteri Perhubungan Ignasius Jonan dan Direktur utama PT Kereta cepat Indonesia Cina, KCIC, Hanggoro Budi Wiryawan.

Direktur Jenderal Perkeretaapian, Hermanto Dwiatmoko menjelaskan, izin Usaha Penyelenggaraan Prasarana Perkeretaapian Umum untuk Kereta Api Cepat Jakarta dan Bandung ini berlaku selama 30 (tiga puluh) tahun terhitung semenjak Keputusan Menteri Perhubungan terbit. "Izin usaha itu dapat diperpanjang untuk setiap kali paling lama 20 (dua puluh) tahun," kata Hermanto, seperti dikutip setkab.go.id, Jumat (17/3).

Menurut Hermanto, dengan diberikannya izin usaha ini, pemegang izin berkewajiban dalam waktu paling lama 3 (tiga) tahun harus sudah menyelesaikan kegiatan perencanaan teknis, kegiatan analisis mengenai dampak lingkungan hidup, berupa Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup (UKL) dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup (UPL), pengadaan tanah dan mengajukan izin pembangunan prasarana perkeretaapian umum sebelum memulai pembangunan fisik.

"Selain itu, pemegang izin wajib melaporkan pelaksanaan kegiatan-kegiatan tersebut setiap 1 (satu) tahun sekali kepada Kementerian Perhubungan selaku pemberi izin," ujar Hermanto.

Hermanto juga menegaskan izin tersebut bisa saja dicabut apabila PT. KCIC selaku pemegang izin tidak melaksanakan kewajiban-kewajiban yang diatur dalam peraturan menteri itu.  Izin juga akan dicabut jika dalam waktu 1 (satu) tahun PT. KCIC tidak melakukan kegiatan analisis mengenai dampak lingkungan,  atau jika dalam waktu 3 tahun PT KCIC belum menyelesaikan kegiatan analisis dampak lingkungan. "Kalau PT. KCIC pailit, kami juga akan cabut izinnya," tegas Hermanto.

POLEMIK KERETA CEPAT - Proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung yang di gagas Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) sejak 2008 lalu, memang tak kunjung terealisasi. Ide menghidupkan rencana proyek yang telah masuk dalam RPJM itu kembali muncul pada masa pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi)-Jusuf Kalla.

Presiden Jokowi berkeras proyek kereta cepat direalisasikan di masa pemerintahannya karena  alasan  ingin mencapai target pertumbuhan  ekonomi yang tinggi antara 5% sampai 6%. Untuk mencapai pertumbuhan ekonomi yang tinggi itu dibutuhkan investasi besar, terutama untuk pulau jawa. Untuk itu Jokowi menggenjot investasi besar-besaran di pulau Jawa.

Namun demikian keinginan untuk mewujudkan gagasan prestisius itu tak sepi dari polemik. Terutama karena terbatasnya Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang tersedia. Presiden pun akhirnya memerintahkan pembangunan proyek rel sepanjang 142 kilometer ini  tanpa menggunakan anggaran negara.

Alhasil proyek yang diperkirakan menelan biaya hingga Rp 77 triliun itu harus dibiayai kerjasama investasi China dengan konsorsium BUMN yang terdiri dari  PT KAI (Persero), PT Jasa Marga (Persero) PT Wijaya Karya (Persero) dan PTPN VIII (Persero) dengan  menyediakan sebagian lahannya untuk pembangunan jalur kereta.

Polemik  lainnya juga dipicu persoalan perizinan. Proyek yang digarap dengan kesan terburu-buru ini juga dinilai melanggar sejumlah perizinan, mulai dari Peraturan Daerah (Perda) Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) setiap daerah yang di lewatinya, dari sejumlah daerah yang dilewati hanya RTRW Purwakarta yang mencantumkan kereta cepat. Maupun melanggar rencana induk perkeretaapian.

Namun realisasi kereta cepat yang akan terintegrasi dengan mass rapid transit (MRT) di kawasan Bandung Raya dan light rail transit (LRT) Jabodetabek itu akhirnya mendekati kenyataan dengan diluluskannya sejumlah perizinan oleh Kementerian Perhubungan.

BACA JUGA: