JAKARTA, GRESNEWS.COM  - Rencana pembangunan kereta api cepat Jakarta-Bandung tak cuma mengundang berbagai kritik dari kalangan publik, tetapi juga di kalangan anggota legislatif. Proyek yang digembar-gemborkan pemerintah sebagai proyek swasta tanpa melibatkan uang negara itu dinilai gegabah dan tidak sesuai nawacita dan visi-misi pemerintahan Jokowi yang mengedepankan pembangunan maritim.

Wakil Ketua DPR RI Fahri Hamzah mengatakan megaproyek kereta cepat yang melibatkan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan secara monopolis dikendalikan oleh Kementerian BUMN bukanlah semata bisnis to bisnis (B to B) karena secara konstitusional wilayah yang digunakan untuk pembangunan kereta cepat adalah wilayah negara. Apalagi lahan yang digunakan adalah lahan milik PTPN VIII, oleh karena itu rakyat berhak mengerti, mengkritisi bahkan melawan jika itu merugikan kepentingan negara.

Dia menjelaskan jika dilihat dari jarak Jakarta-Bandung sepanjang 142 Kilometer (Km), kemudian daya tempuh kecepatan kereta cepat tersebut sekitar 350 km per jam, lalu terdapat empat stasiun pemberhentian, artinya, kereta cepat tersebut hanya akan berjalan sejauh 35 kilometer antar stasiun. Dengan jarak sedemikian, kata Fahri, tak mungkin ditempuh dengan kecepatan tinggi.

"Dia (kereta cepat) tidak bisa mencapai kecepatan maksimal dalam jarak 35 km atau dalam 6 menit, sebab akselerasi dan deceleration untuk berhenti dan berjalan lagi membutuhkan waktu 6 menit. Jadi buat apa kereta cepat ? Dan apakah definisi kereta cepat itu?" kata Fahri, di Jakarta, Selasa (2/2).

Fahri menilai proyek kereta cepat ini telah memunggungi visi pembangunan poros maritim sebagai prioritas nasional. Dia menegaskan, kalau Presiden Jokowi konsisten dengan visi yang sangat bermartabat, proyek kereta api cepat Jakarta-Bandung merupakan sebuah proyek yang asal-asalan. Kedua, jika mengacu kepada pembangunan maritim Indonesia, maka fokus misi kerja pemerintah harusnya mengacu kepada Indonesia wilayah Timur karena daerah terbelakang.

Melaksanakan pembangunan maritim Indonesia berarti melaksanakan pembangunan Indonesia Timur, ke daerah terbelakang.  Seharusnya pemerintah Indonesia tidak perlu sedih atas megaproyek tersebut karena ratusan negara di dunia juga tidak ada membangun kereta cepat yang melintasi dari kota ke kota lainnya. "Saya prihatin dengan semua ini dan saya mengimbau pemerintah mengkaji ulang kembali, sekaligus visi poros maritim pada tempat sejatinya dalam pemerintah," kata Fahri.

Sementara itu, Wakil Ketua Komisi VI DPR RI Hafisz Tohir menilai keterlibatan empat perusahaan BUMN yaitu PT Jasa Marga (Persero), PT Wijaya Karya (Persero), PT KAI (Persero) dan PTPN VIII dalam pembangunan kereta cepat tidak sah. Pasalnya keempat BUMN itu tidak pernah berbicara kepada Komisi VI DPR untuk meminta persetujuan. Persetujuan DPR ini dinilai penting karena dalam pembangunan kereta cepat tersebut menggunakan pinjaman utang luar negeri.  Selain itu, dalam pembangunan kereta cepat tersebut juga menggunakan jalur kereta milik KAI dan juga menggunakan lahan milik PTPN VIII yang notabene adalah lahan negara.

Menurutnya dalam pembangunan infrastruktur, pemerintah tak bisa sembarangan menggunakan aset negara, apalagi dalam pembangunan infrastruktur tersebut menggunakan perjanjian internasional. Jika mengacu kepada UU 19 tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara, dimana kekayaan negara yang dipisahkan dapat digolongkan sebagai pemberian penyertaan modal negara (PMN), maka proyek ini seharusnya dimintakan persetujuan DPR karena ada duit negara yang dilibatkan.

Sejalan dengan UU tersebut, PMN yang diberikan kepada BUMN sebagai penempatan aset seharusnya menjadi penempatan aset negara. "Tidak bisa sembarangan menggunakan aset negara," kata Hafisz.

Dia menuturkan pada awalnya pembangunan kereta cepat pernah diusung sejak tahun 2009, tetapi pembangunan tersebut ditolak oleh PT KAI (Persero) karena proyek kereta cepat tersebut tidak layak secara bisnis. Namun pada saat pemerintahan Jokowi, proyek kereta cepat tersebut diusung kembali dengan asumsi kerjasamanya menggunakan mekanisme b to b. Alasannya, jika menggunakan dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) maka proyek tersebut tidak dapat terealisasi dengan cepat.

Belakangan pemerintah memilih bekerjasama dengan China dengan alasan syarat yang diberikan Indonesia termasuk syarat tak ada jaminan pemerintah dan tidak ada dana APBN yang dipakai baik langsung maupun tidak langsung bisa dipenuhi China. Namun belakangan, kata Hafisz, ketahuan kalau ada dana APBN melalui PMN yang dipakai, dan China pun ternyata minta jaminan negara jika proyek mangkrak.

Toh pemerintah tak membatalkan proyek itu, meski banyak kesepakatan awal yang dilanggar. Belum lagi soal izin yang juga belum dikeluarkan pihak Kementerian Perhubungan. "Bahwa kenapa proyek ini dipaksakan karena sesuai dengan hal yang disampaikan oleh Jokowi sehingga tidak mengalami pembatalan," kata Hafisz.

KONTRAKTOR TERBELIT UTANG - Hafisz Tohir mengatakan, ada satu hal lagi yang luput dari perhatian pemerintah, khususnya Jokowi dalam pembangunan jalur kereta cepat ini. Pemerintah Indonesia, kata dia, tidak mencermati bahwa rekanan kerja PT Kereta Cepat Indonesia Cina (KCIC) yaitu perusahaan BUMN asal China, China Railway pada tahun 2012 memiliki utang sebesar 3,1 triliun yuan, jumlah utang tersebut hampir sama dengan total utang yang dimiliki Brazil. Kemudian pada tahun 2016, utang yang dimiliki BUMN China Railway membengkak sebesar 4,5 kali dari EBITDA (laba sebelum pajak).

Artinya, jika mengacu kepada ketentuan perbankan di Indonesia jika perusahaan ingin mengajukan pinjaman, namun memiliki utang lebih dari 3 poin EBITDA maka usulan pinjaman tersebut akan ditolak oleh pihak bank. Kemudian, dia menambahkan yang lebih mengkhawatirkan adalah Menteri Perhubungan Ignasius Jonan belum memberikan izin dan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan juga mengeluarkan izin Analisa Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) secara cepat tanpa kajian komprehensif.

Anehnya, meski kedua surat teknis yang penting tersebut belum dikeluarkan, tetapi pemerintah sudah nekat melakukan ground breaking yang hanya didasari dengan keluarnya surat Perpres.
"Ini kan sangat ajaib di pemerintahan Jokowi," kata Hafisz.

Dia menuturkan Komisi VI DPR RI mengamati dalam proyek kereta cepat Jakarta-Bandung juga tidak ada transfer teknologi dari China kepada Indonesia. Meskipun Indonesia tidak tahu jenis teknologi yang diberikan dari China, tetapi seharusnya pemerintah Indonesia harus berhati-hati dalam menjalankan proyek kereta cepat tersebut. Apalagi menyangkut dana yang diberikan dan kerugian yang ditanggung oleh pemerintah jika proyek tersebut nantinya akan gagal.

Dia menjelaskan jika menggunakan teori portofolio yaitu share swap, jika proyek tersebut gagal, maka dampaknya BUMN Indonesia harus menyetor modal. Namun ketika proyek tersebut gagal, perusahaan BUMN sudah kehabisan modal bakal membutuhkan PMN untuk membayar kerugian. Jika tidak menggunakan PMN, maka saham negara di perusahaan BUMN akan terdilusi.

Ini, dia nilai berbahaya karena kalau terjadi, maka aset BUMN akan dikuasai China. "Kalau rugi kan, BUMN mengandalkan PMN. Padahal pemerintah sudah melarang pembangunan tersebut menggunakan PMN," kata Hafisz.

Direktur Eksekutif Indonesia Resources Studies (IRESS) Marwan Batubara mengatakan, pembangunan kereta cepat tidak diambil melalui kajian kompherensif yang melibatkan seluruh kementerian dan lembaga negara terkait sehingga berbagai persyaratan, kelayakan proyek, termasuk perizinan belum diperoleh saat groundbreaking dilaksanakan. Selain itu, AMDAL proyek juga patut diragukan karena hasil kajiannya diselesaikan hanya dalam waktu seminggu atas desakan Presiden.

Artinya, kata dia, pembangunan kereta api cepat tersebut didominasi oleh pertimbangan aspek bisnis dibanding aspek penting lainnya yaitu ekonomi, politik, sosial, budaya, pertahanan, dan keamanan. "Penyusunan rencana pembangunan kereta api cepat ditenggarai melanggar prinsip tata kelola dan prinsip kehati-hatian penyelenggaraan negara yang baik. Mengingat proposal dari China dibuat dalam waktu 3 bulan dan keputusan pemerintah Indonesia dalam waktu 2 bulan," kata Marwan.

Marwan juga menyoroti terjadinya penggelembungan biaya proyek, mencapai US$5,5 miliar untuk jarak 142,3 km atau sekitar US$38,65 juta per km. Padahal sejumlah proyek kereta api cepat dapat dibangun lebih murah seperti Mumbai-Ahmadabad di India yang nilai sebesar US$4 miliar untuk jarak 543 km dan Teheran-Isfahan di Iran sebesar US$2,7 miliar untuk 400 km.

Marwan mengatakan, biaya kereta cepat Bandung-Jakarta jelas lebih mahal dari negara lain. Biaya rata-rata pembangunan kereta api cepat, kata dia, adalah US$17 juta sampai US$21 juta per km di negara lain, sementara Eropa mencapai US$25 juta sampai US$29 juta per km, jauh lebih rendah dibanding biaya pembangunan kereta api cepat Jakarta-Bandung yang mencapai US$38,65 juta per km.

Dari sisi lokasi, Marwan menjelaskan berdasarkan data Badan Mitigasi Gempa dan Tsunami terdapat empat sumber gempa yang bisa berdampak pada proyek tersebut yaitu sesar Baribis, sesar Lembang, sesar Cimandiri dan zona subduksi lempeng Samudera Hindia yang sewaktu-waktu dapat mengancam keselamatan para penumpang dan kelangsungan operasi kereta api cepat.

Kemudian berdasarkan data Direktorat Jenderal Perkeretaapian Kementerian Perhubungan, lokasi pembangunan kereta api cepat tersebut juga terdapat area rawan longsor sehingga dapat mengancam keselamatan penumpang dan kelangsungan operasi KAC. "Sudah sepantasnya pemerintah menghentikan sementara atau menghentikan sama sekali rencana pembangunan kereta api cepat tersebut," kata Marwan.

BANYAK PELANGGARAN - Pengamat transportasi dari Universitas Trisakti Yayat Supriyatna menjelaskan pembangunan kereta cepat melanggar dua peraturan daerah diantaranya Peraturan Daerah No 22 Tahun 2010 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Jawa Barat dan Peraturan Daerah No 1 Tahun 2012 tentang RTRW Jakarta.  Untuk RTRW Jawa Barat, dua kawasan Purwakarta dan Walini beberapa kali terjadi peristiwa tanah longsor dan gempa tektonik.

"Artinya membangun di kawasan rawan bencana memberikan indikasi telah terjadi pelanggaran tata ruang karena daerah rawan bencana merupakan kawasan lindung," katanya di Jakarta, Selasa (2/2).

Yayat menilai, fungsi kawasan lindung tidak hanya pada aspek kebencanaan longsor atau bencana geologi saja tetapi juga pada aspek sistem hidrologi (tata air). Kawasan perkebunan Walini merupakan wilayah resapan air, jika dialihfungsikan menjadi kawasan perkotaan akan dapat mempengaruhi ketersediaan air tanah dan pasokan air untuk wilayaj Daerah Aliran Sungai (DAS) Citarum dan mengancam pasokan air ke Bendungan Jatiluhur.

"Perubahan fungsi resapan air ini juga akan mempercepat kondisi krisis air di Pulau Jawa. Mengingat daya dukung dan daya tampungnya semakin kritis," kata Yayat, Jakarta, Selasa (2/2).

Dia menjelaskan jika mengacu kepada Pasal 27 Perda No 22 Tahun 2010 tentang RTRW Jawa Barat bahwa kawasan yang berfungsi di dalam kawasan hutang terdiri dari atas hutan konservasi dan hutan lindung. Kemudian, kawasan yang berfungsi lindung di luar kawasan hutan, terdiri dari kawasan yang menunjang fungsi lindung, baik di wilayah darat maupun laut.

Sementara ketentuan yang mengatur pola ruang dan kawasan lindung di Jawa Barat memberikan arahan dengan menetapkan kawasan lindung provinsi sebesar 45 persen dari luas seluruh wilayah daerah yang meliputi kawasan lindung berupa kawasan hutan dan kawasan lindung di luar kawasan hutan yang ditargetkan untuk dicapai pada tahun 2018.

Kemudian, mempertahankan kawasan hutan minimal 30 persen dari luar daerah aliran sungai (DAS), mempertahankan kawasan resapan air atau kawasan yang berfungsi hidrologis untuk menjamin ketersediaan sumber daya air. Lalu mengendalikan pemanfaatan ruang kawasan lindung yang berada di luar kawasan hutan sehingga tetap berfungsi lindung.  

Berdasarkan hasil kajian yang didapat dari BMKG, Kementerian Perhubungan dan dokumen RTRW Provinsi Jawa Barat sebagian besar trasenya dan lokasi pembangunan kota barunya melintasi atau berada di kawasan lindung berupa daerah rawan bencana tanah longsor, rawan bencana geologi dan perlindungan terhadap air tanah. "Terdapat beberapa indikasi telah terjadinya pelanggaran tata ruang dalam rencana pembangunan kereta api cepat tersebut," tegas Yayat.

Dia mengungkapkan bukti akuratnya kajian itu adalah terjadinya kecelakaan kereta api akibat tanah longsor di wilayah Jawa Barat tanggal 4 April 2014 yang menimpa kereta api Malabar yang membawa 11 gerbong dan 360 penumpang. Kecelakaan ini disebabkan oleh longsornya tanah di km 244, Kampung Terung, Desa Mekarsari, Kecamatan Kadipaten, Kabupaten Tasikmalaya Jawa Barat, sehingga kereta api terguling, kecelakaan ini mengakibatkan 5 orang tewas. Hal serupa, kata dia, bisa menimpa proyek kereta cepat Jokowi.

Yayat pun mempertanyakan hingga saat ini PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC) belum bisa menjelaskan teknologi apa yang akan dipergunakan untuk mengantisipasi bencana longsor, gerakan tanah dan gempa bumi. Kemudian, PTPN VIII apakah sudah mendapatkan rekomendasi perubahan fungsi kawasan dari kawasan perkebunan menjadi perkotaan. "Jika kawasan ini berubah maka ini melanggar prinsip dan visi Jawa Barat sebagai green provinci dengan kawasan lindung mencapai 45 persen," kata Yayat.

Kemudian pembangunan kereta cepat Jakarta-Bandung melanggar Perda No 1 Tahun 2012 tentang RTRW Jakarta. Dia menjelaskan pembangunan stasiun awal kereta tersebut yang dimulai dari Halim Perdanakusuma berada dalam satu kawasan dengan Bandara Halim Perdanakusuma diindikasikan melanggar tata ruang karena berada dalam zona kawasan khusus. Zona kawasan khusus yang dimaksudkan adalah Zona Kawasan Pertahanan dan Keamanan.

Padahal pihak TNI Angkatan Udara sudah meminta agar lahan stasiun di kompleks Trikora Halim Perdanakesuma dialihkan ke Cipinang Melayu. Pihak TNI AU khawatir pembangunan stasiun tersebut akan mengganggu kelangsungan pangkalan militer. Penetapan lokasi stasiun kereta api cepat akan menambah beban ruang kawan ruang kawasan Halim Perdana Kusuma dan akan mengurangi fungsinya sebagai kawasan pertahanan udara.  "Jika kawasan Halim Perdana Kesuma semakin padat, apakah fungsinya sebagai kawasan pertahanan dan keamanan masih akan terus dipertahankan ? " kata Yayat.

Direktur Institut Studi Transportasi Darmaningtyas juga menolak pembangunan kereta cepat tersebut dengan alasan akan menciptakan kesenjangan infrastruktur antar pulau di Indonesia. Sebab seperti di Kalimantan masih mengalami krisis listrik dimana masih mati lampu dua kali dalam sehari karena 76 persen listrik di Indonesia dikonsumsi Jawa Bali, 16 persen di Sumatera dan sisanya hanya 12 persen.

Kemudian jalan di daerah Kalimantan, antar kabupaten masih banyak yang belum dilapisi aspal, masih banyak rawa dan ilalang sehingga ketika musim hujan daerah tersebut tidak bisa diakses. Menurutnya Presiden Jokowi harus bisa mengatasi kesenjangan antar pulau di Indonesia. "Ironis sekali kalau pemerintah tidak menyelesaikan hal tersebut," kata Darmaningtyas.

Darmaningtyas menilai pembangunan kereta cepat akan menjadi beban APBN seumur hidup. Dia menjelaskan jika pembangunan kereta cepat selesai dibangun tapi target penumpang tidak sesuai yang diharapkan oleh pemerintah, tentunya APBN yang akan menanggung kerugian. Kemudian, dia menambahkan kemungkinan hanya 25 persen terjadinya perpindahan penumpang dari transportasi umum dan kendaraan pribadi ke kereta cepat tersebut.

Menurutnya perjalanan Jakarta-Bandung memiliki potensi pindah menggunakan kereta cepat sekitar 20.000 orang. Sedangkan untuk kendaraan pribadi, kecil kemungkinan untuk pindah kereta cepat apalagi jika tarif yang ditetapkan sangat tinggi. "Kita harus kemukakan kepada publik bahwa kereta cepat akan membebani APBN, selama ini kan terlihatnya tidak karena dibangun oleh investor. Kalau investor kan mengharapkan keuntungan," kata Darmaningtyas.

Hal senada disampaikan anggota Komisi VI DPR RI Tifatul Sembiring. Dia mengatakan pembangunan kereta cepat tersebut akan menciptakan kesenjangan sosial antara wilayah barat dan timur Indonesia. Dia menggambarkan banyaknya pembangunan jalan tol di wilayah barat, namun di wilayah timur pembangunan jalan tol pun masih tergolong sedikit.

Dia juga menilai saat ini pembangunan kereta cepat Jakarta-Bandung belum terlalu penting untuk kepentingan masyarakat. Menurutnya pemerintah lebih baik melanjutkan pembangunan jembatan Selat Sunda sehingga bisa menghubungkan antara pulau Jawa dengan pulau Sumatera. Kemudian pemerintah juga dapat membangun jalur kereta yang menghubungkan Aceh hingga Banyuwangi. "Saya perhatikan, kita belum mendapatkan dasar berpikirinya dibangun kereta cepat Jakarta-Bandung," kata Tifatul.

BACA JUGA: