-
Lima Pertimbangan KPPU Tolak Penetapan Batas Bawah Tarif Layanan Data
Minggu, 23/07/2017 15:00 WIBJAKARTA, GRESNEWS.COM - Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) sebelumnya secara tegas menolak wacana penentuan tarif bawah layanan komunikasi data dan jasa telekomunikasi lainnya. Penegasan itu disampaikan Ketua KPPU, Syarkawi Rauf menanggapi surat permintaan Indosat kepada Menkominfo yang ditembusannya sampai padanya.
Indosat mengajukan permintaan agar Menkominfo menentukan batas bawah tarif layanan komunikasi data karena menilai perang tarif yang terjadi antar operator telekomunikasi saat ini sudah tidak sehat kondisi dan membahayakan industri telekomunikasi. Di mana tarif yang ditawarkan operator dianggap rendah sehingga merugikan operator. Untuk itu mereka mendorong Pemerintah mengeluarkan kebijakan pembatasan tarif layanan komunikasi data melalui penetapan batas bawah tarif.
Syarkawi mengakui kondisi persaingan di industri telekomunikasi saat ini, berlangsung sangat ketat. Indonesia saat ini dikenal sebagai salah satu negara dengan tarif telekomunikasi yang sangat kompetitif. Persaingan ketat terjadi di semua jasa telekomunikasi yang diberikan operator, seperti jasa telekomunikasi suara, SMS, layanan komunikasi data dan jasa telekomunikasi lainnya. Sehingga ada pihak yang menginginkan ada kebijakan pembatasan tarif bawah.
Menyikapi hal itu, Ketua KPPU menyatakan bahwa perang tarif merupakan fenomena biasa dalam mekanisme pasar. Operator berlomba menawarkan berbagai skema tarif yang dianggap mampu mendongkrak penjualan dan penguasaan pasar.
Tarif murah, menjadi satu strategi operator untuk menjaring konsumen yang sensitif terhadap tarif. "Semakin efisien perusahaan, semakin besar kemampuannya menawarkan tarif yang kompetitif, dan karena kemampuan efisiensi perusahaan beragam, maka muncul berbagai besaran tarif di pasar, yang menjadi pilihan konsumen" tutur Syarkawi seperti dikutip kppu.go.id. .
Terkait wacana penetapan batas bawah tarif, Syarkawi berpandangan bahwa hal tersebut tidak perlu dilakukan mengingat dampak buruk dari kebijakan batas bawah tarif bagi industri dalam jangka panjang dan ekonomi nasional secara keseluruhan. Menurutnya setidaknya terdapat 5 (lima) pertimbangan mengapa kebijakan batas bawah tarif layanan komunikasi data tidak perlu diberlakukan.
Pertama, setiap operator telekomunikasi mempunyai tarif yang berbeda. Termasuk dalam hal menghasilkan tarif yang semakin terjangkau oleh masyarakat. Saat ini, di pasar masyarakat dapat menemukan harga yang sangat variatif dengan skema yang beragam dari Rp 25.000/GB sampai Rp 57.500/GB.
Kedua, permasalahan terbesar kebijakan batas bawah tarif terletak pada penentuan besarannya. Besaran batas bawah tarif umumnya ditetapkan untuk melindungi seluruh pelaku usaha tanpa terkecuali, termasuk pelaku usaha yang tidak efisien dan menjadi beban bagi industri dan ekonomi nasional.
Ketiga, tarif batas bawah menjadi penghambat bagi operator telekomunikasi yang efisien dan mampu menghasilkan besaran tarif di bawah batas bawah tarif. Pelaku usaha tersebut, tidak dapat menggunakan hasil efisiensinya untuk memenangkan persaingan. Dalam jangka panjang, hal tersebut akan menciptakan disinsentif bagi efisiensi industri telekomunikasi yang bermuara pada rendahnya tarif dan akan mendorong tarif bergerak naik. Inovasi yang bermuara pada hadirnya tarif murah akan terhambat, padahal dalam industri telekomunikasi, siklus perubahan teknologi berkembang sangat cepat dengan kemampuan mereduksi biaya yang luar biasa.
Keempat, akibat terhalangnya tarif rendah di bawah besaran batas bawah tarif, masyarakat kehilangan tarif yang terangkau. Muncul kerugian konsumen/masyarakat sebagai pengguna jasa komunikasi data, karena harus membayar mahal tarif dari yang seharusnya.
Kelima, dalam ekonomi nasional, kebijakan batas bawah tarif cenderung menjadi elemen pendorong terjadinya inflasi, hal ini dikarenakan terdapat potensi pelaku usaha untuk meminta kenaikan tarif batas bawah secara berkala. Di sisi lain, pada saat terjadi deflasi, upaya penurunan tarif batas bawah tidak mudah untuk dilakukan.
Menanggapi munculnya dugaan bahwa terdapat operator yang melakukan predatory pricing melalui strategi tarif murah, yang bertujuan menyingkirkan pesaing, KPPU mendorong agar operator atau pihak manapun yang memiliki alat bukti terkait hal tersebut untuk melaporkan ke KPPU. "Silahkan sampaikan laporannya, KPPU siap memproses sesuai ketentuan yang berlaku" ujar Syarkawi. (rm)Menkominfo Tegur 109 Penyelenggara Telekomunikasi
Jum'at, 05/05/2017 10:47 WIB
Kementerian Komunikasi dan Informatika melayangkan teguran terhadap 109 penyelengara telekomunikasi yang hingga saat ini belum membayarkan Kewajiban Biaya Hak Penyelenggaraan (BHP) Telekomunikasi Tahun 2016.
Melalui siaran persnya, 4 April 2017, Menkominfo menyampaikan Kewajiban pembayaran BHP Telekomunikasi, diatur dalam ketentuan Pasal 26 ayat (1) Undang-Undang Nomor 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi dan Pasal 32 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 52 Tahun 2000 tentang Penyelenggaraan Telekomunikasi.
Namun berdasarkan data penerimaan BHP Telekomunikasi, disebutkan terdapat 109 penyelenggara telekomunikasi yang hingga saat ini belum melaksanakan pembayaran kewajiban BHP Telekomunikasi tahun buku 2016. Pihaknya telah menerbitkan surat teguran itu melalui Plt. Direktur Pengendalian Pos dan Informatika tertanggal 2 Mei 2017 sebagi teguran pertama terkait pembayaran Kewajiban BHP Telekomunikasi Tahun 2016.
Pihaknya mengingatkan sesuai UU 36 Tahun 1999 dan Peraturan Pemerintah Nomor 52 Tahun 2000 dan Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 17 Tahun 2016, yang diubah Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 19 Tahun 2016, apabila sampai dengan batas waktu yang diberikan, apabila sampai dengan batas waktu yang diberikan Penyelenggara tidak memenuhi kewajiban dimaksud, akan ada pengenaan sanksi berupa pencabutan Izin Penyelenggaraan setelah melalui tiga kali teguran tertuli.
Sebab berdasarkan ketentuan Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 17 Tahun 2016, penyelenggara telekomunikasi wajib menyampaikan dokumen terkait BHP Telekomunikasi paling lambat satu minggu setelah jatuh tempo pembayaran (07 Mei 2017).
"Apabila kewajiban penyampaian dokumen dimaksud tidak dipenuhi maka akan dikenakan sanksi administratif Teguran tertulis sebanyak 3 (tiga) kali dan Pencabutan Izin Penyelenggaraan," tulis siaran pers dalam situs kominfo.go.id. (rm)China Telecom Tunggangi Revisi PP Interkoneksi?
Senin, 31/10/2016 09:00 WIBRencana Menteri Komunikasi dan Informasi (Menkominfo) Rudiantara merevisi dua Peraturan Pemerintah (PP) No 52 dan PP No 53 tahun 2000 tentang Interkoneksi dan Network sharing dipersoalkan.
Polemik Regulasi Berbagi Jaringan
Kamis, 06/10/2016 17:00 WIBDraft revisi PP No 52/2000 dan PP No 53/2000 perlu dikoreksi, karena bila tidak maka akan terjadi ultra liberalisasi bagi industri telekomunikasi di Indonesia. Bisnis telekomunikasi di Indonesia dapat menjadi semakin longgar, tetapi keuntungannya tidak di peroleh Indonesia.
Badan Cyber Nasional: Antara Kedaulatan dan Intervensi CIA
Sabtu, 29/08/2015 19:30 WIBKarena itu, sejak masa Kementerian Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan dipimpin oleh Tedjo Edhi Purdijatno pemerintah sudah menggaungkan rencana pembentukan Badan Cyber Nasional (BCN).
Kick-Off Penataan Frekuensi 1.800 Mhz Dimulai dari Maluku
Senin, 04/05/2015 09:00 WIBPenataan frekuensi itu dilakukan agar segera bisa dimanfaatkan untuk menggelar jaringan seluler 4 sebelum akhir 2015 ini.
Perkuat layanan, Icon+ garap kerja sama dengan mitra industri strategis
Rabu, 23/05/2012 19:30 WIBDetty mengutarakan, publik belum mengetahui bahwa Icon Plus mendukung pemain besar industri telekomunikasi serta bank swasta maupun pelat merah. "Mereka menggunakan jaringan Icon Plus. Kita menyediakan jaringan data," ungkapnya.
Indosat nilai gugatan APWI kewenangan PTUN
Rabu, 03/08/2011 13:57 WIBMenyatakan perkara ini tidak selayaknya diadili di PN Jakpus karena sudah masuk ke dalam ranah sengketa kebijakan pembuatan keputusan.