-
Sistem Peradilan Belum Berpihak pada Anak
Kamis, 23/07/2020 17:06 WIBKemajuan Sistem Peradilan Baru Sebatas Prosedural
Jum'at, 13/03/2020 15:01 WIBCara Setya Novanto Garap Proyek E-KTP
Rabu, 13/12/2017 21:00 WIBJaksa pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengupas peran Setya Novanto dalam kasus korupsi E KTP. Dalam surat dakwaan Jaksa menyebut berbagai pertemuan dilakukan Novanto agar proyek e-KTP lancar sehingga anggarannya bisa dinikmatinya.
Jaksa membacakan pertemuan demi pertemuan yang dihadiri Novanto. Di setiap pertemuan itu, Novanto bersiasat untuk mengintervensi proses penganggaran dan pengadaan barang dan jasa proyek e-KTP.
"Terdakwa baik secara langsung maupun tidak langsung melakukan intervensi dalam proses penganggaran dan pengadaan barang jasa paket Pekerjaan Penerapan KTP Berbasis Nomor Induk Kependudukan (NIK) Secara Nasional," ujar jaksa penuntut umum pada KPK membacakan surat dakwaan dalam persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Jakarta Pusat, Rabu (13/12).
Pertemuan pertama yang dilakukan Novanto yaitu pada Februari 2010 di Hotel Gran Melia. Saat itu, Novanto bertemu Andi Narogong dengan Irman, Sugiharto, dan Diah Anggraeni terkait persiapan proses penganggaran e-KTP.
"Pada pertemuan tersebut, terdakwa menyampaikan ´di Depdagri akan ada program e-KTP yang merupakan program strategis nasional, ayo kita jaga bersama-sama´. Selain itu, terdakwa menyatakan dukungannya dalam pembahasan anggaran pekerjaan penerapan KTP Elektronik," kata jaksa.
Setelahnya, Novanto kembali bertemu Andi dan Irman di ruang kerjanya di DPR. Saat itu Novanto mengaku tengah mengkoordinasikan agar persiapan matang.
Novanto pun mendelegasikan Andi untuk memantau perkembangan penganggaran dan pengadaan barang dan jasa proyek e-KTP. Jaksa KPK menyebut Andi memiliki kedekatan dengan Novanto.
"Sewaktu Irman akan keluar ruangan, terdakwa juga mengatakan, ´Perkembangannya nanti hubungi saja Andi´ yang mempunyai maksud perkembangannya nanti akan disampaikan oleh Andi Narogong sebagai orang yang memiliki kedekatan dengan terdakwa," ucap jaksa.
Novanto pun mulai mengenalkan Andi kepada Wakil Ketua Banggar DPR saat itu Mirwan Amir. Andi juga dikenalkan ke Chairuman Harahap selaku Ketua Komisi II DPR.
Setelah membereskan urusan di DPR, Novanto mulai bergerak ke para vendor yang bakal mengerjakan proyek tersebut. Dia meyakinkan mereka bahwa proyek e-KTP pasti berhasil dan anggaran sudah disediakan.
Novanto bertemu Andi Narogong, Johannes Marliem, Iftikar Ahmad, dan Greg Alexander untuk meyakinkan pihak L-1 atau Johannes Marliem bahwa proyek e-KTP benar-benar ada dan anggaran sudah tersedia.
Ketika seluruh urusan beres, Novanto memperkenalkan ´orang dekat´-nya yaitu Made Oka Masagung kepada para vendor. Nantinya, duit jatah Novanto dari konsorsium akan diterima Made Oka dan keponakannya, Irvanto Hendra Pambudi Cahyo.
"Selain itu, Novanto juga menyampaikan agar commitment fee yang merupakan jatahnya dan anggota DPR disampaikan melalui Made Oka," kata jaksa.
Atas perbuatannya, Novanto dijerat dengan Pasal 2 ayat 1 atau Pasal 3 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHPidana.
Novanto didakwa mengintervensi proses penganggaran dan pengadaan barang dan jasa proyek tersebut. Novanto juga disebut menerima duit total USD 7,3 juta.
Duit itu berasal dari konsorsium yang memenangi proyek e-KTP itu. Uang dikirim ke Novanto melalui tangan orang lain yaitu Made Oka dan keponakannya, Irvanto Hendra Pambudi Cahyo. (dtc/mfb)Bupati Jepara Menang Praperadilan
Senin, 13/11/2017 20:00 WIBBupati Jepara Achmad Marzuki memenangkan praperadilan terhadap Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jawa Tengah atas penetapan status tersangka dalam kasus dugaan korupsi bantuan keuangan untuk Partai Persatuan Pembangunan (PPP) tahun 2011-2012.
Dalam sidang di Pengadilan Negeri (PN) Semarang mengabulkan gugatan pemohon yaitu Marzuki dan membatalkan surat perintah penyidikan (Sprindik) yang diterbitkan Kejati Jateng. Status tersangka pemohon dianggap tidak sah karena tidak memenuhi dua alat bukti.
"Menerima permohonan pemohon. Menyatakan surat perintah penyidikan atas nama termohon sebagai tersangka tidak sah," kata hakim tunggal Lasito di PN Semarang, Senin (13/11).
Dua alat bukti yaitu keterangan saksi dan bukti surat yang digunakan Kejati Jateng dianggap tidak cukup kuat. Alat bukti tersebut belum bisa menggambarkan tindak pidana yang dilakukan pemohon.
"Saksi dan bukti surat yang disampaikan termohon tersebut belum bisa menggambarkan perbuatan pidana yang dilakukan pemohon," tandas Lasito.
Untuk diketahui Kejati Jateng pernah menerbitkan Sprindik nomor PRINT-840/O.3/Fd.1/06/2016 tertanggal 16 Juni 2016. Tapi kala itu terbit Surat Perintah Penhentian Penyidikan (SP3) karena penyidik tidak menemukan alat bukti.
Terhadap SP3 tersebut, Masyarakat Anti Korupsi (Maki) mengajukan gugatan praperadilan terhadap Kejati Jateng dan PN Semarang membatalkan SP3 tersebut. Penyidik Kejati Jateng pun diminta mendalami alat bukti untuk kembali menetapkan Marzuki sebagai tersangka.
Sprindik dengan nomo 1092/O.3/Fd.1/07/2017 tertanggal 26 Juli 2017 dikeluarkan dan Marzuki kembali ditetapkan sebagai tersangka. Setelah itu giliran pihak Marzuki yang melayangkan gugatan praperadilan hingga akhirnya surat penetapan tersangkanya dibatalkan.
Menanggapi putusan hakim, kuasa hukum dari Kejati Jateng, Kusri mengatakan pihaknya menghormati putusan tersebut. Menurut Kusri, sebenarnya alat bukti yang digunakan sudah menjelaskan tentang peran Marzuki dalam kasus tersebut.
"Sebenarnya sudah cukup. Saksi mengatakan ada perintah dari Achmad Marzuki. Kami akan dalami dulu putusan pengadilan," kata Kusri. (dtc/mfb)Begini Peran Dirut DJM di Pengadaan Heli AW 101
Senin, 06/11/2017 18:36 WIBKomisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membeberkan peran Direktur PT Diratama Jaya Mandiri (DJM) Irfan Kurnia Saleh dalam jawaban praperadilan kasus pengadaan helikopter AW 101. KPK menyebut Irfan bekerja sama dengan anggota TNI AU untuk melakukan pengadaan proyek.
"Termohon menyampaikan secara yuridis jelas telah ada bukti dugaan keterlibatan pemohon dalam perkara tindak pidana korupsi pengadaan helikopter AW 101 yang penyidikannya dilakukan termohon. Dengan demikian tidak benar apabila pemohon mendalilkan pemohon tidak terlibat dalam perkara tersebut," kata anggota biro hukum KPK, Juliandi Tigor Simanjuntak, di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin (6/11).
KPK menyebut Irfan yang merupakan Direktur PT Diratama Jaya Mandiri merupakan agen dari pabrikan Agusta Westland untuk Indonesia. Helikopter VVIP ini juga sebenarnya merupakan helikopter yang dipesan oleh India pada saat itu, namun otoritas India kemudian membatalkannya dengan alasan adanya praktek korupsi dalam pengadaannya.
Juliandi menyebut KPK memiliki bukti keterlibatan Irfan dalam pengadaan helikopter angkut AW 101. Irfan disebut telah melakukan pembayaran uang sebesar USD 1 juta kepada pihak Agusta Westland untuk memesan helikopter VVIP. Pembayaran itu diduga dilakukan sebelum pengadaan helikopter tersebut.
"Bahwa setelah pemohon melakukan pembayaran uang sejumlah USD 1 juta kepada Agusta Westland, Pemohon diminta membuat proposal pengadaan helikopter VVIP yang kemudian proposal tersebut menjadi dasar pengadaan," ujar Juliandi.
"Karena pemohon telah membayarkan uang sejumlah USD 1 juta kepada Agusta Westland pada saat pengadaan belum dilakukan, maka oknum dari TNI AU kemudian tetap melakukan pengadaan helikopter namun mengganti dengan spesifikasi angkut," kata Juliandi.
Akan tetapi helikopter yang tiba bukan lah helikopter jenis angkut, melainkan helikopter VVIP. Barang tersebut disebut tidak sesuai dengan perencanaan sebelumnya.
"Pada kenyataannya helikopter yang tiba bukan lah jenis helikopter angkut melainkan helikopter VVIP, yang pemesanan tidak sesuai dengan yang sudah direncanakan sebelumnya sehingga pihak TNI AU tidak mau menerima helikopter tersebut dan saat ini helikopter itu masih berada di Bandara Halim Perdanakusuma," ujarnya.
Sebelumnya dalam dalil permohonannya, Irfan menyebut tidak terlibat dalam proses pengadaan dan perubahan peruntukan helikopter AW 101 tipe VVIP menjadi helikopter angkut. Akan tetapi meski dalil permohonan itu telah memasuki materi pokok perkara, KPK tetap menjawabnya yang terbatas pada wewenang praperadilan. KPK menyebut akan lebih merinci pembuktian keterlibatan pemohon dalam sidang materi di Pengadilan Tipikor nantinya. (dtc/mfb)KPK Hormati Sikap MA Memproses Aduan Soal Hakim Cepi
Senin, 23/10/2017 19:25 WIBBadan Pengawasan Mahkamah Agung (Bawas MA) menindaklanjuti aduan terkait putusan hakim Cepi Iskandar dalam praperadilan yang mencabut status tersangka Setya Novanto. KPK menunggu hasil pemeriksaan hakim tunggal Cepi Iskandar yang dilakukan Bawas MA.
"Tentu menghormati pelaksanaan tugas dilakukan Bawas MA, ada porsi diaturan Perma pelaksanaan pengawasan ada di Bawas MA. Di sisi lain ada kewenagan eksternal dri KY," ujar Kabiro Humas KPK Febri Diansyah, Senin (23/10).
Menurut Febri, KPK menunggu hasil pemeriksaan hakim tunggal Cepi Iskandar yang dilakukan Bawas MA. KPK juga menghormati kewenangan yang dilakukan oleh MA.
"KPK saya kira lebih tepat menghormati kewenangan tersebut. Kita bisa tunggu hasilnya apa," ucap Febri.
Febri menambahkan saat ini KPK tengah mempelajari putusan sidang praperadilan yang diajukan Setya Novanto. Namun untuk adanya indikasi pelanggaran hakim, KPK menyerahkan kepada KY.
"Kewenangan KPK kemarin diuji proses penyidikan tersangka SN (Setya Novanto), setelah diuji hakim mengatakan putusan dan sekarang KY menemukanmu indikasi pelanggaran, mari serahkan ke KY. Ada kewenangan KY," jelas Febri.
Sebelumnya, Koalisi Masyarakat Sipil Antikorupsi memenuhi panggilan Badan Pengawasan Mahkamah Agung (Bawas MA). Panggilan tersebut guna menindaklanjuti aduan terkait putusan hakim Cepi Iskandar dalam praperadilan yang mencabut status tersangka Setya Novanto.
"Iya hari ini kita diundang oleh Badan Pengawas MA untuk pemeriksaan pertama atau bisa dikatakan verifikasi laporan kita," kata peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW), Kurnia Ramadhana.
Sebagaimana diketahui, hakim Cepi memutuskan membatalkan status tersangka Ketua DPR Setya Novanto pada Jumat (29/9). Hakim Cepi menyebut surat perintah penyidikan dengan nomor Sprin.Dik-56/01/07/2017 tertanggal 17 Juli 2017 terhadap Novanto tidak sah. Selain itu, Cepi mengatakan bukti yang digunakan dalam perkara sebelumnya tidak bisa digunakan untuk menangani perkara selanjutnya. Tak berapa lama, ICW dkk mengadukan hakim Cepi ke MA. (dtc/mfb)Alasan KPK Tak Gelar Peradilan Koneksitas dalam Kasus Helikopter AW-101
Jum'at, 20/10/2017 07:00 WIBTersangka proyek pengadaan helikopter Agusta Westland 101 (AW-101), Direktur PT Diratama Jaya Mandiri (DJM) Irfan Kurnia Saleh melayangkan gugatan praperadilan soal peradilan koneksitas. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan POM TNI telah bersepakat tak menggelar peradilan koneksitas dengan alasan tertentu .
"Jadi perlu dicermati juga secara hati-hati bahwa ada risiko dari praperadilan ini nantinya. Bukan hanya terkait dengan proses penyidikan yang dilakukan oleh KPK, tetapi juga berisiko atau berimbas kepada penyidikan yang dilakukan oleh POM TNI terhadap sejumlah tersangka di sana," ungkap Kabiro Humas KPK Febri Diansyah kepada wartawan di kantornya, Jalan Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Kamis (19/10).
Menurut Febri untuk itu perlu juga melakukan koordinasi dengan POM TNI. Terlebih pada saat pengumuman penetapan tersangka POM TNI sampai datang ke KPK, melakukan koordinasi dengan pimpinan KPK hingga menyampaikan hasil penyelidikannya pada publik.
Dalam penanganan perkara ini, sejak awal KPK dan POM TNI tidak menggunakan peradilan koneksitas seperti yang diatur dalam Pasal 55 dan 56 KUHAP. Sebab sudah ada landasan hukum khusus (lex specialis) yang mengatur dalam Pasal 42 UU No 30 Tahun 2002, yang isinya:
Komisi Pemberantasan Korupsi berwenang mengkoordinasikan dan mengendalikan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan tindak pidana korupsi yang dilakukan bersama-sama oleh orang yang tunduk pada peradilan militer dan peradilan umum.
"Pengendalian penanganan perkara tentu harus dilihat sesuai dengan kewenangan masing-masing. Kalau pelakunya dari militer, maka itu ditangani oleh POM TNI. Kalau pelakunya dari sipil sesuai dengan kewenangan KPK, itu ditangani oleh KPK," tegas Juru Bicara KPK ini.
Kata kunci dalam Pasal 42, menurut Febri adalah jika pelaku berasal dari militer dan sipil. Sehingga KPK mantap menggunakan landasan hukum itu.
Terlebih, ini bukan kasus korupsi pertama dengan keterlibatan oknum TNI yang ditangani KPK. Contohnya saja kasus pengadaan satellite monitoring di Badan Keamanan Laut (Bakamla) yang prosesnya ada yang sudah inkrah, ada pula yang di penyidikan.
"Dan kita berkoordinasi. Dan kita tahu di proses pengadilan tipikor (tindak pidana korupsi) sudah diproses, dan ada yang sudah divonis bersalah. Jadi sebenarnya hakim, terutama di tipikor saya kira sudah tidak mempermasalahkan kewenangan itu," pungkas Febri.
Untuk menghadapi praperadilan ini Febri mengatakan tim Biro Hukum KPK sudah mempelajari dokumen-dokumen terkait dan berkoordinasi dengan tim penyidik. Sidang sendiri akan mulai dilaksanakan besok (20/10) oleh Hakim Kusno yang juga Wakil Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel).
Dalam kasus tersebut, KPK bekerja sama dengan POM TNI. Ada lima tersangka yang ditetapkan POM TNI, tiga orang di antaranya terlebih dulu ditetapkan, yakni Marsma TNI FA, yang bertugas sebagai pejabat pembuat komitmen (PPK) dalam pengadaan barang dan jasa; Letkol WW, sebagai pejabat pemegang kas; dan Pelda S, yang diduga menyalurkan dana-dana terkait dengan pengadaan kepada pihak-pihak tertentu.
Menyusul kemudian Kolonel Kal FTS, berperan sebagai WLP; dan Marsda SB, sebagai asisten perencana Kepala Staf Angkatan Udara.
Sementara itu, KPK menetapkan Irfan sebagai tersangka pertama dari swasta pada Jumat (16/6). Irfan diduga meneken kontrak dengan Augusta Westland, perusahaan joint ventureWestland Helicopters di Inggris dengan Agusta di Italia, yang nilainya Rp 514 miliar. Namun, dalam kontrak pengadaan helikopter dengan TNI AU, nilai kontraknya Rp 738 miliar sehingga terdapat potensi kerugian keuangan negara sekitar Rp 224 miliar. (dtc/mfb)Tersangka Korupsi Pengadaan Helikopter Ajukan Praperadilan
Kamis, 19/10/2017 07:00 WIBTersangka Direktur PT Diratama Jaya Mandiri (DJM) Irfan Kurnia Saleh yang terbelit kasus korupsi proyek pengadaan helikopter Agusta Westland 101 (AW-101) melayangkan gugatan praperadilan. Dari beberapa materi yang diajukan, ada satu materi baru yang harus dihadapi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
"Ada satu hal yang baru yang diajukan di praperadilan ini, yaitu terkait dengan proses praperadilan koneksitas. Itu yang diargumentasikan di sini," ungkap Kabiro Humas KPK Febri Diansyah kepada wartawan di kantornya, Jalan Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Rabu (18/10).
Penggugat mempermasalahkan penanganan perkaranya oleh lembaga tunggal, yakni KPK, seharusnya yang ditempuh adalah peradilan koneksitas. Yaitu peradilan menyangkut delik penyertaan antara yang dilakukan orang sipil bersama orang militer, seperti diatur dalam Pasal 55 dan 56 KUHAP.
"Sementara KPK menggunakan undang-undang yang bersifat khusus, yang diatur misalnya di Pasal 42 UU KPK (UU No 30 Tahun 2002), yang pada intinya KPK mengkoordinir atau melakukan untuk perkara-perkara dengan pelaku yang berasal dari militer dan nonmiliter, itu KPK bisa mengkoordinir," terang Febri.
Namun KPK mantap menghadapi proses praperadilan yang akan dimulai Jumat (20/10) dengan lebih dulu menyusun strategi, di antaranya mempersiapkan bukti-bukti dan kapan bukti tersebut akan dihadirkan di persidangan.
Dalam kasus tersebut, KPK bekerja sama dengan POM TNI. Ada lima tersangka yang ditetapkan POM TNI, tiga orang di antaranya terlebih dulu ditetapkan, yakni Marsma TNI FA, yang bertugas sebagai pejabat pembuat komitmen (PPK) dalam pengadaan barang dan jasa; Letkol WW, sebagai pejabat pemegang kas; dan Pelda S, yang diduga menyalurkan dana-dana terkait dengan pengadaan kepada pihak-pihak tertentu.
Menyusul kemudian Kolonel Kal FTS, berperan sebagai WLP; dan Marsda SB, sebagai asisten perencana Kepala Staf Angkatan Udara.
Sementara itu, KPK menetapkan Irfan sebagai tersangka pertama dari swasta pada Jumat (16/6). Irfan diduga meneken kontrak dengan Augusta Westland, perusahaan joint venture Westland Helicopters di Inggris dengan Agusta di Italia, yang nilainya Rp 514 miliar. Namun, dalam kontrak pengadaan helikopter dengan TNI AU, nilai kontraknya Rp 738 miliar sehingga terdapat potensi kerugian keuangan negara sekitar Rp 224 miliar.
(dtc/mfb)KPK Menyiapkan Sprindik Baru Buat Setnov
Rabu, 04/10/2017 10:00 WIBKomisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memastikan tidak akan berhenti mengejar keterlibatan Setya Novanto. Lembaga antirasuah ini akan melanjutkan dugaan korupsi e-KTP hingga selesai, termasuk mengeluarkan surat perintah penyidikan (sprindik).
"Ya, nantinya harus begitu (mengeluarkan sprindik)," ujar Wakil Ketua KPK Saut Situmorang, Selasa (3/10).
Saut menambahkan bahwa Ketua DPR Setya Novanto sudah diizinkan keluar dari rumah sakit Senin kemarin, 3 hari paska lepas dari status tersangka e-KTP. "Kalau hukum yang pasti tidak boleh dendam, tidak boleh sakit hati, tidak boleh marah. Karena hukum harus diimbangi dengan hukum. Memang hukum harus begitu," ucapnya.
"Memang kita akui kemarin-kemarin agak sedikit upside down-lah ya. Tapi percayalah bahwa kita digaji untuk melanjutkan kasus ini," ungkap Saut.
Sementara itu KPK sudah mengeluarkan permohonan kedua untuk mencegah Setya Novanto. Keterangan Novanto diperlukan sebagai saksi. "Ya kan keterangannya masih diperlukan untuk di saksi-saksi kasus (e-KTP) yang lain," ungkap Saut.
Sebelumnya Novanto dicegah pada 10 April 2017 dalam kapasitas sebagai saksi e-KTP untuk tersangka Andi Agustinus alias Andi Narogong. Sedangkan pencegahannya kali ini sebagai saksi untuk tersangka e-KTP Direktur Utama PT Quadra Solution Anang Sugiana Sudihardjo.
"Yang bersangkutan dicegah bepergian ke luar negeri mulai 2 Oktober hingga 6 bulan ke depan dalam kapasitas sebagai saksi untuk tersangka ASS (Anang Sugiana Sudihardjo) dalam dugaan korupsi e-KTP. Sehingga sewaktu-waktu penyidik membutuhkan keterangan, yang bersangkutan tidak sedang berada di luar negeri," terang Kabiro Humas KPK Febri Diansyah dalam kesempatan yang sama.
Pagi tadi pihak RS Premier memberi konfirmasi kepulangan Novanto semalam. Novanto pulang dari RS Premier karena kondisinya disebut membaik pasca perawatan.
"Pak Setya (Novanto) sudah pulang semalam pukul 20.00 WIB. Beliau pulang atas seizin dokter yang merawat," ujar Kepala Humas Rumah Sakit Premier Jatinegara, Sukendar. (dtc/mfb)KPK Tak Menyerah Setnov Menang di Praperadilan
Sabtu, 30/09/2017 17:00 WIBWakil Ketua KPK Saut Situmorang menegaskan segera mengevaluasi kekalahan dalam praperadilan yang diajukan Setya Novanto. Perkara dugaan korupsi dengan tersangka Novanto dan pihak lainnya tetap dilanjutkan.
"Ini (pengembangan kasus e-KTP) tidak akan pernah berhenti. Kita harus siap kepada yang lain-lainnya juga, selain yang sudah masuk perkaranya sekarang," kata Saut dalam diskusi "Darurat Korupsi dan dan Polemik Pansus KPK" di aula gedung Dharma Sevanam, Rawamangun, Jakarta Timur, Sabtu (30/9).
Sidang praperadilan Novanto mendapat perhatian khusus pimpinan KPK. Saut dan Ketua KPK Agus Rahardjo pernah memantau langsung persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
Dari pantauannya, Saut secara pribadi sudah menduga gegalat kekalahan KPK di praperadilan Novanto. Indikasi itu dilihat dari jalannya persidangan.
"Dari awal indikasi itu cukup kuat. Memang kita melihat dari awal indikasi-indikasi itu cukup kuat seperti cara hakim melempar pertanyaan (kepada jaksa KPK)," imbuhnya.
Segala pertimbangan hakim yang menyatakan status tersangka Novanto tidak sah disebut Agus akan menjadi bahan evaluasi. Tapi bukan berarti KPK mundur dalam penanganan dugaan korupsi e-KTP.
"Kalau kita mau bicara check and balance, nggak apa-apa (pertimbangan hakim) ini dijadikan check and balance buat KPK. Tapi kalau orang di luar sana mengatakan kami harus tobat, salah besar," tutur Saut.
Sementara itu keluarga Setya Novanto menyampaikan syukurnya kepada penasihat hukum yang menangani praperadilan Setya Novanto. Ini disampaikan usai putusan praperadilan yang menyatakan status tersangka dugaan korupsi e-KTP Novanto tidak sah.
"Kepada kami disampaikan rasa syukur dan gembira atas putusan ini. Bagaimana pun keluarga merasa dan meyakini Pak Setnov diproses secara tidak fair," ujar penasihat hukum Novanto, Agus Trianto, Sabtu (30/9).
Menurut Agus, keluarga Ketua DPR itu memantau jalannya sidang putusan yang berlangsung kemarin. "(Keluarga Novanto) Sudah (tahu hasilnya) seketika setelah sidang. Keluarga kan juga mengikuti lewat siaran langsung," ucapnya.
Namun, tim kuasa hukum praperadilan Setya Novanto yang terdiri dari Agus Trianto, Jaka Mulyana, dan Amrul Khair Rusin ini belum berkesempatan menemui kliennya secara langsung. Saat ini Novanto masih menjalani perawatan di RS Premier, Jatinegara, Jaktim.
"Belum ditentukan mengingat kondisinya," katanya.
Kemarin (29/9), Hakim tunggal Cepi Iskandar mengabulkan sebagian permohonan praperadilan yang diajukan Setya Novanto. Hakim Cepi menilai penetapan tersangka harus dilakukan pada tahap akhir penyidikan suatu perkara. Hal itu harus dilakukan untuk menjaga harkat dan martabat seseorang. Cepi menilai penetapan tersangka Novanto tidak sah.
Cepi pun menyebut surat perintah penyidikan dengan nomor Sprin.Dik-56/01/07/2017 tertanggal 17 Juli 2017 tidak sah. Selain itu, bukti yang digunakan dalam perkara sebelumnya dianggap hakim tidak bisa digunakan untuk menangani perkara selanjutnya.(dtc/mfb)Keyakinan KPK Menangkan Praperadilan Novanto
Kamis, 28/09/2017 20:35 WIBKomisi Pemberantasan Korupsi (KPK) optimis memenangkan sidang praperadilan yang diajukan tersangka Setya Novanto, meskipun rekaman percakapan ditolak untuk diputar oleh hakim tunggal Cepi Iskandar. KPK yakin penetapan tersangka kepada Novanto sesuai prosedur.
"Bahwa kami yakin apa yang sudah dilakukan oleh penyidik KPK adalah sudah memenuhi unsur untuk menetapkan Setya Novanto sebagai tersangka," ujar Kabiro Hukum KPK Setiadi usai sidang di PN Jakarta Selatan, Kamis (28/9).
Menurut Setiadi, rekaman yang akan diputar tersebut berisi pihak-pihak yang merencanakan bersama-sama untuk mendapatkan keuntungan proyek e-KTP. Namun Setiadi enggan menyebutkan nama-nama pihak tersebut.
Meski begitu, Setiadi enggan berandai-andai mengenai langkah yang akan diambil bila putusan sidang praperadilan dimenangkan oleh kubu Setya Novanto. Namun bila dimenangkan oleh kubu Setya Novanto, KPK bisa mengeluarkan surat perintah penyidikan baru.
"Saya tidak mau berandai-andai tapi yakinkanlah bilamana ada putusan yang apapun bentuknya sesuai dengan putusan MK, penyidik atau KPK berhak pula untuk menerbitkan kembali surat perintah penyidikan. Tapi kami tidak berandai-andai kami sedang menunggu dengan keyakinan bahwa besok kami dimenangkan," ujar Setiadi.
Hakim tunggal Cepi Iskandar sebelumnya menolak diputarkannya alat bukti rekaman elektronik yang akan disampaikan KPK dalam persidangan praperadilan. Hakim berpendapat, jika dalam rekaman itu ada nama pemohon, hal itu akan melanggar hak asasi manusia Setya Novanto.
"Begini, majelis berpendapat kalau menyangkut sudah ada nama orang yang di situ (rekaman) yang akan diperdengarkan. Itu kan menyangkut (nama) orang. Menyangkut hak asasinya orang itu di persidangan itu," kata hakim Cepi di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jl Ampera Raya, Jakarta Selatan, Rabu (27/9).
Cepi khawatir, apabila rekaman itu diputar namun sidang materi pokoknya nanti tidak terbukti, itu akan jadi masalah. "Kami memberikan kesempatan yang sama silakan saja. Kalau misalnya di perkara pokoknya tidak terbukti atau itu menyangkut hak asasi seseorang disalahkan ini," ujar Cepi.
Kubu KPK dan kuasa hukum Setya Novanto telah memberikan kesimpulan kepada hakim tunggal praperadilan. Sidang pun akan dilanjutkan pada Jumat (29/9) besok dengan agenda putusan.
Kedua kubu, Setya Novanto dan KPK, maju ke depan majelis hakim untuk menyerahkan kesimpulan yang telah dibuat secara tertulis. Kemudian hakim tunggal Cepi Iskandar menerima kesimpulan keduanya.
"Sidang dilanjutkan besok ya, agenda putusan pukul 16.00 WIB," kata Cepi sembari mengetuk palu untuk menutup sidang.
Praperadilan Novanto didaftarkan dengan nomor register 97/Pid.Prap/2017/PN Jak.Sel. Sidang praperadilan ini dipimpin hakim Cepi Iskandar. Selain itu, kubu Novanto dan KPK sudah mengajukan alat bukti dan saksi ahli dalam sidang praperadilan ini.
Kubu Novanto menghadirkan tiga saksi ahli hukum, yakni ahli hukum administrasi negara Gede Panca, ahli hukum pidana Romli Atmasasmita, dan ahli hukum pidana Chairul Huda. Sedangkan KPK menghadirkan empat saksi ahli, yakni ahli hukum pidana Adnan Paslyadja, ahli sistem teknologi Bob Hardian Syahbuddin, ahli administrasi negara Dr Ferry, dan ahli hukum pidana Nur Aziz. Namun Bob sempat diprotes hingga akhirnya tetap didengarkan keterangannya, tapi sebagai saksi fakta. (dtc/mfb)Hakim Tegaskan Praperadilan Novanto Sah
Jum'at, 22/09/2017 21:07 WIBHakim tunggal praperadilan Cepi Iskandar menegaskan akan melanjutkan pemeriksaan praperadilan Setya Novanto. Ia menegaskan pemeriksaan materi praperadilan mengenai sah atau tidaknya proses penetapan tersangka. "Berdasarkan hal di atas agar hakim praperadilan menolak seluruh eksepsi untuk melanjutkan proses pemeriksaan sidang praperadilan," kata Cepi di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jumat (20/9).
Dalam permohonannya, Setya Novanto menyebut KPK tidak berwenang melakukan penyidikan karena masih ada penyidik Polri yang berstatus ganda atau masih aktif di Polri tetapi telah diangkat sebagai pegawai tetap KPK. Lalu KPK menjelaskan soal kompetensi absolut, di mana yang berwenang memeriksa hal tersebut adalah Peradilan Tata Usaha Negara.
Akan tetapi hakim Cepi berpendapat bahwa permohonan pokok pemohon bukanlah meminta memeriksa soal status ganda penyidik KPK. Melainkan tentang sah atau tidaknya penetapan tersangka. Karena itu, Cepi memutuskan menolak eksepsi KPK atau melanjutkan pemeriksaan praperadilan.
"Oleh karena itu, hakim praperadilan berkesimpulan bahwa pemohon praperadilan dari pemohon bukan merupakan sengketa TUN dan menjadi kewenangan praperadilan dengan demikian praperadilan. Dengan demikian Pengadilan Negeri Jakarta Selatan berwenang dalam mengadili permohonan ini," kata Cepi.
Sedangkan eksepsi termohon, yang menyebut permohonan praperadilan pemohon telah memasuki materi perkara dan tentang dalil prematur yang meminta Novanto dikeluarkan dari penjara jika dalam proses praperadilan telah ditahan, akan dipertimbangkan hakim.
Selanjutnya hakim memeriksa alat bukti berupa dokumen dari pemohon. Pemohon lalu mengeluarkan alat bukti tersebut dari sebuah koper merah.
Hakim menjelaskan, alat bukti tersebut ada 21 dokumen. Namun KPK mempermasalahkan salah satu dokumen tersebut karena berisi konsep kinerja KPK dari tahun 2009-2011 yang diperoleh dari BPK.
KPK menanyakan mengapa dokumen yang bersifat rahasia itu bisa dimiliki oleh pemohon. Padahal dokumen tersebut berupa konsep.
"Dokumen P06 mengenai adanya laporan kinerja KPK tahun 2009-2011. Kami tanyakan kepada pemohon terkait perolehan dokumen tersebut. Tertulis konsep laporan BPK kinerja KPK. Apabila ada prosedur resmi yang ditempuh, boleh ditunjukkan mengenai surat permintaan laporan BPK terkait kinerja KPK," kata anggota biro hukum KPK Efi Laila Kholis.
Selanjutnya, pengacara Novanto, Ketut Mulya Arsana, menjelaskan dokumen tersebut didapatkan secara resmi. Nantinya dia akan melampirkan pada hari Senin depan (25/9).
"Yang Mulia, dokumen resmi kami dapatkan secara resmi. Terkait permohonannya yang sudah kami sampaikan pada BPK, akan kami sampaikan hari Senin," kata Ketut.(dtc/mfb)KPK Siap Hadirkan Ahli Hukum di Praperadilan Novanto
Rabu, 20/09/2017 21:42 WIBKPK akan menghadirkan sejumlah ahli menghadapi praperadilan yang diajukan Setya Novanto. Ahli hukum yang dihadirkan adalah ahli pidana dan ahli tata negara.
"Ada ahli hukum pidana materi di sana. Ahli hukum acara pidana yang benar-benar sudah sangat memahami soal pidana dan hukum acara pidana tersebut. Kemudian ahli hukum tata negara termasuk melihat terkait dengan aspek keuangan negaranya karena ada kerugian keuangan negara dari kasus ini," ujar Kabiro Humas KPK Febri Diansyah di gedung KPK, Jakarta, Rabu (20/9).
Dalam sidang praperadilan lanjutan, KPK akan memberikan jawaban atas permohonan Novanto yang disampaikan kuasa hukumnya secara luas.
"Kami akan sampaikan secara gamblang seluas-luasnya, sekuat-kuatnya, tentu saja jawaban dari praperadilan tersebut. Kami yakin dari aspek hukum, hakim akan meyakini itu dan akan didukung dengan proses pembuktian selama beberapa hari mulai dari Senin depan," ujar Febri.
Kuasa hukum Novanto, Agus Trianto, menyatakan kliennya ditetapkan sebagai tersangka sejak 17 Juli 2017. Setelah itu, pada 18 Juli, Novanto menerima surat pemberitahuan dimulainya penyidikan (SPDP).
Atas fakta tersebut, Agus menilai belum ada proses penyidikan yang sekaligus berbarengan dengan penetapan tersangka. Dia menilai KPK melanggar SOP penyidikan.
"Kita ingatkan terus bahwa proses praperadilan ini hanya berada pada ranah formil saja, jadi jangan sampai pada materi pokok perkara karena pokok perkara akan diuji pada proses persidangan tipikor," kata Febri menanggapi. (dtc/mfb)Menyoal Lagi Mekanisme Praperadilan
Minggu, 05/06/2016 21:00 WIBPerma larangan PK perkara praperadilan ini menjadikan setiap perkara praperadilan tidak bisa diajukan kasasi, PK termasuk banding. Menurut MA hal ini untuk menghindari kesimpangsiuran berbagai pendapat tentang boleh atau tidak pengajuan PK perkara praperadilan.
Praperadilan Poniman Kandas di Pengadilan Jaksel
Senin, 04/04/2016 18:00 WIBUpaya Poniman Asnim alias Ke Tong Pho melawan penetapan dirinya sebagai tersangka oleh penyidik Polda Metro Jaya melalui gugatan praperadilan kandas.