Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membeberkan peran Direktur PT Diratama Jaya Mandiri (DJM) Irfan Kurnia Saleh dalam jawaban praperadilan kasus pengadaan helikopter AW 101. KPK menyebut Irfan bekerja sama dengan anggota TNI AU untuk melakukan pengadaan proyek.

"Termohon menyampaikan secara yuridis jelas telah ada bukti dugaan keterlibatan pemohon dalam perkara tindak pidana korupsi pengadaan helikopter AW 101 yang penyidikannya dilakukan termohon. Dengan demikian tidak benar apabila pemohon mendalilkan pemohon tidak terlibat dalam perkara tersebut," kata anggota biro hukum KPK, Juliandi Tigor Simanjuntak, di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin (6/11).

KPK menyebut Irfan yang merupakan Direktur PT Diratama Jaya Mandiri merupakan agen dari pabrikan Agusta Westland untuk Indonesia. Helikopter VVIP ini juga sebenarnya merupakan helikopter yang dipesan oleh India pada saat itu, namun otoritas India kemudian membatalkannya dengan alasan adanya praktek korupsi dalam pengadaannya.

Juliandi menyebut KPK memiliki bukti keterlibatan Irfan dalam pengadaan helikopter angkut AW 101. Irfan disebut telah melakukan pembayaran uang sebesar USD 1 juta kepada pihak Agusta Westland untuk memesan helikopter VVIP. Pembayaran itu diduga dilakukan sebelum pengadaan helikopter tersebut.

"Bahwa setelah pemohon melakukan pembayaran uang sejumlah USD 1 juta kepada Agusta Westland, Pemohon diminta membuat proposal pengadaan helikopter VVIP yang kemudian proposal tersebut menjadi dasar pengadaan," ujar Juliandi.

"Karena pemohon telah membayarkan uang sejumlah USD 1 juta kepada Agusta Westland pada saat pengadaan belum dilakukan, maka oknum dari TNI AU kemudian tetap melakukan pengadaan helikopter namun mengganti dengan spesifikasi angkut," kata Juliandi.

Akan tetapi helikopter yang tiba bukan lah helikopter jenis angkut, melainkan helikopter VVIP. Barang tersebut disebut tidak sesuai dengan perencanaan sebelumnya.

"Pada kenyataannya helikopter yang tiba bukan lah jenis helikopter angkut melainkan helikopter VVIP, yang pemesanan tidak sesuai dengan yang sudah direncanakan sebelumnya sehingga pihak TNI AU tidak mau menerima helikopter tersebut dan saat ini helikopter itu masih berada di Bandara Halim Perdanakusuma," ujarnya.

Sebelumnya dalam dalil permohonannya, Irfan menyebut tidak terlibat dalam proses pengadaan dan perubahan peruntukan helikopter AW 101 tipe VVIP menjadi helikopter angkut. Akan tetapi meski dalil permohonan itu telah memasuki materi pokok perkara, KPK tetap menjawabnya yang terbatas pada wewenang praperadilan. KPK menyebut akan lebih merinci pembuktian keterlibatan pemohon dalam sidang materi di Pengadilan Tipikor nantinya. (dtc/mfb)

BACA JUGA: