-
Bitcoin dan Mata Uang Virtual Bukan Alat Pembayaran yang Sah
Minggu, 14/01/2018 11:00 WIBJAKARTA, GRESNEWS.COM - Bank Indonesia menegaskan virtual currency termasuk bitcoin tidak diakui sebagai alat pembayaran yang sah. Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi Bank Indonesia Agusman mengatakan, virtual currency dilarang digunakan sebaga alat pembayaran di Indonesia.
"Setiap transaksi yang mempunyai tujuan pembayaran, atau kewajiban lain yang harus dipenuhi dengan uang, atau transaksi keuangan lainnya yang dilakukan di Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia wajib menggunakan Rupiah," jelas Agusman dalam rilisnya, Sabtu (14/1).
Agusman menyampaikan, dasar pelarangan itu adalah Undang-Undang Nomor 7 tahun 2011 tentang Mata Uang. Di situ dinyatakan, mata uang adalah uang yang dikeluarkan oleh Negara Kesatuan Republik Indonesia. Pemilikan virtual currency, menurut Departemen Komunikasi BI, sangat berisiko dan sarat akan spekulasi karena tidak ada otoritas yang bertanggung jawab, tidak terdapat administrator resmi, tidak terdapat underlying asset yang mendasari harga virtual currency.
Dalam rilis tersebut, BI juga menyampaikan bahwa nilai perdagangan virtual currency sangat fluktuatif sehingga rentan terhadap risiko penggelembungan (bubble) serta rawan digunakan sebagai sarana pencucian uang dan pendanaan terorisme.
"Hal itu dapat mempengaruhi kestabilan sistem keuangan dan merugikan masyarakat. Oleh karena itu, Bank Indonesia memperingatkan kepada seluruh pihak agar tidak menjual, membeli atau memperdagangkan virtual currency," jelas Agusman.
Bank Indonesia, jelas Agusman, melarang seluruh penyelenggara jasa sistem pembayaran (prinsipal, penyelenggara switching, penyelenggara kliring, penyelenggara penyelesaian akhir, penerbit, acquirer, payment gateway, penyelenggara dompet elektronik, penyelenggara transfer dana) dan penyelenggara Teknologi Finansial di Indonesia baik Bank dan Lembaga Selain Bank untuk memproses transaksi pembayaran dengan virtual currency, sebagaimana diatur dalam PBI 18/40/PBI/2016 tentang Penyelenggaraan Pemrosesan Transaksi Pembayaran dan dalam PBI 19/12/PBI/2017 tentang Penyelenggaraan Teknologi Finansial.
"Bank Indonesia sebagai otoritas di bidang Moneter, Stabilitas Sistem Keuangan dan Sistem Pembayaran senantiasa berkomitmen menjaga stabilitas sistem keuangan, perlindungan konsumen dan mencegah praktik-praktik pencucian uang dan pendanaan terorisme," jelas Agusman. (mag)Penjelasan Bank Indonesia Terkait Kondisi Ekonomi 2017
Kamis, 28/12/2017 18:06 WIBBank Indonesia (BI) mengungkapkan kondisi perekonomian Indonesia sepanjang 2017 meningkat dibandingkan periode 2015. Pertumbuhan ekonomi berada di kisaran 4,88%, kemudian 2016 5,02% dan kuartal III-2017 5,06%.
"Kita ikuti hingga kuartal III-2017, perbaikannya memang agak lambat tapi di kuartal III cukup baik, BI memperkirakan pertumbuhan ekonomi kita 2017 berada di 5,05%," kata Gubernur BI, Agus Martowardojo menyebutkan, dalam konferensi pers di Gedung BI, Jakarta, Kamis (28/12).
Dia menjelaskan, perbaikan ekonomi terlihat dari mulai meningkatnya investasi serta ekspor impor. Peningkatan impor terjadi karena dunia usaha sudah mulai mempersiapkan diri untuk pekerjaan berikutnya di tahun depan dan diharapkan bisa mendorong perekonomian yang lebih baik.
Agus menjelaskan, capaian Indonesia yang baik tahun ini adalah surplus pada neraca perdagangan yang mencapai US$ 12 miliar jumlah ini lebih tinggi dibandingkan periode November 2016 sebesar US$ 8,48 miliar.
Selain itu defisit neraca transaksi berjalan yang mulai membaik sejak periode 2013-2014 defisit sempat menyentuh 4,2% namun tahun ini diprediksi 1,65% dari gross domestic product (GDP).
Peningkatan rating utang Indonesia juga menjadi salah satu indikator mulai membaiknya perekonomian nasional. "Kami menyambut baik sejumlah rating agency yang meningkatkan status Indonesia menjadi investment grade. Kemudian Desember 2017 ini Fitch Rating menaikkan peringkat Indonesia menjadi BBB," ujar Agus.
Agus menjelaskan, cadangan devisa Indonesia tercatat US$ 125,9 miliar atau setara dengan 8,1 bulan impor dan pembayaran kewajiban Indonesia ke luar negeri. Dari sisi nilai tukar rupiah terhadap dolar AS, tahun 2017 ini memiliki volatilitas yang terjaga.
"Nilai tukar rupiah tahun lalu bisa dikatakan nomor 2 terbaik di bawah Jepang, apresiasi 2,25%. Volatilitas rupiah cenderung stabil sepanjang 2017 meskipun sempat ada tekanan eksternal pada kuartal IV, seperti AS yang meluncurkan paket kebijakan dan ketidakpastian pengganti Janet Yellen," ujar dia.
Kondisi stabilitas sistem keuangan tercermin pada rasio kecukupan modal (Capital Adequacy Ratio/CAR) perbankan yang cukup tinggi pada level 23,2% dan rasio likuiditas (AL/DPK) pada level 22,7% pada Oktober 2017.
Sementara itu, rasio kredit bermasalah (Non Performing Loan/NPL) berada pada level 2,96% (gross) atau 1,25% (net). Pertumbuhan kredit Oktober 2017 tercatat masih sebesar 8,16% (yoy), meski membaik dibandingkan September sebesar 7,86% (yoy). Namun demikian, pembiayaan ekonomi melalui pasar keuangan, seperti penerbitan saham, obligasi, dan medium term notes (MTN), terus tumbuh tinggi hingga mencapai 45,5% (yoy) pada Oktober 2017.
Sementara itu, pertumbuhan Dana Pihak Ketiga (DPK) pada Oktober 2017 tercatat 11,0% (yoy), menurun dibandingkan bulan sebelumnya 11,7% (yoy). Untuk keseluruhan 2017, DPK dan kredit diperkirakan tumbuh masing-masing sekitar 9,0% (yoy) dan 8,0% (yoy). (dtc/mfb)Ini Dia Aturan Biaya Isi Ulang Uang Elektronik
Jum'at, 22/09/2017 10:00 WIBJAKARTA, GRESNEWS.COM - Meski secara umum pemerintah tak akan mengenakan biaya atas isi ulang uang elektronik, namun Bank Indonesia (BI) tetap mengeluarkan aturan terkait pengenaan biaya isi ulang uang elektronik. Aturan itu tertuang dalam Peraturan Anggota Dewan Gubernur No.19/10/PADG/2017 tanggal 20 September 2017 tentang Gerbang Pembayaran Nasional/National Payment Gateway (PADG GPN).
Disebutkan transaksi isi ulang yang dikenakan biaya antara lain, pengisian ulang yang dilakukan melalui kanal pembayaran milik penerbit kartu. Misalnya pemilik kartu Flazz yang mengisi di mesin ATM BCA atau e-Money di Bank Mandiri lebih dari Rp200 ribu akan dikenakan biaya. Namun jika pengisian kurang dari Rp200 ribu tidak ada tarif yang dikenakan.
"Untuk pengisian dengan nilai di atas Rp200 ribu dikenakan biaya maksimal Rp750," kata Direktur Eksekutif Departemen Kominikasi BI, Agusman dalam keterangan tertulis, Kamis, (21/9).
Agusman menjelaskan, tarif ini akan diberlakukan setelah penyempurnaan ketentuan uang elektronik yang terbit pada 2014 lalu. Selanjutnya, dengan rata-rata nilai Top Up dari 96% pengguna uang elektronik di Indonesia yang tidak lebih dari Rp200 ribu ."Kebijakan skema harga Top Up diharapkan tidak akan memberatkan masyarakat," ujar dia.
Bank Indonesia (BI) juga mengeluarkan aturan untuk pembatasan biaya isi ulang uang elektronik atau e-money. Dalam aturan disebutkan untuk pengisian ulang yang dilakukan melalui kanal pembayaran milik penerbit kartu yang berbeda/mitra.
Sekadar informasi, saat ini mengisi ulang uang elektronik di halte Transjakarta dikenakan biaya Rp2.000 untuk masyarakat yang menggunakan uang cash. Di minimarket dikenakan biaya Rp1.000 per isi ulang. Kemudian isi ulang menggunakan jaringan ATM bersama dikenakan sama dengan biaya transfer antar bank sebesar Rp6.500.
Jadi, BI mengatur batas atas isi ulang melalui mitra bank tersebut. Pengisian ulang di mitra bank biayanya dibatasi maksimal Rp1.500. "Kebijakan skema harga ini mulai berlaku efektif 1 (satu) bulan setelah PADG GPN diterbitkan, kecuali untuk biaya Top Up On Us yang akan diberlakukan setelah penyempurnaan ketentuan uang elektronik," ujar Agusman.
Kemudian seluruh pihak dalam penyelenggaraan GPN wajib memenuhi aspek transparansi di dalam pengenaan biaya. Penetapan batas maksimum biaya Top Up Off Us uang elektronik sebesar Rp1.500 dimaksudkan untuk menata struktur harga yang saat ini bervariasi.
Untuk itu, penerbit yang saat ini telah menetapkan tarif di atas batas maksimum tersebut wajib melakukan penyesuaian. Bank Indonesia menetapkan kebijakan skema harga berdasarkan mekanisme ceiling price (batas atas). "Aturan ini juga dalam rangka memastikan perlindungan konsumen dan pemenuhan terhadap prinsip-prinsip kompetisi yang sehat, perluasan akseptasi, efisiensi, layanan, dan inovasi," imbuh dia.
Dengan adanya ketentuan batas atas pengenaan biaya, Bank Indonesia menilai kebijakan skema harga yang diatur akan menurunkan biaya transaksi masyarakat, mendorong peningkatan transaksi dan perluasan akseptasi. Bank Indonesia sewaktu-waktu dapat mengevaluasi kebijakan skema harga. (dtc/mag)
DPR: Tinjau Ulang Kebijakan Pungutan Isi Ulang E Money
Selasa, 19/09/2017 09:00 WIBJAKARTA, GRESNEWS.COM - Anggota Komisi XI DPR RI Heri Gunawan meminta agar Bank Indonesia meninjau ulang kebijakan pungutan atas isi ulang uang elektronik (e-money) sebesar Rp1.500-Rp2.000. "Etos masyarakat yang menggunakan e-money harusnya dikuatkan dengan perlindungan hak-haknya. Alasan penyediaan infrastruktur pembayaran uang elektronik jangan jadi tameng untuk mengambil pungutan tersebut," kata Heri seperti dikutip dpr.go.id, Senin (18/9).
BI, kata Heri, harus melihat masalah ini secara objektif. Kebijakan BI pun diimbau harus menguntungkan masyarakat. "Jangan bertindak seolah-olah menjadi bank komersil yang mencari untung. Sebab itu, BI mesti meninjau ulang kebijakan top up (isi ulang) tersebut. Kebijakan ini tidak sevisi dengan semangat cashless society yang gencar disosialisasikan oleh BI sendiri," terang Heri.
Seperti diketahui, pengunaan uang elektronik tidak hanya untuk mengakses jalan tol, tapi juga untuk semua jenis transaksi. Bank-bank yang menerbitkan uang elektronik mendapatkan dana murah dan bahkan gratis, karena uang elektronik tak berbunga.
Hitungan kasar dari jumlah kartu elektronik yang beredar sebanyak 64 juta kartu dan setiap kartu diasumsikan terisi Rp50 ribu sudah terkumpul dana sebesar Rp3,2 triliun. Menurut Heri, bukan masalah besar kecilnya, tetapi esensinya uang yang mengendap di bank bisa diputar dan pemilik kartu elektronik tidak mendapat bunga.
"Jika uang elektronik hilang menjadi tanggung jawab pemilik. Tidak seperti kartu debit yang jika hilang, uangnya masih ada. Uang elektronik juga tidak dijamin oleh Lembaga Penjamin Simpanan (LPS)," jelas Heri.Anggota F-Gerindra DPR ini mengatakan, Peraturan BI (PBI) tentang ini sebenarnya didorong oleh transaksi nontunai dalam pembayaran tol. Jika akhirnya, aturan pengenaan biaya ini hanya akan merugikan dan memberatkan masyarakat, maka sebaiknya peraturan ini tidak dilanjutkan untuk menjadi PBI.
Aturan ini, diyakini Heri, akan mendapat kecaman dan gugatan dari masyarakat. "Sekali lagi, itu hanya akan membuat kegaduhan baru di pemerintahan ini," pungkas Heri. (mag)
Pertumbuhan Kredit Perbankan Masih Lamban
Sabtu, 02/09/2017 09:00 WIBJAKARTA, GRESNEWS.COM - Gubernur Bank Indonesia (BI), Agus Martowardojo, menilai pertumbuhan kredit masih lambat jika dibandingkan dengan periode sebelumnya. Meski begitu, angka pertumbuhan kredit menunjukkan tren meningkat. Seperti dirilis BI, pertumbuhan kredit per Juli 2017 mencapai 7,9%. Angka ini lebih tinggi dibandingkan periode Juni 7,6%.
"Kalau pertumbuhan kredit masih di bawah dua digit, itu adalah kondisi yang perlu kita perhatikan. Karena kami mengharapkan kredit bisa tumbuh seperti tahun lalu," kata Agus di Gedung BI, Jumat (1/9).
Agus mengatakan, pertumbuhan kredit sejak awal tahun hingga akhir Juli baru mencapai 2,1%. Sehingga secara tahunan pertumbuhan kredit diproyeksi hanya bisa berada di levet 8% atau lebih, namun tidak bisa melewati 10%.
Dia menjelaskan, akibat lambatnya pertumbuhan, maka BI melakukan revisi target kredit. Awalnya 10%-12% menjadi 8%-10%. "Tapi kita harapkan tahun depan pertumbuhan bisa lebih baik yakni di kisaran 10% - 12% dan dana pihak ketiga 9%-11%," kata Agus.
Dari data uang beredar BI, jumlah kredit per Juli tercatat Rp4.494 triliun atau 7,9% year on year. Penyaluran kredit didorong oleh kredit modal kerja (KMK), kredit investasi (KI) dan kredit konsumsi (KI). Untuk kredit modal kerja tercatat Rp2.007 triliun. (dtc/mag)
FOTO: Laporan Keuangan Bank Indonesia
Senin, 25/05/2015 19:30 WIBLaporan posisi keuangan BI per 31 Desember 2014 sebesar Rp1.812,8 triliun, BI membukukan surplus setelah pajak sebesar Rp41,2 triliun dan atas surplus tersebut BI telah memenuhi kewajiban pajak PPh Ps.29 sebesar Rp13,87 triliun sementara rasio modal 2014 sebesar 7,74 persen.
Tujuh Tugas Buat Deputi Senior BI
Selasa, 24/06/2014 23:00 WIBMirza Adityaswara berjanji akan memberi kemampuan terbaiknya dalam menjalankan amanat sebagai Deputi Gubernur Senior BI. Salah satu target utama adalah menjaga fundamental perekonomian dengan sebaik-sebaiknya dan menjaga inflasi.
Mirza Adityaswara Terpilih Kembali Sebagai Deputi Gubernur Senior BI
Selasa, 17/06/2014 09:00 WIBAkan tetapi, pemutusan kembali Mirza Adityaswara sebagai DGS disertai dengan beberapa catatan. Komisi XI memberikan tujuh catatan yang harus dilaksanakan oleh DGS Bank Indonesia.
Ini Alasan Bank Indonesia Biarkan Rupiah Anjlok
Selasa, 10/06/2014 10:16 WIBKomisi XI DPR RI pertanyakan peran otoritas moneter Bank Indonesia dalam mengawal pergerakan nilai tukar Rupiah.
Gubernur BI Kalah atas Dirut BPR Gunung Kawi
Selasa, 03/09/2013 14:34 WIBKasus bermula pada 8 Februari 2011 saat Guberur BI mengeluarkan SK tentang hasil fit and proper test yang menyatakan keduanya tidak lulus untuk menjadi pucuk pimpinan bank perkreditan rakyat ini.
BI Surplus Rp23,07 Triliun dalam Realisasi ATBI
Selasa, 27/11/2012 17:23 WIBBank Indonesia berhasil mencatatkan surplus mencapai Rp23,07 triliun per Oktober 2012, dalam realisasi Anggaran Tahunan Bank Indonesia (ATBI), surplus tersebut sebagian besar berasal dari keuntungan pengelolaan devisa.