JAKARTA - Omnibus Law UU Cipta Kerja yang disahkan dalam Rapat Paripurna DPR, Senin (5/10/2020) petang, diprotes massa hingga menimbulkan aksi unjuk rasa di Jakarta dan sejumlah daerah seperti Lampung, Surabaya, Medan, Yogyakarta, dan Bandung. Peserta aksi beragam mulai dari mahasiswa, buruh, hingga masyarakat umum.

Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) juga mengecam UU Cipta Kerja yang di dalamnya terdapat klaster pendidikan. Padahal klaster pendidikan dan kebudayaan sebelumnya dijanjikan oleh pemerintah dan DPR untuk dihapus karena dinilai bertentangan dengan esensi pendidikan.

"Ini berpotensi menjadi jalan masuk kapitalisasi pendidikan," kata Sekretaris Jenderal FSGI Heru Purnomo kepada Gresnews.com, Kamis (8/10/2020).

Kapitalisasi pendidikan itu terdapat dalam Pasal 26 yang memasukkan entitas pendidikan sebagai sebuah kegiatan usaha.

Masalah lainnya juga timbul pada Pasal 65 yang menjelaskan pelaksanaan perizinan pada sektor pendidikan dapat dilakukan melalui Perizinan Berusaha. Menurut Heru, pasal itu mengarahkan pada liberalisasi sektor pendidikan karena menyamakan perizinan pendidikan dengan izin usaha.

Pada Ayat (2) disebutkan ketentuan lebih lanjut pelaksanaan perizinan pada sektor pendidikan diatur dengan Peraturan Pemerintah (PP). 

Heru menegaskan keberadaan pasal ini sama saja dengan menempatkan pendidikan sebagai komoditas yang diperdagangkan.

Pasal 1 huruf d UU Nomor 3 Tahun 1982 tentang Wajib Daftar Perusahaan, mendefinisikan "usaha" sebagai setiap tindakan, perbuatan atau kegiatan apapun dalam bidang perekonomian, yang dilakukan oleh setiap pengusaha untuk tujuan memperoleh keuntungan dan atau laba.

Jadi kalau pelaksanaan perizinan pada sektor pendidikan dilakukan melalui Perizinan Berusaha sebagaimana dimaksud dalam UU Cipta Kerja, berarti menempatkan pendidikan untuk mencari keuntungan. "Padahal pendidikan adalah usaha sosial bukan untuk mencari keuntungan," katanya.

Hal itu jelas-jelas bertentangan dengan Pembukaan UUD 1945 yang menyatakan salah satu tujuan negara adalah untuk mencerdaskan kehidupan bangsa dan Pasal 31 UUD 1945 bahwa pendidikan itu merupakan hak yang dimiliki oleh setiap warga dan negara wajib memenuhinya dalam kondisi apapun. Ia menilai sektor pendidikan akan direduksi menjadi aktivitas industri dan ekonomi.

Sementara itu Menteri Koordinator bidang Perekonomian Airlangga Hartarto dalam wawancara dengan CNBC Indonesia TV seperti dikutip Kamis (8/10/2020) mengaku tahu pihak-pihak yang membiayai aksi demo itu. "Sebetulnya pemerintah tahu siapa behind demo itu. Kita tahu siapa yang menggerakkan, kita tahu siapa sponsornya," ucapnya.

Airlangga pun mengingatkan saat ini masih dalam penerapan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) untuk mencegah penyebaran COVID-19. Oleh karena itu pemerintah sudah meminta petugas untuk menindak para pendemo sesuai dengan aturan PSBB.

"Dalam PSBB sudah jelas aturannya dan pemerintah sudah berbicara dengan aparat untuk melakukan tindakan tegas. Karena ini tidak hanya membahayakan kepada diri sendiri, tetapi kepada masyarakat sekitar," tuturnya.

Airlangga juga menyinggung pihak yang dituding sebagai sponsor aksi demo penolakan UU Omnibus Law Cipta Kerja. Menurutnya mereka memiliki ego sektoral yang tinggi tanpa memikirkan nasib massa yang turun ke jalan. (G-2)

BACA JUGA: