JAKARTA - Amnesty International Indonesia mengeluarkan pernyataan sikap atas penangkapan delapan anggota Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI) sejak Jumat (9/10/2020) hingga hari ini. Amnesty menilai penangkapan mereka mengancam kebebasan berpendapat.

Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia Usman Hamid mengatakan penangkapan dilakukan untuk menyebar ketakutan di antara mereka yang mengkritik pengesahan Undang-Undang Omnibus Cipta Kerja.

"Di sisi lain, penangkapan ini menunjukkan bahwa kebebasan berekspresi di negara ini sedang terancam dan bisa dilihat sebagai upaya untuk mengintimidasi oposisi dan mereka yang mengkritik rezim yang sedang berkuasa," kata Usman kepada Gresnews.com, Selasa (13/10/2020).

Menurut Usman, sangat mengkhawatirkan bahwa mereka ditangkap dengan dugaan pelanggaran UU Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan UU Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE). Negara harus menghentikan segala bentuk intimidasi terhadap mereka yang mengkritik dan memastikan penghormatan penuh terhadap hak asasi manusia (HAM) bagi siapa saja, termasuk pihak oposisi.

"Justru dengan langkah ini, Presiden Jokowi telah melanggar janjinya sendiri untuk melindungi hak asasi manusia. Pihak berwenang harus segera membebaskan ketiganya, yang dijerat hanya karena mempraktekkan kebebasan berbicara, dengan tanpa syarat," jelasnya.

Usman menuturkan, hingga Selasa pagi, Polri telah menahan Jumhur Hidayat, Anton Permana dan Syahganda Nainggolan dari Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI).

Pada Senin, kata Usman, Polda Sumatera Utara (Sumut) menangkap empat anggota KAMI terkait aksi protes Omnibus Law Cipta Kerja. KAMI sendiri mendeklarasikan diri pada Agustus 2020, awalnya didirikan untuk menanggapi apa yang mereka sebut sebagai kegagalan pemerintahan Jokowi dalam menangani pandemi COVID-19.

"Selama beberapa hari terakhir, KAMI begitu keras mengkritik Omnibus Law Cipta Kerja. Salah satu pendirinya, Din Syamsuddin, mengatakan kepada media bahwa undang-undang tersebut berpotensi menimbulkan kegaduhan nasional dan disahkan tanpa konsultasi yang memadai," terangnya.

"Amnesty International Indonesia mencatat 49 kasus dugaan intimidasi dan peretasan digital terhadap mereka yang aktif mengkritik pemerintah, sejak bulan Februari," pungkasnya.

Sementara itu Koordinator Riset Imparsial Ardi Manto Adiputra mengatakan dirinya belum tahu persis alasan penangkapan tokoh-tokoh KAMI tersebut, baru sebatas isu soal penyebaran hoaks Omnibus Law.

"Jika itu benar alasannya, maka polisi terlalu berlebihan merespons dinamika soal Omnibus Law ini, yang bahkan baru hari ini naskah finalnya dikirim oleh DPR," kata Ardi kepada Gresnews.com, Selasa (13/10/2020).

Lanjut Ardi, jelas bahwa tindakan tersebut melanggar kebebasan berekspresi dan berpendapat yang dijamin konstitusi.

"Pemerintah dan polisi seharusnya merespon kritik ini secara baik dengan membuka naskah UU Omnibus tersebut kepada publik dan mendengarkan aspirasi mereka," tandasnya.

Sebelumnya polisi melakukan serangkaian penangkapan terhadap 8 anggota dan petinggi Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI) di Medan dan Jakarta. Polisi menyebut 5 orang di antaranya telah ditetapkan sebagai tersangka.

Untuk diketahui, sebanyak 4 anggota KAMI ditangkap di Medan, Sumatera Utara. Sementara 4 orang lain, yaitu Anton Permana, Syahganda Nainggolan, Jumhur Hidayat, dan seorang perempuan bernama Kingkin (KA), ditangkap di Jakarta dan sekitarnya.

Karo Penmas Divisi Humas Polri Brigjen Awi Setiyono menyebut 4 orang yang ditangkap di Medan telah ditetapkan sebagai tersangka. Selain itu, tersangka lain dari penangkapan di Jakarta dan sekitarnya, yang salah satunya adalah KA yang ditangkap di Tangerang Selatan.

"Yang sudah 1x24 jam sudah menjadi tersangka, tapi yang masih belum, masih proses pemeriksaan hari ini, karena ada juga 1 orang tidak mau diperiksa karena menunggu pengacaranya, ya kita tunggu," kata Awi dalam konferensi pers, Selasa (13/10/2020).

"Yang di Medan sudah, semuanya sudah ditahan. Dan semua ditarik untuk pemeriksaannya di Bareskrim Mabes Polri. Yang Jakarta yang (ditangkap) tanggal 12 ini berarti sudah lebih dari 1x24 jam, yang 1, yang 2 belum, kemudian 1 lagi yang Tangsel ini sudah lebih, sudah ditahan," lanjut dia.

Mereka dikenakan pasal dalam UU ITE serta pasal penghasutan dalam KUHP. Awi menjelaskan pasal-pasal yang menjerat para anggota dan petinggi KAMI hingga ditangkap aparat kepolisian.

"Mereka dipersangkakan melanggar setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan terhadap individu atau kelompok tertentu berdasarkan atas SARA dan/atau penghasutan," kata Awi.

"Jadi, sesuai Pasal 45A ayat 2 UURI No 19 Tahun 2016 tentang ITE dan/atau Pasal 160 KUHP tentang Penghasutan," ujarnya.

Awi juga menjelaskan, ancaman hukuman bagi anggota KAMI yang ditangkap. Mereka terancam hukuman 6 tahun penjara. Untuk penghasutannya di Pasal 160 KUHP ancaman pidananya adalah 6 tahun pidana penjara," jelasnya. (G-2)

BACA JUGA: