JAKARTA- Sidang lanjutan kasus PT Asuransi Jiwasraya (Persero) kembali digelar pada Rabu (16/9/2020) di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.

Jaksa Penuntut Umum (JPU) menghadirkan tiga orang saksi ahli, yakni ahli hukum pidana Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta Mudzakir, ahli keuangan negara Eko Sambodo, dan dosen Yayasan Internal Audit Saleh Basyir.

Terdakwa yang hadir Direktur Utama PT Hanson Internasional Tbk Benny Tjokrosaputro (Bentjok), Presiden Komisaris PT Trada Alam Minera Tbk Heru Hidayat, dan Direktur PT Maxima Integra Joko Hartono Tirto.

JPU Ahmad Roni mempertanyakan perbedaan dari tindak pidana korupsi dan tindak pidana pencucian uang kepada Mudzakir.

Pertanyaan jaksa, bila seseorang bernama A terbukti melakukan tindak pidana korupsi dan diduga juga melakukan tindak pidana pencucian uang, namun si A tidak ada upaya untuk menyembunyikan atau menyamarkan asal usul dari harta yang diperoleh dari hasil korupsi tersebut. Ia malah memakai secara terang-terangan uang hasil korupsinya untuk membiayai usahanya, membangun proyek dan sebagainya. Apakah hal seperti itu dapat digolongkan sebagai tindak pidana pencucian uang?

"Mengingat dalam Pasal 3 UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang, unsur utama TPPU adalah tujuan menyembunyikan atau menyamarkan asal-usul harta kekayaan," kata Roni dalam persidangan yang diikuti Gresnews.com, Rabu (16/9/2020).

Mudzakir menjawab unsur utama tindak pidana pencucian uang adalah menyembunyikan asal-usul harta kekayaan. Lazimnya harta tersebut berasal dari hasil kejahatan. "Sehingga asal-usul itu tidak diketahui dan berubah seolah menjadi harta kekayaan yang sah," kata dia.

Dalam kasus ini bila tidak ada maksud untuk menyembunyikan dan sebagainya dan juga tidak ada perbuatan nyata maka terlalu berlebihan bila dimasukkan sebagai tindak pidana pencucian uang. "Kalau menurut kami adalah itu tidak termasuk tindak pidana pencucian uang," ujarnya.

Tetapi, tegasnya, itu adalah bagian dari menikmati hasil tindak pidana. Karena orang yang berbuat jahat adalah untuk maksud menikmati hasil tindak pidana.

"Meskipun dengan cara-cara yang tadi dikatakan bahwa karena tidak ada apapun menyembunyikan meskipun diubah bentuknya dari uang menjadi tanah, dari uang menjadi rumah, misalnya begitu," jelasnya.

Jadi menurutnya, itu tetap harus dikualifikasi sebagai penikmatan hasil tindak pidana. Maka tindakan hukumnya bukan dengan menggunakan pasal TPPU. Tapi tindakan hukumnya cukup dengan melakukan penyitaan.

Dalam tindak pidana yang bersangkutan terhadap hasil tindak pidana dilakukan penyitaan lewat juru sita. Nanti juru sita melakukan penyitaan dapat disesuaikan menggunakan asas pemulihan kerugian hipotik kerugian keuangan negara. "Jadi cukup dilakukan penyitaan, tidak bisa dilakukan dengan tujuan menyembunyikan. Berarti tidak bisa diterapkan dengan TPPU," katanya.

Sementara itu menurut penasihat hukum Heru Hidayat dan Joko Hartono Tirto, Aldres, ahli sudah menjelaskan kesaksian yang meringankan terdakwa.

Ada ahli yang sudah pernah bekerja di Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK) menjelaskan bahwa kalau sahamnya masih dimiliki Jiwasraya. Unit penyertaannya masih dimiliki Jiwasraya dan belum dijual maka belum dapat dikatakan ada kerugian negara.

"Bukan berarti pembelian itu rugi. Kan Jiwasraya dapat saham, dapat unit penyertaan. Itu inti keterangannya sehingga belum ada kerugian yang nyata dan pasti. Karena jumlah saham Jiwasraya tidak berkurang, jumlah unit penyertaan Jiwasraya pada reksa dana tidak berkurang," kata Aldres usai sidang kepada Gresnews.com, Rabu (16/9/2020).

Lanjut Aldres, kalau berkurang nilainya, memang saham dan reksa dana nilainya fluktuatif. "Itu belum nyata dan pasti kerugian negara dalam perkara ini," jelasnya.

Sementara, kata Aldres, dari ahli hukum pidana mengatakan bahwa kerugian negara itu harus nyata dan pasti. Kalau tidak nyata dan pasti bukan kerugian negara namanya.

Kemudian ahli juga menyatakan bahwa kalau bilang uang negara sekian triliun menjadi memperkaya seseorang jangan cuma buktikan uang negara keluar. Buktikan juga uang negara mengalir ke para terdakwa itu.

"Nah dalam perkara ini penuntut umum tidak pernah membuktikan aliran uang dari Jiwasraya kepada Heru Hidayat dan Benny Tjokrosaputro," tandasnya. (G-2)

BACA JUGA: