JAKARTA - Komisaris Utama PT Trada Alam Minera Tbk, Heru Hidayat membantah tudingan Jaksa Penuntut Umum (JPU) menikmati aliran dana hingga Rp10 triliun dari PT Asuransi Jiwasraya (Persero) yang disampaikan Jaksa Penuntut Umum (JPU). Terlebih JPU tak dapat membuktikan adanya aliran uang tersebut ke Heru.

"Itulah yang menjadi pedoman saya dalam menghadapi perkara ini. Dari pedoman tersebut timbul pemikiran bahwa jika saya dituduh mendapat Rp 10 triliun lebih, maka harus ada bukti yang menunjukkan aliran uang sebanyak itu sampai kepada saya," kata Heru dalam persidangan dengan agenda pembacaan Pledoi di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, yang diikuti oleh Gresnews.com, Kamis (22/10/2020).

Lanjut Heru, sepanjang persidangan, para saksi baik dari Jiwasraya, para Manajer Investasi (MI) maupun broker, tidak ada yang mengatakan pernah memberi uang sampai Rp 10 triliun kepadanya. Bahkan Ahli dari BPK pun mengatakan hanya menghitung uang yang keluar dari Jiwasraya.

Menurut Heru, BPK telah mengatakan bahwa hitungan tersebut diperoleh dari selisih uang yang dikeluarkan Jiwasraya dengan nilai dari saham dan reksadana per tanggal 31 Desember 2019.

"Dimana uang tersebut keluar kepada Manajer Investasi dan digunakan untuk membeli saham, tidak pernah menyatakan adanya uang dari Jiwasraya yang mengalir sampai ke Saya," jelasnya.

Menurut Heru, Kalau memang dia dituduh menikmati uang Jiwasraya tersebut, kenapa ada sebuah perusahaan Manajer Investasi terkenal dalam perkara ini yang telah mengembalikan atau menitipkan uang ke Kejaksaan.

"Berkali-kali ditunjukkan slide yang berisi detail transfer uang dari orang-orang yang katanya nominee Saya, padahal dalam persidangan ini telah terungkap bahwa orang-orang tersebut bukan nominee Saya, melainkan Nominee dari Piter Rasiman," terangnya.

Lalu, kata Heru, ada email yang katanya dari dirinya kepada Benny Tjokrosaputro, yang isinya meminta agar ditransfer uang ratusan miliar ke beberapa rekening atas nama orang lain. Anehnya email itu dianggap sebagai bukti bahwa dirinya pernah menerima uang tersebut.

Padahal selama persidangan tidak ada saksi maupun dirinya atau Benny yang membenarkan isi email tersebut. Bahkan tidak ada respon dan jawaban atas email tersebut. Selain itu, tidak sekalipun ditunjukkan adanya bukti transfer atas email tersebut dalam persidangan ini.

"Hal ini membuat Saya bingung karena selain email itu tidak pernah ada bukti yang menunjukkan transfer uang ratusan miliar dari Benny kepada saya maupun orang-orang yang namanya disebutkan dalam email," tuturnya.

Lalu, Heru menuturkan, dalam tuntutan JPU, email tersebut dijadikan bukti bahwa dirinya menerima uang ratusan miliar dari Benny. Bukankah jika orang dituduh menerima transfer dapat dan harus dibuktikan dengan slip transfer atau rekening korannya?

Selain itu, Heru mengatakan bahwa dalam tuntutan, Ia dikatakan telah memberi uang atau memperkaya pihak-pihak lain, tapi orang-orang yang katanya Heru perkaya itu membantahnya. Bahkan mengatakan sebaliknya dan tidak ada bukti pemberian darinya.

"Lagi-lagi, saya teringat pedomannya, bicara hukum itu bicara bukti. Jika tidak ada buktinya berarti tidak terbukti," ujarnya.

Kemudian, kata Heru mengenai mengendalikan dan mengatur 13 Manajer Investasi melalui Joko Hartono Tirto. Dalam persidangan ini terbukti Joko Hartono Tirto menyatakan Heru tidak tahu menahu dan tidak terkait mengenai urusan dengan Jiwasraya.

"Bahkan tidak satupun Manajer Investasi yang dihadirkan dalam persidangan ini menyatakan pernah berhubungan dan berkomunikasi dengan saya. Lalu bagaimana cara saya mengatur dan mengendalikannya?," ungkapnya.

Heru menceritakan usaha yang telah dirintis selama ini, sehingga perusahaan-perusahaan tersebut saat ini telah menjadi perusahaan publik, antara lain seperti IIKP, TRAM, dan SMRU.

Karena telah menjadi Perusahaan Publik, maka saat ini perusahaan-perusahaan tersebut tidak sepenuhnya menjadi miliknya. Heru hanya bagian kecil dari masyarakat pemegang saham dalam perusahaan-perusahaan tersebut. Sehingga dengan disuspend dan disitanya perusahaan-perusahaan tersebut, masyarakatlah yang paling banyak dirugikan.

"Perusahaan-perusahaan yang saya bangun dengan jerih payah dan susah payah, antara lain IIKP dan PT. Gunung Bara Utama (GBU) dituntut untuk dirampas sebagai pengganti kerugian Jiwasraya, bahkan dikatakan saya peroleh dengan uang dari Jiwasraya," imbuhnya.

Bahkan, kata Heru, ada perusahaan yang belum menjadi miliknya, yaitu PT Batutua Way Kanan Minerals (BWKM) ikut juga dituntut untuk dirampas. Dimana tidak pernah ada buktinya dan tidak pernah dibuktikan uang dari Jiwasraya mengalir ke perusahaan tersebut.

"Dengan pedoman bicara hukum itu bicara bukti, tentu tuntutan perampasan perusahaan-perusahaan tersebut seharusnya tidak dikabulkan," tegasnya.

Karena, lanjut Heru, bagaimana bisa mengatakan perusahaan-perusahaan itu Ia peroleh dari kejahatan, jika aliran dananya saja tidak terbukti. Apa cukup dengan mengatakan karena ini perkara korupsi maka jika sulit dibuktikan di persidangan berarti dakwaannya telah terbukti?

Bukankah seharusnya bukti itu tetap harus ada, sesulit apa pun itu? Apalagi saat ini perusahaan-perusahaan tersebut juga adalah milik publik.

Heru menambahkan, bahwa sejak awal persidangan, ketika didakwa melakukan korupsi dan pencucian uang yang merugikan Jiwasraya, maka secara awam dan sederhana Ia memahami bahwa yang harus dibuktikan di sini adalah apakah ada uang investasi Jiwasraya yang sampai ke dirinya.

Dalam persidangan demi persidangan yang dijalaninya, Ia terus menunggu buktinya, bahkan sampai saat ini. Bagaimana uang Jiwasraya yang belasan triliun itu bisa sampai ke dirinya? Bukankah semua MI dan broker mengatakan uangnya dipakai beli saham? Pembelian saham mana yang dibeli dari dirinya?

Dalam persidangan yang dikatakan saham-saham miliknya adalah TRAM, IIKP, dan SMRU. Namun telah terungkap dalam persidangan ini melalui Saksi Seto Satriantoro dari OJK, saham-saham yang dimiliki Jiwasraya secara langsung maupun berada dalam Reksadana mayoritas dibeli dari masyarakat.

"Jika beli dari masyarakat, kenapa dituduh saya yang mendapat uang dan menikmatinya? Sehingga dengan keawaman saya di dunia Hukum, saya pernah menyampaikan dalam persidangan ini akan menjadikan BAP Saksi Seto Satriantoro tersebut sebagai bukti dalam Nota Pembelaan dari Penasihat Hukum Saya," terangnya.

Ia berharap, Majelis Hakim dapat mengabulkan permohonannya, agar bisa mendapatkan kesempatan untuk dapat berbuat yang lebih baik lagi bagi keluarganya, karyawannya, dan seluruh masyarakat.

Pada persidangan sebelumnya, Jaksa menuntut Heru Hidayat dengan penjara seumur hidup. Dan membayar denda senilai Rp5 miliar subsider 1 tahun kurungan.

Heru dituding melakukan tindak pidana pencucian uang (TPPU) dengan menyamarkan asal-usul uang yang dikorupsinya dari hasil pengendalian saham PT Asuransi Jiwasraya, salah satunya bermain kasino dan membuat kapal pinisi.

Heru dinyatakan melanggar Pasal 2 Ayat 1 juncto Pasal 18 ayat (1) huruf b, ayat (2) dan ayat (3) Undang-Undang No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU No 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana.

Heru juga diminta membayar uang pengganti Rp 10.728.783.375. Jika Ia tidak membayar, asetnya akan disita hingga cukup membayar uang pengganti. (G-2)

BACA JUGA: