JAKARTA - Setelah dinyatakan sembuh dari COVID-19, dua terdakwa perkara tindak pidana korupsi PT Asuransi Jiwasraya langsung menjalani sidang tuntutan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Kamis malam (15/10/2020). Mereka adalah Direktur Utama PT Hanson International Tbk Benny Tjokrosaputro (Bentjok) dan Komisaris Utama PT Trada Alam Minera Tbk Heru Hidayat.

Mereka mendengarkan tuntutan dari Rumah Tahanan (Rutan) masing-masing.

Ketua Tim Jaksa Penuntut Umum Bima Suprayoga mengatakan Benny Tjokro di Rutan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Kavling K4, Heru Hidayat di Rutan KPK Kavling C1. Sedangkan Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Kejaksaan Agung (Kejagung) membacakan tuntutannya dari Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) PN Jakpus.

"Mereka sidang di Rutan karena kemarin baru sembuh (COVID-19)," kata Bima dalam persidangan yang diikuti oleh Gresnews.com, Kamis (15/102020).

Sebelum persidangan virtual dimulai, Ketua Majelis Hakim Rosmina menanyakan kondisi kesehatan kepada keduanya, memastikan sanggup menjalani sidang tuntutan.

"Kedua terdakwa sehat ya?" tanya Rosmina.

"Sehat, yang mulia," jawab keduanya.

Sidang tuntutan ini sebelumnya dijadwalkan pada 24 September 2020. Namun keduanya terkonfirmasi positif COVID-19 maka sidang ditunda hingga kondisi kesehatannya pulih. Dalam dua hari terakhir, Heru dan Benny Tjokro sudah dinyatakan sehat.

"Disampaikan tanggal 13 Oktober 2020 yang menyatakan dua terdakwa Asuransi Jiwasraya Bentjok dan Heru sudah sehat dan telah dikembalikan ke tahanan," sebut Humas Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Bambang Nurcahyono dalam keterangan resminya.

Dalam surat tuntutan disebutkan keduanya bersama dengan empat terdakwa lainnya melakukan korupsi yang merugikan keuangan negara senilai Rp16.807.283.375.000 sebagaimana laporan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) pada 9 Maret 2020.

Empat orang terdakwa lain pada Senin (13/10) sudah menjalani sidang pembacaan vonis. Mereka divonis hukuman seumur hidup.

Keempatnya yaitu Direktur Keuangan Jiwasraya periode Januari 2013-2018 Hary Prasetyo, Direktur Utama PT Asuransi Jiwasraya 2008-2018 Hendrisman Rahim, Kepala Divisi Investasi dan Keuangan Jiwasraya 2008-2014 Syahmirwan dan Direktur PT Maxima Integra, Joko Hartono Tirto.

Jaksa menjelaskan, Bentjok adalah pihak yang mengatur dan mengendalikan instrumen pengelolaan investasi saham dan Reksa Dana PT AJS pada 2012-2018.

Benny juga pemilik dan pengendali perusahaan lain, seperti PT Pelita Indo Karya, PT Royal Bahana Sakti, PT Surya Agung Maju, PT Buana Multi Prima, PT Lentera Multi Persada, PT Mandiri Mega Jaya, dan beberapa perusahaan lainnya.

Sejak 2008 sampai dengan 2018, Jiwasraya telah mengumpulkan dana dari hasil produk PT AJS berupa produk non saving plan, produk saving plan, maupun premi korporasi yang keseluruhan bernilai kurang lebih Rp91.105.314.846.726,70.

Pengumpulan dana tersebut, kemudian Jiwasraya melakukan investasi dengan membeli saham-saham dan Medium Term Note (MTN) yang dijadikan portofolio PT AJS secara langsung dalam bentuk Kontrak Pengelolaan Dana (KPD), Reksa Dana Penyertaan Terbatas (RDPT) maupun reksa dana konvensional yang telah diatur dan di bawah kendali Heru Hidayat melalui Joko Hartono Tirto.

Pengaturan dan pengendalian investasi saham dan Reksa Dana PT AJS itu terjadi karena ada kesepakatan dengan Hendrisman Rahim, Harry Prasetyo dan Syahmirwan.

Dalam prosesnya, jaksa menjelaskan bahwa Joko Hartono Tirto mengendalikan counter party produk tersebut menggunakan jasa Direktur Utama PT Himalaya Energi Perkasa, Piter Rasiman melalui Moudy Mangkey.

Atas perbuatan itu Benny Tjokro dan Heru Hidayat diuntungkan hingga Rp16.807.283.375.000. Uang tersebut diterima Benny dan Heru melalui rekening atas nama Benny, Heru dan beberapa nama nominee dan ditempatkan menjadi sejumlah bentuk.

Jaksa menjelaskan bahwa Benny Tjokro telah terbukti menikmati uang sebesar Rp6.078.500 000.000 sedangkan Heru Hidayat memperoleh keuntungan Rp10.728.783.375.000.

Dari semua keuntungan tersebut, jaksa menyebut Heru Hidayat dan Benny Tjokro telah menyamarkan, menempatkan, mengalihkannya atau merubah bentuk.

Heru menyamarkan duit itu dengan membeli tanah dan bangunan seluas 779m² di Kebayoran Baru, Jakarta Selatan; tanah dan bangunan seluas 345m² di Jalan Patal Senayan Nomor 23, Jakarta Selatan; dan tanah dan bangunan seluas 345m² di Patal Senayan Nomor 23 B, Jakarta Selatan.

Jaksa mengatakan Heru juga membeli tanah atas nama Utomo Puspo Suharto. Secara rinci tanah yang dibeli atas nama Utomo Puspo Suharto yakni Tanah dan bangunan seluas 660m² di Menteng, Jakarta Pusat; tanah dan bangunan di Bumi Serpong Damai (BSD) seharga Rp1,5 miliar yang kemudian dijual kembali Joko Hartono Tirto senilai Rp2,5 miliar; dan tanah dan bangunan di Alam Sutra seharga Rp1,3 miliar yang kemudian dijual kembali oleh Joko Hartono Tirto dengan harga penjualan senilai Rp2 miliar.

Heru, dikatakan jaksa, juga menyamarkan harta kekayaan dengan membeli sejumlah kendaraan. Rinciannya, 1 unit mobil Landrover; 2 unit mobil Toyota Vellfire 2.5G A/T atas nama Ratnawati Wiharjo; 1 unit mobil Lexus RX 300 Luxury 4x2 atas nama PT Halimas Mandiri; dan 1 unit mobil merk Toyota atas nama PT Inti Kapuas Internasional.

Heru melakukan pembelian dengan menukarkan uang hasil tindak pidana korupsi ke dalam valuta asing (valas) dan melakukan pembelian dengan tujuan untuk menyamarkan asal usul harta kekayaan dengan cara mengakuisisi (mengambil alih kepemilikan) sejumlah perusahaan.

Perusahaan yang diakuisisi dengan duit panas itu adalah PT SMR Utama Tbk (SMRU), membeli aset-aset perusahaan atas nama PT Gunung Bara Utama, dan akuisisi PT Batutua Way Kanan Minerals.

Jaksa menyebut Heru juga memberikan sejumlah uang kepada anaknya, Joanne Hidayat, untuk membeli unit Apartemen Casa de Parco tipe studio yang dibeli pada tahun 2014 dan 1 unit apartemen Senopati Suite 2 unit lantai 6 tipe 3 bedroom perolehan tahun 2019.

Selain itu Heru juga disebut menggunakan uang korupsinya untuk berjudi di kasino dengan menggunakan rekening orang lain atas nama Freddy Gunawan dengan jumlah sekitar Rp35 miliar.

Sementara Benny Tjokro menggunakan uang korupsinya untuk membeli tanah di Maja, Kabupaten Lebak Banten, membayar bunga Mayapada, membeli saham dan membayar kepada nominee Terdakwa Benny atas nama PO Saleh yang dikendalikan Jimmy Sutopo.

Kemudian, pada April 2016 Benny telah menempatkan dan mentransfer uang hasil jual beli saham sejumlah Rp75 miliar pada Bank Mayapada atas nama Budi Untung S.

Jaksa mengungkapkan pencucian uang yang dilakukan oleh Benny juga berupa pembelian tanah di Kuningan, Jakarta Selatan.

Pada 2015, kata Jaksa, Benny membuat kesepakatan dengan Tan Kian selaku pemilik PT Metropolitan Kuningan Properti untuk pembangunan apartemen dengan nama South Hill.

"Pada saat proses pembangunan tersebut dilakukan penjualan secara pre-sale di mana hasil penjualan tersebut terdakwa telah menerima pembayaran sebesar Rp400 miliar dan Tan Kian menerima Rp1 triliun," ucap Jaksa.

Jaksa menambahkan, terdapat pembagian hasil penjualan apartemen yang belum terjual disepakati terdakwa Benny yang mendapat bagian 70 persen dan Tan Kian memperoleh 30 persen.

Benny juga menerima bagian berupa 95 unit apartemen dan mengatasnamakan unit properti tersebut dengan nama orang lain antaranya Dicky Tjokrosaputro dan istrinya sebanyak 41 unit.

Selain itu, Benny juga menyembunyikan dan menyamarkan hasil kekayaan untuk membeli empat unit apartemen di Singapura. Rinciannya satu unit di St. Regis Residence dengan harga SGD5.693.300 dan tiga unit di One Shenton Way dengan cara kredit dengan jangka waktu kredit selama 30 tahun, dengan pembayaran cicilan sebagian dari hasil tindak pidana korupsi dalam pengelolaan saham dan Reksa Dana PT AJS.

Benny yang juga merupakan pemilik PT Blessindo Terang Jaya (perusahaan properti) pada tahun 2016 melakukan pembangunan perumahan dengan nama Forest Hill mengatasnamakan bangunan berupa rumah toko (ruko) yang sudah terbangun sebanyak 20 unit atas nama Caroline.

Pada 2017, Benny telah menempatkan uang hasil jual beli saham sejumlah Rp2.203.097.052.781 untuk membeli tanah melalui beberapa perusahaan milik/ dikendalikan. Ada pun perusahaan itu di antaranya PT Hanson International Tbk, PT Mandiri Mega Jaya dan PT Armidian Karyatama.

Benny, pada 2018 kembali menempatkan uang hasil jual beli saham Rp3.048.571.298.086 untuk membeli tanah melalui beberapa perusahaan milik/ dikendalikan oleh dirinya sendiri atau atas nama orang lain.

Pada kurun waktu 2015-2018, Benny telah menukarkan uang yang berasal dari tindak pidana korupsi dengan mata uang asing sebanyak 78 kali transaksi yang dilakukan di Money Changer PT Cahaya Adi Sukses Hutama dengan menggunakan rekening pribadi dan perusahaan PT Pelita Indo Karya dan PT Royal Bahana Sakti.

Jumlah total transaksi jual valuta asing yang dilakukan terdakwa dalam kurun waktu 2015 sampai dengan 2018 sebesar Rp38.619.434.500 dan transaksi beli valuta asing sebesar Rp158.629.729.585.

Bentjok dituntut seumur hidup, denda Rp5 miliar subsider 1 tahun kurungan. Uang pengganti Rp6.078.500.000.000 subsider 10 tahun kurungan.

Heru Hidayat dituntut seumur hidup denda Rp5 miliar subsider 1 tahun kurungan. Ditambah Uang Pengganti Rp10.728.783.375.000 subsider 10 tahun kurungan. (G-2)

BACA JUGA: