JAKARTA - Sidang lanjutan perkara korupsi penjualan bahan bakar minyak (BBM) jenis HSD terus berlangsung dengan terdakwa mantan Direktur Utama PT PLN (Persero) Nur Pamudji. Persidangan dilaksanakan, Senin (13/4), di Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, namun berlangsung cepat, karena ahli menolak hadir dengan alasan pandemi COVID-19. Persidangan dilanjutkan dengan agenda pengajuan bukti tertulis.

"Ahli kami keberatan untuk hadir di persidangan dan kami kesulitan juga mencari ahli pengganti. Oleh karenanya tadi persidangan dilanjutkan dengan bukti tertulis. Jadi kami menyerahkan beberapa bukti-bukti tertulis," kata penasihat hukum Nur Pamudji, Julius Singara, kepada Gresnews.com, melalui percakapan telepon, Senin (13/4).

Bukti tertulis itu berupa surat elektronik yang diterima dari Managing Director Total Oil Trading SA (TOTSA). Isinya memuat perjanjian antara TOTSA dan PT Trans-Pasific Petrochemical Indotama (TPPI), beserta lampiran-lampiran. Selama ini hakim meminta bukti tertulis tersebut.

"Antara lain surat elektronik dari TOTSA yang kami terima dari Managing Director TOTSA pada bulan Desember, yang mengatakan bahwa perjanjian antara TOTSA dan TPPI itu ada. Beliau juga melampirkan perjanjian antara TPPI dan TOTSA. Karena selama ini juga hakim mempertanyakan hal itu," kata Julius.

Julius juga meminta ketua majelis hakim untuk memberikan kesempatan satu kali lagi, yaitu minggu depan, untuk mengajukan ahli pidana. "Ketua majelis menyetujui minggu depan itu agendanya adalah pemeriksaan ahli pidana dan dilanjutkan dengan pemeriksaan terdakwa Nur Pamudji," ujarnya.

Menurutnya, persidangan hari ini berjalan lancar, lantaran hanya menyampaikan bukti tertulis. "Seharusnya juga dokumen-dokumen tersebut juga ada diberkas/disita oleh Bareskrim Polri. Namun karena kami tidak pernah menerima copy atau salinan dari berkas-berkas yang disita oleh Bareskrim, jadi kami tidak tahu. Kami menampilkan beberapa dokumen yang ada, yang menurut kami penting untuk pembuktian," katanya.

Menurut Julius, minggu depan, pemeriksaan akan lebih intensif, akan lebih panjang, karena agendanya adalah pemeriksaan ahli dan terdakwa. Setelah itu baru masuk ke penuntutan.

Berdasarkan dokumen Surat Dakwaan Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan Nomor: PDS-09/M.1.14/Ft.1/07/2019 atas nama terdakwa Nur Pamudji, yang diperoleh Gresnews.com, dirinci bahwa kasus itu berpangkal pada 2010, saat PT PLN (Persero) melakukan pelelangan untuk pengadaan/pemasok BBM jenis High Speed Diesel (HSD) untuk operasional selama empat tahun (2011-2014) pada Pembangkit Listrik Tenaga Gas dan Uap (PLTGU), Lot I Muara Tawar, Lot II Tambak Lorok, Lot III Gresik dan Grati, Lot IV Belawan, Lot V Tanjung Priok dan Muara Karang.

“Honggo Wendratno sebagai Direktur Utama PT TPPI (Trans-Pacific Petrochemical Indotama) mengetahui rencana PT PLN (Persero) tersebut, lalu meminta kepada Soepomo sebagai Direktur Kekayaan Negara dan Lain-lain, Direktorat Jenderal Kekayaan Negara, Kementerian Keuangan dan juga sebagai Komisaris PT TPPI, untuk dikenalkan kepada Mudjo Suwarno sebagai Direktur PNBP, Direktorat Jenderal Anggaran, Kementerian Keuangan yang mempunyai kewenangan untuk menentukan besarnya subsidi bahan bakar minyak kepada PT PLN (Persero) termasuk di dalamnya BBM jenis HSD, dengan maksud agar PT TPPI bisa menjadi rekanan PT PLN (Persero) untuk memasok BBM jenis HSD,” dikutip dari Surat Dakwaan.

Pada 1 April 2010, diadakan pertemuan di Kementerian Keuangan yang dipimpin oleh Mudjo Suwarno dan dihadiri oleh Soepomo, Nur Pamudji, dan Honggo Wendratno. Pada pokoknya Mudjo Suwarno berusaha mempertemukan PT PLN (Persero) dengan PT TPPI, dengan harapan ada produk PT TPPI (HSD) yang dapat dimanfaatkan oleh PT PLN (Persero) dengan harga lebih murah. Padahal sesuai surat BP Migas 18 Maret 2010, PT TPPI ditunjuk sebagai penjual kondensat bagian negara harus menjual HSD kepada PT Pertamina (Persero), sehingga tidak dapat dijual kepada PT PLN (Persero).

Pada 31 Maret 2010 dibentuk Panitia Pengadaan. Ketua adalah Mochammad Suryadi Mardjoeki, Sekretaris adalah Yudha Pandu Dewanata dan Faisal Nirwan; anggota terdiri dari Cafrina Juhanna, A. Daryanto Ariyadi, Agus Rijanto, M. Arief Nugroho, Pramudiyono, Made Suardana, dan Agung Haryanto. Nur Pamudji menerbitkan Nota Dinas, memerintahkan untuk menerapkan metode pascakualifikasi. Padahal, ada Keputusan Direksi PT PLN (Persero) 31 Maret 2009 yang mengatur prakualifikasi wajib dilaksanakan untuk pengadaan barang/jasa, kecuali pembelian langsung, penunjukan langsung untuk penyedia barang/jasa yang spesifik dan satu-satunya pemegang hak atas kekayaan intelektual, pekerjaan darurat (emergency), dan pelelangan pekerjaan tidak kompleks.

Nur Pamudji juga memerintahkan untuk diterapkan Right to Match (RTM). Artinya, dalam hal calon pemenang dengan harga penawaran paling rendah merupakan produsen luar negeri maka tidak langsung ditunjuk sebagai pemenang, tetapi produsen dalam negeri diberikan kesempatan untuk menyampaikan penawaran harga yang sama.

Namun, sampai batas waktu penyerahan dokumen penawaran, 14 Juni 2010, PT TPPI belum menyerahkan dokumen. Lalu Nur Pamudji memberikan perpanjangan hingga 21 Juni 2010. Honggo tidak mampu memenuhi dokumen penawaran itu. Kemudian dalam waktu perpanjangan itu pada 18 Juni 2010 membentuk konsorsium dengan nama Tuban Konsorsium yang beranggotakan PT TPPI (sebagai Ketua Konsorsium), PT Tuban LPG Indonesia dan PT Tuban BBM.

Hasil pemeriksaan awal 30 November 2010 atas dokumen Tuban Konsorsium, ternyata belum ada jaminan pelaksanaan dan dukungan modal kerja dari bank, PT TPPI yang ditunjuk oleh BP Migas sebagai penjual kondensat bagian negara harus dijual ke PT Pertamina (Persero) sehingga HSD tidak dapat dijual ke PT PLN (Persero), dan ternyata Tuban Konsorsium hanya menyampaikan perjanjian antara PT TPPI dan TOTSA dari Singapura yang berbentuk Head of Agreement (HoA) 23 November 2010, bukan dalam bentuk perjanjian.

Pada akhirnya, 8 Desember 2010, Nur Pamudji mengeluarkan Nota Dinas yang menyatakan Tuban Konsorsium sebagai pemenang pengadaan BBM untuk Lot II Tambak Lorok dan Lot IV Belawan. Dua hari kemudian, Honggo dan Dirut PT PLN (Persero) Dahlan Iskan menandatangani Perjanjian Jual Beli Bahan Bakar Minyak (PJBBBM). Isinya, PJBBBM berlaku terhitung sejak 10 Desember 2010 selama empat tahun sejak tanggal mulai atau dipenuhinya volume HSD sebesar 800 ribu kiloliter untuk Lot II Tambak Lorok dan 1,2 juta kiloliter untuk Lot IV Belawan, mana yang lebih dulu terjadi.

Dalam pelaksanaannya, pasokan BBM jenis HSD ke PT PLN (Persero) oleh Tuban Konsorsium mengalami keterlambatan. Surat peringatan dikeluarkan pada April 2012. Pun, Tuban Konsorsium hanya mampu memasok selama satu tahun. 

(G-2)

BACA JUGA: