JAKARTA - Sidang perkara korupsi lelang BBM jenis HSD (High Speed Diesel) dengan terdakwa mantan Direktur PT PLN (Persero) Nur Pamudji, Senin (22/6/2020), memasuki agenda pembacaan replik dari Jaksa Penuntut Umum (JPU). Ini merupakan jawaban JPU atas nota pembelaan atau pledoi dari terdakwa dan penasihat hukumnya.

"Kami mohon supaya majelis hakim berkenan, pertama, menolak pledoi terdakwa dan penasehat hukum untuk seluruhnya. Kedua, menerima dan mempertimbangkan semua tuntutan kami," kata Ketua Tim JPU Januar Utomo dalam persidangan yang dihadiri Gresnews.com, Senin (22/6/2020).

Januar menjawab pledoi dari Nur Pamudji yang di antaranya sebagai berikut. Nur, kata Januar, dalam pledoinya menyebutkan proses pengadaan BBM HSD PLN 2010 sudah diaudit oleh Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK) RI pada 2011 dan dinyatakan sudah dilakukan sesuai dengan tata cara dan peraturan yang berlaku di PLN.

Selain itu, terdakwa Nur Pamudji juga selama 29 tahun berkarier di PT PLN belum pernah melakukan tindakan tercela, tidak pernah dihukum, baik hukuman internal perusahaan maupun hukuman negara. Atas upaya menegakkan integritas di lingkungan PT PLN, terdakwa Nur Pamudji juga dianugerahi Bung Hatta Anti Corruption Award.

Selain itu, lanjut Januar, materi pledoi yang disampaikan juga oleh penasihat hukum pada pokoknya sebagai berikut:

Berdasarkan asaa kausalitas, JPU seharusnya mencari tahu siapa pihak yang paling bertanggung jawab menimbulkan kerugian keuangan negara. Yaitu pihak yang hingga saat ini belum membayar sanksi ganti kerugian negara.

Yaitu tentunya tanggung jawab dan kewajiban atas pembayaran tersebut tidak ada pada terdakwa (Nur Pamudji) melainkan Tuban Konsorsium selaku pihak yang bertanggung jawab untuk membayar sanksi denda dan ganti rugi kepada PT PLN (Persero).

Selanjutnya, menurut Januar, Jaksa Penuntut Umum memberikan tanggapannya, antara lain: bahwa benar dalam proses penyidikan terdapat penyitaan uang sebesar Rp173 miliar yang kemudian terlampir menjadi barang bukti.

Barang bukti tersebut adalah milik PT Tuban LPG Indonesia, TLI yang seluruh kepemilikannya dimiliki oleh Honggo Wendratmo yang dalam perkara ini merupakan pelaku turut serta sebagaimana dalam surat dakwaan dan surat tuntutan pidana penuntut umum.

Januar menjelaskan bahwa konsekuensi dari adanya penyertaan maka Penuntut Umum memiliki kewajiban untuk membuktikan peran perbuatan terdakwa Nur Pamudji. Tetapi juga terhadap perbuatan dan tanggungjawab pelaku penyertaan dalam hal ini Honggo Wendratno.

"Dengan demikian, dalil pembelaan pledoi pembelaan penasihat hukum harus dikesampingkan," katanya.

Sementara itu, tentang Nur Pamudji yang tidak pernah dihukum dan mendapatkan penghargaan Bung Hatta Anti Corruption Award, dalil itu tidak bisa dijadikan dasar pembenaran atas perbuatan terdakwa dalam perkara ini. Sedangkan fakta tentang terdakwa belum pernah dihukum dipertimbangkan oleh penuntut umum dalam pembahasan tentang hal-hal yang meringankan.

"Dengan demikian dalil pembelaan tersebut harus dikesampingkan juga," terangnya.

Pada poin 15 Jaksa menjelaskan tentang LHP BPK tahun 2018 cacat dan hasil rekayasa. Terdakwa mendalilkan pembelaan bahwa LHP BPK 2018 terbukti cacat dan patut diduga hasil rekayasa.

Hal lain yang ditanggapi adalah lampiran 4 dan 5 yang menjadi dasar bagi penghitungan kerugian negara, yang disebut terdakwa ternyata salah, juga terkait pemasok pengganti yang harga jualnya lebih murah Tuban konsorsium.

Soal lainnya, pledoi dari terdakwa yang menyebutkan waktu pemeriksaan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) BPK tahun 2011 yang paling terdekat dengan proses pengadaan BBM HSD 2010. Sehingga LHP BPK lebih kuat daripada LHP BPK tahun 2018.

Penuntut Umum memberikan tanggapan bahwa dalil keberatan ini adalah dalil yang tidak berdasar. Oleh karena terkait lampiran 4 dan 5 dari LHP BPK 2018 telah dijelaskan oleh auditor BPK RI yang menjadi ahli bahwa tidak ada kesalahan dalam LHP tersebut. Dan terkait lampiran yang menyatakan pemasok pengganti ternyata lebih murah dari Tuban konsorsium adalah tidak berdasar.

"Karena berdasarkan fakta hukum persidangan harga pemasok pengganti lebih mahal dari harga kontrak dengan Tuban konsorsium, dengan demikian dalil pembelaan ini harus ditolak," jelasnya.

Hal lainnya, terdakwa dan penasihat hukumnya menegaskan negara tidak dirugikan karena PLN membayar kepada PT Pertamina (Persero). Terdakwa serta penasihat hukum mendalilkan pembelaan jika kerugian BUMN adalah kerugian negara. Maka keuntungan BUMN dapat dikatakan sebagai keuntungan negara.

Andaikan pun harga BBM HSD yang dibayar oleh PT PLN persero kepada Pertamina lebih tinggi daripada harga Tuban konsorsium maka negara pun tidak dirugikan melainkan diuntungkan.

Tanggapan Jaksa Januar memaknai dalil tentang pembelaan ini tidak terdapat kerugian negara dalam pengadaan BBM HSD pada PT PLN Persero. Karena sebetulnya yang diuntungkan dalam pengadaan tersebut diantaranya adalah merupakan BUMN.

Ia menegaskan bahwa tata kelola keuangan negara yang dipisahkan dilakukan sesuai dengan pembidangan. Dengan pembidangan tersebut peran subyek (pemerintah), tata kelola obyek (keuangan negara), dan tujuan pengeluaran (untuk penyediaan layanan publik dan kepentingan mencari keuntungan) masing-masing berbeda.

Demikian juga organisasi dan manajemen instansi masing-masing juga berbeda. Konsekuensi dari pola tersebut adalah bahwa hubungan antara satu dan instansi lainnya didasarkan pada hubungan rasional antar organisasi/kelembagaan, dan bukan merupakan hubungan intra kelembagaan.

Oleh karena itu, kerugian negara yang terjadi di suatu Kementerian/Lembaga atau BUMN tidak dapat kemudian dinyatakan sebagai keuntungan suatu BUMN lainnya, sehingga kerugian negara yang terjadi di kementerian/lembaga atau suatu BUMN dapat dinyatakan hapus atau tidak pernah terjadi.

Selain itu, terdapat prinsip universal dalam pengelolaan korporasi yang menyatakan bahwa usaha yang dilakukan ditujukan untuk tujuan yang bermanfaat bagi masyarakat, dan penghasilan yang diperoleh dari hasil usaha merupakan penghasilan yang sah dalam arti tidak melanggar hukum dan kepatutan.

"Atas dasar hal tersebut, perbuatan yang dapat dikategorikan sebagai perbuatan melanggar hukum yang mengakibatkan financial fraude, yang dalam hal ini dilakukan kepada negara, merupakan tindakan yang melanggar norma pengelolaan perusahan yang sehat (good corporate governance)," katanya.

Implementasi konsep kerugian negara juga berbeda untuk bidang-bidang tersebut. Oleh sebab itu, tidak dapat kemudian disederhanakan bahwa kerugian di suatu kementerian negara yang menguntungkan BUMN menyebabkan hapusnya makna kerugian itu sendiri.

Sementara, penasihat hukum Nur Pamudji, Julius A. Singara, meminta waktu untuk mempelajari isi replik tersebut.

"Kami akan mempelajari terlebih dahulu ya," kata Julius kepada Gresnews.com usai persidangan, Senin (22/6/2020).

Dia menilai replik JPU ini hanya mengulang saja dari isi surat tuntutan JPU tersebut. Ia memutuskan untuk mengajukan duplik atas replik JPU tersebut dalam persidangan berikut. (G-2)

BACA JUGA: