JAKARTA - Mahkamah Agung (MA) telah melegalkan sidang pidana dengan telekonferensi di tengah kebijakan isolasi oleh pemerintah karena pandemi COVID-19.

Namun sidang perkara tindak pidana korupsi dalam proyek lelang bahan bakar minyak (BBM) jenis high speed diesel (HSD) dengan terdakwa mantan Direktur Utama PT PLN (Persero) Nur Pamudji masih tetap berlangsung seperti biasa, namun diundur.

Ketua Tim Penasihat Hukum Nur Pamudji, Julius ID Singara, mengatakan sidang rencananya dilaksanakan pada pukul 11.00 WIB siang di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Tetapi sampai pukil 19.00 WIB, hakim masih memeriksa perkara lain. 

Minggu depan agenda sidangnya mengajukan ahli. Pembuktian dakwaan baru setelah itu selesai. Setelah itu penuntutan dan pledoi.

Jadi pembuktian minggu depan itu adalah kali terakhir.

"Tapi kalau ada pandemi ini memang ada baiknya dengan sangat terpaksa dilakukan melalui telekonferensi," katanya kepada Gresnews.com, Senin malam (20/4).

Julius mengaku tidak mengetahui mengapa sidang tidak digelar sidang secara online.

"Ya, bisa pertanyakan ke ketua pengadilan. Kami tidak tahu mungkin belum ada pengarahan dari Mahkamah Agung. Surat edaran itu sebenarnya ada tanggalnya sampai tanggal berapa begitu," katanya.

Ia menjelaskan dari ketua majelis hakim mau memeriksa saksi atau ahli melalui telekonferensi asal jaksa dan pengacara harus hadir di ruang sidang. Sementara dari pihak Nur Pamudji itu ada tidak ada keinginan untuk sidang secara virtual.

Menurutnya, pemeriksaan secara langsung itu lebih mengena, sangat berbeda bila melalui lewat telepon atau video conference.

"Kalau kami sebetulnya pemeriksaan secara langsung itu lebih mengena ya menurut saya pribadi. Lebih terasalah. Bedalah, kalau kita bicara lewat telepon atau video conference, terutama dengan kehadiran ada hadir saksi disitu. Itu rasanya beda, atmosfirnya beda. Menurut saya si lebih mantap kalau hadir di tempat memang," katanya.

Sebelumnya Mahkamah Agung (MA) persidangan perkara pidana dapat dilakukan secara jarak jauh atau telekonferensi.

Imbauan itu juga dituangkan dalam surat Ditjen Badan Peradilan Umum (Badilum) kepada seluruh Ketua Pengadilan Tinggi dan Pengadilan Negeri di seluruh Indonesia. Pelaksanaannya dikoordinasikan dengan kejaksaan dan Ditjen Pemasyarakatan Kanwil Kemenkum HAM setempat.

"Hal ini sebagai tindak lanjut Memorandum Nomor 72/DJU/PS.003/3/2020 tanggal 26 Maret 2020," ujar juru bicara MA, hakim agung Andi Samsan Nganro, Minggu (29/3) dikutip dari detik.com.

Sebelumnya, kejaksaan tinggi (kejati) di beberapa provinsi di Indonesia serentak menggelar sidang perkara secara online akibat wabah virus korona. Hal tersebut dilakukan mengingat masa penahanan yang tidak bisa diperpanjang.

"Karena adanya surat edaran Ketua Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2020, tanggal 23 Maret yang salah satu poinnya tidak bisa memperpanjang lagi masa penahanan membuat para jaksa bagai buah simalakama," kata Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (Jampidum), Sunarta.

Sunarta menyebut sidang online merupakan pilihan yang tepat untuk menuntaskan perkara di tengah pandemi korona.

Terlebih, katanya, Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkum HAM) dalam suratnya sudah melarang pengiriman dan pengeluaran tahanan dari rutan. (G-2)

BACA JUGA: