JAKARTA - Sidang perkara korupsi lelang BBM jenis HSD dengan terdakwa mantan Direktur PT PLN (Persero) Nur Pamudji, Senin (27/4), memasuki babak akhir. Dua pekan mendatang akan memasuki pembacaan tuntutan.

Sidang kemarin itu menghadirkan ahli Eva Achjani Zulfa. Dia adalah ahli hukum pidana Universitas Indonesia (UI).

Eva bersaksi tindakan Nur Pamudji dalam memutuskan lelang BBM HSD sudah sesuai prosedur atau doktrin business judgment rule.

Penasihat Hukum (PH) Nur Pamudji, Julius I.D Singara, mengatakan ahli memberikan keterangan pada prinsipnya tindakan Nur Pamudji dalam proses pengadaan barang dan jasa sudah sesuai ketentuan.

"Pada prinsipnya, tadi (ahli) dari UI, mengatakan bahwa tindakan-tindakan Pak Nur Pamudji melakukan proses pengadaan barang dan jasa sesuai ketentuan. Setelah mendapatkan persetujuan korporasi, dari organ direksi, dari organ dewan komisaris, bahkan sampai ke pemegang saham, tindakan Pak Nur Pamudji dilindungi oleh business judgment rule," kata Julius kepada Gresnews.com di Jakarta, Senin (27/4).

Doktrin business judgment rule mengatur batasan-batasan tertentu soal kapan direksi dan komisaris tidak dapat dimintai pertanggungjawaban atas risiko keputusan atau tindakan pengawasan yang telah mereka ambil.

Hal itu diserap oleh Pasal 97 ayat (5) dan Pasal 114 ayat (5) UU 40/2007 tentang Perseroan Terbatas serta Pasal 13 ayat (2) Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) 33/POJK.04/2014 tentang Direksi dan Dewan Komisaris Emiten atau Perusahaan Publik.

Kendati demikian, potensi perusahaan yang dapat dikenai sanksi tindak pidana korupsi tetap ada, karena perlu diteliti dahulu adanya unsur mens rea (niat jahat) dan actus reus (perbuatan jahat) di dalamnya.

Lanjut Julius, ahli juga mengatakan putusan Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI) harus menjadi salah satu acuan dalam memutus perkara.

BANI telah memutuskan direksi PLN (DP) melakukan wanprestasi tapi tidak ada kerugian negara. BANI menyatakan kerugian itu telah tertutup dari jaminan pelaksanaan yang sudah dicairkan.

"Kemudian juga dengan terbuktinya bahwa direksi itu mendapatkan persetujuan dari korporasi, telah melakukan proses pengadaan yang begitu panjang dan teliti. Itu menunjukkan bahwa tidak terjadi penyelewengan kewenangan atau penyalahgunaan kewenangan," katanya.

Menurut Julius, inti dan puncak masalahnya adalah kerugian negara.

Namun ahli mengatakan BANI sudah memutuskan tidak ada kerugian negara karena sudah ditutup oleh jaminan pelaksana.

"Kemudian juga salah satu bukti penting, yaitu laporan BPK (Badan Pemeriksa Keuangan) ternyata kan tidak valid juga. Tidak dapat dipercaya akurasinya. Karena kan dari ahli BPK sudah mengakui kesalahan," katanya.

Julius pernah bertanya kepada ahli dari BPK.

Pada 2011, BPK melakukan audit terhadap pengadaan BBM pada 2020. Audit BPK mengatakan proses pengadaan barang dan jasa sudah memenuhi ketentuan. Tapi kenapa tiba-tiba laporan BPK 2008 dari audit yang sama tetapi jawaban dan hasilnya berbeda?

"Menurut ahli BPK itu harus dilihat bahwa dalam pidana itu bukti-bukti atau pemeriksaan yang paling terdekat dari dugaan tindak pidana itu yang paling akurat. Jadi dalam arti pemeriksaan tahun 2010 diperiksa tahun 2011 itu lebih akurat dari pada 2018," katanya.

Selain itu, Julius menjelaskan pemeriksaan Nur Pamudji dalam sidang kali ini cukup panjang. Sidang dimulai pukul 11.00 WIB dan selesai pukul 19.00 WIB.

"Pak Nur Pamudji menjelaskan mulai dari proses pengadaan, sampai ke persetujuan korporasi dan mengenai kerugian. Tidak ada kerugian negara di sini. Pemerintah meminta Pertamina untuk menjual BBM senilai MOPS+5%," jelas Julius.

MOPS, yang merupakan singkatan dari Mean of Platts Singapore, adalah penilaian produk untuk trading minyak di kawasan Asia yang dibuat oleh Platts, anak perusahaan McGraw Hill. Istilah MOPS selama ini dikenal di Indonesia dengan Mid Oil Platts Singapore yang dijadikan patokan harga BBM di Indonesia berdasarkan Perpres 55/2005.

Julius menerangkan penjelasan Nur Pamudji bahwa PT Trans-Pacific Petrochemical Indotama (TPPI) menjual BBM ke PT PLN Persero hanya MOPS+1 sekian %. Ketika TPPI kolaps, suplai yang lain tidak ada yang melewati angka patokan dari pemerintah MOPS+5%. Sementara inovasi dari PLN bisa mendapat MOPS+2% sekian.

Jadi, kata Julius. kalau direksi PLN tidak mau melakukan inovasi maka tidak perlu melakukan pengadaan. Tinggal menggunakan angka dari pemerintah MOPS+5%. Tetapi direksi PLN tidak mau seperti itu. Dia mau melakukan penghematan sehingga harus ada inovasi.

"Jadi kalau mereka tidak mau inovasi ya habiskan saja MOPPS+5%. Ketika mereka melakukan inovasi, menghemat anggaran negara kenapa ketika tidak maksimal dibilang ada kerugian negara?" kata Julius.

"Tadi saya melihat ada satu pernyataan hakim bahwa proses pengadaan yang dilakukan Nur Pamudji sampai 27 Juli sangat teliti. Jadi sangat hati-hati sebelumnya. Cuma saya merasa bahwa hakim agak menyesalkan adalah ketika TPPI itu tidak dapat melanjutkan kontraknya. PLN seakan-akan dengan mudah menyerah. Sebenarnya tidak begitu juga. Tadi sudah dijelaskan oleh Pak Nur bahwa sudah ada proses, ada surat peringatan, SP1, SP2, SP3 sampai akhirnya diputuslah kontrak itu. Kemudian ada denda ganti rugi," pungkasnya. (G-2)

BACA JUGA: