JAKARTA, GRESNEWS.COM - Reklamasi Pantai Utara, Pluit , Jakarta Utara, masih mengundang perdebatan, soal perlu tidaknya proyek yang diusung Grup Agung Podomoro tersebut. Kendati memiliki manfaat berupa penambahan ruang bagi Jakarta yang semakin padat ini, namun ada harga yang harus dibayar yakni kerusakan lingkungan dan sosial masyarakat pantai. Nampak benar di situ terdapat pertarungan antara para pemodal dan masyarakat pantai yang bakal kehilangan tempatnya. Benturan-benturan itu yang harus dapat diredam seminimal mungkin sehingga tidak merugikan masyarakat umum.

Pakar Tata Kota Institut Teknologi Bandung (ITB) Hesti D. Nawangsidi mengatakan dalam upaya mewujudkan akomodasi pembangunan Kota Jakarta di masa depan, reklamasi pantai utara sangat dibutuhkan. Hesti menilai, ada sejumlah manfaat yang diperoleh negara sebagai hasil pembangunan reklamasi  pantai.

"Saya yakin reklamasi akan membuat Jakarta lebih baik. Jika upaya reklamasi tidak menghasilkan kondisi yang lebih, ya untuk apa dilakukan," kata Hesti berdasarkan rilis yang diterima Gresnews.com, Senin (30/3).

Menurut Hesti, model reklamasi telah terbukti sukses setelah diberlakukan oleh negara-negara seperti Singapura dan Hongkong. Hesti menurutkan, Jakarta memiliki geografis yang signifikan untuk membangun kawasan reklamasi pantai. Reklamasi pantai di Jakarta juga dapat dimanfaatkan sebagai lokasi wisata atau fasilitas publik lainnya.

Banyak manfaat yang bisa didapatkan melalui pengembangan reklamasi pantai terutama berkaitan dengan pembukaan atau perluasan lahan.  "Reklamasi akan membuka lahan yang luas bagi pembangunan kota Jakarta. Jakarta dinilai telah memenuhi syarat untuk pembangunan reklamasi," jelas Hesti.

Terkait hal itu, Hesti menjelaskan, alasan paling mendasar dilakukannya reklamasi pantai yaitu untuk menampung perkembangan dan pembangunan. Hesti menyebutkan, prediksi pertumbuhan penduduk kota Jakarta pada tahun 2030 mencapai 12,5 juta orang. Atas dasar itu, Hesti menilai pembukaan lahan bagi publik menjadi kebutuhan yang harus dipenuhi.

"Jakarta membutuhkan lahan yang luas. Ada atau tidak adanya reklamasi, penduduk di Jakarta akan terus bertambah. Hal ini harus memiliki solusi," ucap Hesti.

Secara geografis, Hesti menilai, perkembangan Jakarta idealnya difokuskan ke daerah utara karena bagian selatan merupakan daerah resapan sehingga tidak cocok dibangun kawasan reklamasi. Menurut Hesti, luas daratan Jakarta sekitar 65 ribu hektar. Menurut Hesti, untuk menghindari dampak ekologis, wilayah Jakarta Selatan dapat dikhususkan untuk area resapan air sementara di Jakarta Utara bisa dibuka lahan baru untuk menampung perkembangan kota.

"Jakarta Utara cukup strategis untuk wilayah reklamasi karena kondisi lingkungannya masih banyak membutuhkan revitalisasi. Jadi, reklamasi sebagai jawaban revitalisasi daratan pantai di DKI Jakarta," jelas Hesti.

Namun, Hesti menyadari, reklamasi pantai tidak hanya menyangkut aspek teknis namun juga  berdimensi ekologi, sosial dan ekonomi dimana menjadi perhatian bersama khususnya bagi kehidupan nelayan dan masalah lingkungan. Oleh karena itu, masalah-masalah yang perlu diatasi untuk mendorong reklamasi adalah kesepahaman bersama tentang reklamasi.

"Kami perlu membangun pemahaman yang lebih mendalam mengenai reklamasi, sehingga dapat dicapai persepsi dan opini yang objektif," ujar Hesti.

Namun, pendapat berbeda disampaikan Direktur Penelitian Sosial sekaligus peneliti masyarakat pesisir Pusat Studi Sosial dan Politik (Puspol) Ahmad Tarmiji Alkhudri. Ahmad mengklaim, banyak ancaman dan dampak yang ditimbulkan dari reklamasi pantai. Atas dasar itu, Ahmad mendesak pemerintah khususnya Pemprov DKI untuk membatalkan pembangunan reklamasi pantai di wilayah Jakarta Utara tersebut.

"Reklamasi Pantai Pluit akan berdampak buruk pada tatanan sosiologis dan ekologis. Tidak perlu kebijakan ini dilanjutkan karena akan sangat merugikan nelayan," ucap Ahmad kepada Gresnews.com, Selasa (24/3).

Menurut peneliti masyarakat pesisir itu, jika pembangunan proyek tersebut berlangsung maka masyarakat pesisir dan nelayan akan berpotensi kehilangan zona wilayah ekonomi dan karakter sosial budaya. Ahmad menilai, resiko yang disebutkan tersebut dapat terjadi karena konsep reklamasi masih mengarah pada sistem kapitalistik.

BACA JUGA: