JAKARTA, GRESNEWS.COM - Tujuan utama pemerintah membangun rumah susun adalah menanggulangi ketidakmampuan masyarakat miskin untuk memperoleh hunian yang layak. Namun dalam perkembangannya penyediaan rumah susun ternyata banyak salah sasaran, bahkan dimanfaatkan oleh segelintir orang untuk kepentingan investasi.

Menteri Badan Usaha Milik Negara Dahlan Iskan mengakui pembangunan rumah susun selama ini tidak tepat sasaran. Sebab  rusun yang seharusnya dihuni oleh masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) tetapi malah dihuni oleh masyarakat kelas menengah ke atas. Dahlan mengungkapkan hal itu setelah menyaksikan sendiri keberadaan rusun milik Perum Perumnas, di kawasan Pluit Jakarta Utara. Dari hasil peninjauan dilokasi itu ternyata diketahui rata-rata penghuni tinggal dirusun tersbeut warga elite.

"Saya tanya kepada salah satu penghuni ternyata untuk mendapatkan rumah susun persyaratannya mudah yaitu tidak punya rumah. Penghuni disana ngakunya tinggal bersama mertuanya di Pluit," kata Dahlan, Kamis (10/4), di Jakarta.

Untuk itu Dahlan menginstruksikan kepada PT Kawasan Berikat Nusantara/KBN (Persero) untuk membangun rusun yang berbeda yaitu rusun yang khusus untuk MBR. Sebab pembangunan rusun sebelumnya dinilai tidak tepat sasaran, sehingga meski semakin banyak rusun tetapi rumah kumuh tidak berkurang. Dalam pembangunan rusun mendatang perusahaan akan bekerjasama dengan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta.

Dahlan mengusulkan setelah rusun terbangun, perusahaan harus mencari satu RT yang kumuh dan warganya kompak, agar satu RT itu diboyong untuk menghuni rusun. Lalu lahan yang ditinggalkan oleh satu warga tersebut nantinya akan diperuntukkan pembangunan rusun lagi. Dahlan mengakui memang dalam pembangunan seperti itu akan ada pro dan kontra. Untuk itu Dahlan menyerahkan sepenuhnya kepada manajemen perusahaan untuk melakukan penyelesaian dengan baik jika terjadi pro dan kontra. "Kalau ada demo ya kita rundingkan," kata Dahlan.

Sementara Direktur Eksekutif Indonesia Property Watch Ali Tranghanda menilai pemerintah selama ini kurang serius menangani permasalahan perumahan rakyat. Sebab pemerintah selama ini belum memiliki sistem perumahan nasional yang dapat mengendalikan harga tanah, sebagai salah satu kunci agar penyediaan rumah rakyat dapat terpenuhi.

Faktanya,  dari hari ke hari backlog perumahan semakin membengkak. Dari 13,6 juta unit rumah di tahun 2010 meningkat menjadi 15 juta unit rumah di tahun 2012. Bahkan berdasarkan analisis yang dilakukan oleh Indonesia Property Watch, backlog perumahan meningkat sampai 21,7 juta di tahun 2013. Hal ini didasari oleh penurunan siklus ekonomi yang akan berdampak lebih tinggi terhadap bertambahnya backlog perumahan.

Ali bahkan menilai kinerja Kementerian Perumahan Rakyat sangat tidak memuaskan dan jauh dari harapan rakyat. Hal itu terlihat adanya kebingungan dalam menentukan kebijakan yang akan diambil, mengingat tidak ada terobosan yang diambil untuk mengamankan perumahan rakyat. Menurutnya Kemenpera juga membiarkan kebijakan perumahan rakyat mengambang tanpa arah. "Yang seharusnya diproteksi oleh pemerintah, malah dibiarkan bersaing dalam mekanisme pasar dengan peningkatan harga lahan yang berlipat-lipat," katanya.

Dia mengusulkan sebaiknya keberadaan Kementerian Perumahan Rakyat ditinjau ulang atau dirumuskan kembali hak dan tanggung jawabnya.

BACA JUGA: