JAKARTA, GRESNEWS.COM - Menteri Perumahan Rakyat Djan Faridz beberapa waktu lalu berkonsultasi ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengenai adanya dugaan penyimpangan yang dilakukan pengembang di sektor perumahan. Bahkan Djan Faridz mengaku tidak segan untuk melaporkan hal tersebut kepada KPK.

Namun hari ini, malah Djan Faridz sendiri yang justru dilaporkan sejumlah orang yang mengaku berasal dari Forum Studi Pembangun (FosPem) ke KPK. Dalam laporannya mereka mengatakan, Djan Faridz disinyalir menerima fee dari penyimpangan anggaran yang terjadi senilai Rp269,73 miliar dalam pembangunan rumah susun sewa (rusunawa) di Kementerian Perumahan Rakyat tahun 2013.

Ketua Presedium FosPem Akbar Rahmatulloh Gamelov mengatakan kasus ini juga dilaporkan ke Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) di setiap provinsi. Ia mengaku prihatin pembangunan rusunawa yang diperuntukkan bagi kepolisian, pekerja, mahasiswa dan para santri banyak melenceng dan justru memperkaya sekelompok orang.

"Maksud dan tujuan pembangunan rusunawa tersebut sebenarnya cukup bagus. Membiasakan warga tinggal di hunian vertikal untuk mengatasi keterbatasan lahan. Namum dalam praktiknya terjadi penyimpangan berupa dugaan KKN dalam penentuan lokasi," ujar Akbar dalam rilis yang diterima wartawan, Selasa (23/9).

Selain itu, lanjut Akbar, spesifikasi bangunan tak sesuai bestek dan terjadinya manipulasai pada saat pengajuan. Hal itu dapat dilihat dari pengajuan pembangunan rusunawa untuk pondok pesantren yang didominasi oleh simpatisan parpol tertentu.

Akbar menambahkan, akibat dari praktek tersebut banyak penempatan rusunawa salah sasaran. Misalnya untuk pondok pesantren, jumlah santrinya tak memenuhi standar minimal, tetapi mendapatkan rusunawa karena disinyalir adanya kongkalikong dengan membayar jasa kepada orang dekat Djan Faridz.

"Belum lagi adanya fee dari penyalur jasa program rusunawa. Berdasarkan temuan Gabungan Pelaksana Konstruksi Nasional Indonesia (Gapensi), mekanisme pelaksaan lelang proyek diduga bertentangan dengan Perpres no 54 tahun 2010 pasal 24 ayat 2," tandasnya.

Akbar menjelaskan, pada 2013 dilakukan penyatuan, yakni pembangunan rusunawa wilayah I dan II dengan nilai masing-masing Rp44,69 miliar dan Rp98,51 miliar. Kemudian penyatuan rusunawa III dan IV yang nilainya Rp53,71 dan Rp72,82 miliar.

Sistem penyatuan ini diduga untuk mengarahkan pemenang lelang hanya dari kalangan BUMN. "Karena sedikit kompetitor, maka pembagian fee kepada orang-orang dekat Djan Faridz lebih mudah lakukan. Fee yang dibayarkan tersebut diduga mengalir ke kantong Djan Faridz untuk membiayai kegiatan politiknya di partainya, yaitu PPP," ujar Akbar.

Karena banyaknya fee yang harus disetor berakibat buruknya kondisi bangunan. Bahkan, bangunan senilai Rp3,5 miliar untuk tipe sedang setelah diaudit nilainya menyusut menjadi Rp2 miliar. Dan bangunan tipe kecil senilai Rp2,5 miliar menyusut hingga Rp 1 miliar. Berarti penyusutan setiap bangunan dari masing-masing tipe hingga Rp1,5 miliar.

"Penyusutan tersebut akibat fee yang disetorkan kepada Menpera Djan Faridz melaui orang dekatnya seperti Tubagus Roby Sugara yang tak lain adalah menantu Djan Faridz. Pengaruh Robi di lingkungan Kemenpera bukanlah cerita baru. Dia termasuk jajaran staf khusus menteri yang mempengaruhi kebijakan di Kemenpera," ucap Akbar.

Dari temuan awal tersebut Akbar mengharapkan menjadi pintu masuk bagi KPK untuk membongkar praktik penyimpangan di Kemenpera. FosPem, kata Akbar, juga akan meminta BPK dan BPKB untuk melakukan audit terhadap rusunawa di masing-masing provinsi.

BACA JUGA: