JAKARTA - Direktur Eksekutif Instran, Darmaningtyas, mengatakan selama sembilan tahun melayani warga Jakarta, pelayanan bis Transjakarta semakin jeblok, baik dari sisi jumlah penumpang maupun jarak tempuh antar bus (headway). Kondisi ini semakin menjauh dari harapan awal yang dicitakan.

"Transjakarta masih belum dapat keluar dari berbagai persoalan yang mendasar. Selain jalur busway belum steril, keterbatasan armada dan pasokan bahan bakar gas (BBG), baik secara kuantitas maupun kualitas masih belum terselesaikan. Ini berdampak pada headway bis Transjakarta yang lama, membuat penumpang menunggu lama. Itu semua yang menyebabkan ketidak­pastian waktu tempuh,” ujar Darmaningtyas melalui telepon pada Selasa, (21/1).

Ia menambahkan, selama dua tahun terakhir, waktu tempuh bus Transjakarta justru semakin lama. Berdasarkan hasil monitoring Instran, di koridor 1 (Blok M-Kota) pada 2011, waktu tempuh hanya mencapai 34,5 menit. Setahun kemudian naik menjadi 42,4 menit dan Januari 2013 mencapai 73 menit. Selisih waktu tempuh selama dua tahun terakhir naik hingga 30,6 menit. Sedangkan waktu tempuh terlama yakni pada koridor 8 (Lebak Bulus-Harmoni) yaitu 203 menit.

Masalah sterilisasi menjadi semakin berat ditambah dengan adanya hasil keputusan rapat pimpinan (rapim) pada awal November 2007, yang juga menyumbang ketidaksterilan jalur busway. Dalam keputusan tersebut, jalur busway diberlakukan sistem buka tutup dengan meng­gunakan diskresi polisi. "Karena kebijakan itu, maka tidak ada satupun koridor yang steril, termasuk koridor 1 (Blok M-Kota) yang menjadi percontohan," ujarnya.

Selain itu, lanjut Darma, masa tunggu penumpang juga semakin tidak jelas. Di koridor 11 (Pulo Gebang-Kampung Melayu) khususnya dari arah Pulo Gebang ke arah Perumnas mencapai 20 menit. Kemudian di koridor 10 (Tanjung Priok-Cililitan) hingga 17 menit, serta di koridor 8 (Lebak Bulus-Harmoni) 15 menit. Rata-rata masa tunggu di semua koridor mencapai 2-3 menit.

Dalam hal ini, Darma menekankan, peningkatan kualitas pelayanan bis Transjakarta merupakan kunci dalam memperbaiki wajah Ibu Kota yang tak pernah terlepas dari kemacetan lalu lintas. Terkait pembatasan kendaraan (nopol ganjil-genap), Darma menerangkan dalam teori transport demand management (TDM), peningkatan layanan umum merupakan prasyarat penerapan pembatasan penggunaan kendaraan pribadi. Dirinya menilai menjadi suatu kerancuan akan penerapan kebijakan tersebut (nopol ganjil-genap), apabila tidak diimbangi dengan peningkatan layanan transportasi yang baik.

Darma juga berharap agar, kepemimpinan Jokowi-Ahok dapat membawa perubahan terhadap permasalahan transportasi dan label kondisi kemacetan yang saat ini terlanjur tersemat di wajah Jakarta hari ini. "Mengingat kondisi Transjakarta yang memasuki usia 9 tahun dan selama ini selalu dirundung masalah yang semakin kompleks, kami harap Jokowi-Ahok dalam dua tahun ini fokus membenahi bis Transjakarta," pinta D

BACA JUGA: