JAKARTA, GRESNEWS.COM - Keresahan masyarakat akan aktivitas organisasi Gerakan Fajar Nusantara (Gafatar) sudah ditangkap pihak Istana. Presiden Joko Widodo pun memerintahkan Kepolisian Republik Indonesia dan Kementerian Dalam Negeri untuk menangani dan menyelidiki organisasi itu.

Gafatar dianggap meresahkan karena diduga menjadi penyebab menghilangnya sejumlah orang. "Yang jelas bahwa pemerintah secara sungguh-sungguh menangani hal-hal yang seperti ini. Kami diminta memantau oleh Presiden hal yang berkaitan dengan Gafatar, karena memang ini menjadi meresahkan," kata Seskab Pramono Anung di Istana Negara, Jl Veteran, Jakarta Pusat, Rabu (13/1).

Presiden Jokowi, kata Pramono, juga meminta Polri dan Kemendagri mengumpulkan data-data soal organisasi itu dan lainnya yang terkait. "Apakah ada latar belakang paham-paham ideologi tertentu, ataupun kepercayaan tertentu, atau tujuan tertentu, yang ini sekarang didalami," imbuh Pramono.

Selebihnya, Jokowi meminta masyarakat untuk tak terbujuk dengan gerakan-gerakan semacam ini. Masyarakat diharapkan semakin rasional menyikapi kemunculan gerakan tertentu.

"Karena kan ini pasti ada bujukan-bujukan yang sifatnya spiritualitas sehingga orang tertarik melakukan, tetapi kenyataannya sampai berkorban meninggalkan keluarga kan pasti ada sesuatu yang tertanam dalam dirinya," kata Pramono.

Nama Gafatar muncul ke permukaan setelah kasus menghilangnya dr Rica Tri Handayani yang pergi begitu saja bersama anaknya yang masih balita. Belakangan ketahuan kalau Ruca menghilang untuk mengikuti kegiatan Gafatar.

Rica ditemukan oleh aparat Kepolisian Daerah Istimewa Yogyakarta di daerah Pangkalan Bun, Kalimantan Tengah. Rica berada di sana bersama 6 orang lainnya yang sebelumnya juga menghilang dan diduga mengikuti kegiatan Gafatar.

Pihak Dewan Perwakilan Rakyat pun ikut angkat bicara terkait masalah ini. Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI Sodik Mudjahid mengatakan fenomena orang yang sejatinya memiliki kemampuan intelektual tinggi seperti dr. Rica ikut kelompok sesat seperti Gafatar menunjukkan dangkalnya pemahaman umat terhadap aliran-aliran keagamaan seperti itu.

Akibatnya, mereka gamang terpesona begitu ada aliran baru. Kasus ini, kata Sodik, sekaligus menjadi koreksi untuk para ulama.

"Kenapa sampai ada ajaran seperti itu bisa mendapat tempat dan berkembang di masyarakat, bahkan konon telah mampu menyiapkan lahan yang cukup luas (lima ribu hektare-red) untuk para pengikutnya. Sementara organisasi lain yang sudah cukup lama malah sulit mendapatkan lahan seluas itu," kata Sodik seperti dikutip dpr.go.id, Rabu (13/1).

Politisi dari Fraksi Partai Gerinda ini mengatakan, jika memang pemerintah telah memberikan izin pembentukan ormas tersebut melalui SK (surat keputusan) Menteri Dalam Negeri, hal ini tentu harus ditinjau ulang. Terlebih, izin yang diberikan Mendagri berupa izin ormas umum, sementara kegiataan Gafatar lebih kepada ormas keagamaan yang sejatinya harus mendapat izin dari Kementerian Agama.

"Dengan demikian besar kemungkinan Gafatar telah melanggar izin pembentukan ormas," ujarnya.

Oleh karena itu ia berharap pemerintah dapat segera mengundang perwakilan Gafatar untuk memberikan klarifikasi. Jika memang ormas tersebut meresahkan masyarakat ia berharap pemerintah segera mencabut izin ormas tesebut.

Tidak hanya itu, pemerintah harus bekerjasama dengan aparat penegak hukum seperti kepolisian untuk menghentikan manuver-manuver organisasi tersebut. Tujuannya agar tidak kembali menimbulkan keresahan di masyarakat, seperti hilangnya anggota keluarga mereka.

KELOMPOK SESAT EKS MUSADEQ - Majelis Ulama Indonesia mengatakan, pola gerakan Gafatar terindikasi sebagai pecahan dari Al Qiyadah Al Islamiah yang dipimpin Ahmad Muzadeq. Musadeq pernah mengaku sebagai nabi dan akhirnya divonis hukum 5 tahun penjara dalam kasus penistaan agama.

"Gafatar ini metamorfosis dari beberapa aliran. Ini yang sedang kita kaji. Salah satunya di beberapa daerah dia terindikasi sebagai pecahan Al Qiyadah Al Islamiyah," kata Ketua Komisi Dakwah dan Pengembangan Masyarakat MUI, KH Cholil Nafis, Selasa (12/1).

Menurut Cholil, pola gerakan Gafatar di tiap daerah berbeda-beda. Namun, yang paling kentara memang gerakan ini mirip dengan gerakan yang pernah dibawa Ahmad Musadeq. "Ada sebagian di Aceh itu memang jelas pecahannya Al Qiyadah Al Islamiah Ahmad Musadeq. Ada juga pecahan Dien Abraham," jelas Cholil.

Untuk itu, MUI saat ini sedang melakukan pengkajian mendalam terkait organisasi ini. Apalagi belakangan marak adanya laporan orang hilang secara misterius dan diduga kuat bergabung dengan Gafatar.

"Ini kami sedang mendalami dan meneliti secara komprehensif. Nanti setelah ada kesimpulan dari hasil penelitian, akan kami sampaikan dengan terbuka soal Gafatar ini," tegas Cholil.

Sebagaimana diketahui, paham Al Qiyadah Al Islamiah pernah ramai diperbincangkan beberapa tahun yang lalu saat muncul orang bernama Ahmad Musadeq yang mengaku sebagai nabi setelah Nabi Muhammad. Musadeq saat itu merekrut banyak orang dan mengajarkan ajaran yang dianggap menyimpang, termasuk dalam tata cara beribadah.

Al Qiyadah Al Islamiah dinyatakan organisasi terlarang dan akhirnya dibubarkan. Sementara itu, di website Gafatar, organisasi ini disebut dideklarasikan di Kemayoran, Jakarta Pusat, pada tahun 2012.

Awalnya, organisasi berlambang sinar matahari berwarna oranye ini terdiri dari 14 DPD. Tidak ada update soal jumlah kepengurusan, namun di website lain disebutkan jumlah kepengurusan berkembang hingga 34 DPD.

Dasar pendirian organisasi adalah belum merdekanya Indonesia. Menurut mereka, Indonesia masih dijajah neokolonialis. Di sisi lain, para pejabat serakah dan kerap bertindak amoral. "Kenyataan ini membuat kami terpicu untuk berbuat," tulis website itu.

Program kerja Gafatar di antaranya ketahanan dan kemandirian pangan. Mereka memajang dokumentasi kegiatan seperti perkemahan, pelatihan kebencanaan, pelatihan untuk remaja, dan lain-lain.

Juga ada beberapa berita terkait Gafatar. Salah satunya soal pernyataan Ketum Gafatar Mahful Tumanurung. "Gafatar Bukan Organisasi Keagamaan," demikian judul postingan tertanggal 28 Februari 2015 itu.

"Gafatar tidak akan berevolusi menjadi organisasi keagamaan dan politik," kata Mahful sambil mengimbau anggota agar tidak melacurkan diri dan menggadaikan organisasi untuk kepentingan sesaat.

Hingga saat ini, belum ada satu pun pihak Gafatar yang bisa dihubungi. Alamat kantor di Cilandak seperti tertulis di website saat didatangi terlihat sepi dan tidak ada kegiatan sedikit pun.

Sementara itu MUI Jawa Timur menyatakan, Gafatar sudah termasuk ajaran menyimpang. Ketua MUI Jatim KH Abdusshomad Bukhori mengatakan, laporan keresahan masyarakat tentang Gafatar yang lain lebih banyak dilaporkan masyarakat yang menelepon MUI.

"Kebanyakan laporannya tidak resmi, lebih banyak melalui telepon. Tapi ada seorang perempuan yang pernah datang langsung ke kantor kami melaporkan tentang Gafatar," lanjut Abdusshomad.

Abdusshomad menceritakan, perempuan itu melapor bahwa suaminya telah ikut Gafatar. Sejak bergabung dengan Gafatar, banyak perubahan yan terjadi terhadap suaminya. Perempuan itu bercerita bahwa sebelum bergabung dengan Gafatar, suaminya adalah muslim yang taat yang menjalankan kewajibannya seperti salat dan puasa.

Tetapi setelah bergabung dengan Gafatar, suaminya sudah berani meninggalkan salat dan kewajiban muslim yang lain. Yang ditanyakan perempuan tersebut adalah tentang hubungan mereka, apakah masih sah sebagai suami istri. Karena suaminya sudah dianggapnya murtad karena telah menyimpang dari ajaran Islam.

"Kami katakan jika seorang muslim tidak menjalankan kewajibannya, maka dia sudah menyimpang dari ajaran Islam," jelas Abdusshomad.

MUI Jatim sendiri, kata Abdusshomad, sudah merekomendasikan kepada MUI pusat agar melarang Gafatar. Gerakan yang disebut sebagai sempalan dari Al Qiyadah Al Islamiah pimpinan Ahmad Musadeq itu dianggap sudah menyimpang dari ajaran Islam.

"Jadi harus dilarang, karena mengkafirkan yang lain, mengajak tidak salat, dan lain sebagainya. Saya sudah berni mengatakan sesat," lanjut Abdusshomad.

Mengenai kegiatan sosial yang dilakukan Gafatar, Abdusshomad mengatakan bahwa kegiatan sosial itu hanyalah sebagai kedok saja. Kegiatan yang bertujuan membantu masyarakat itu berfungsi sebagai tameng untuk mencari simpati dan pengikut.

Lalu untuk kemudian, doktrin-doktrin ditanamkan kepada pengikutnya. "Jadi bungkus saja, sepertinya baik, tetapi tidak," jelas Abdusshomad.

Abdusshomad sendiri tidak ingin agar gerakan-gerakan seperti Gafatar mengganggu keutuhan dan mengacaukan NKRI. "Kita kan sedang membangun untuk menuju ekonomi yang lebih baik. Jangan sampai hal-hal seperti ini mengganggu," tutup Abdusshomad.

TERCATAT DI KESBANGPOL - Organisasi Gerakan Fajar Nusantara (Gafatar) pernah mendaftarkan diri ke Kemendagri sebagai organisasi kemasyarakatan. Namun, pihak Kemendagri menolak dengan alasan Gafatar terkait dengan Negara Islam Indonesia (NII).

"Memang Gafatar pernah mendaftar melalu surat no: 01/ Setjend/dpp/x/2011 tanggal 2 November 2011 tapi ditolak karena pertimbangan diidentifikasikan terkait dengan gerakan NII," kata Dirjen Politik dan Pemerintahan Umum Kemendagri, Mayjen (purn) Soedarmo, Selasa (12/1).

Soedarmo menjelaskan, berdasarkan saran dari berbagai kementerian dan lembaga, termasuk BIN, memang ada rekomendasi untuk menolak Gafatar dijadikan sebagai organisasi resmi yang terdaftar. Oleh karena itu, hingga saat ini Gafatar merupakan organisasi ilegal.

"Dari laporan teman-teman di Kesatuan Bangsa dan Politik (Kesbangpol) daerah, ormas tersebut sudah pada dibubarin makanya beberapa kali ganti nama," jelasnya.

Meski begitu, Gafatar ternyata pernah tercatat dalam data Kantor Kesatuan Bangsa dan Politik (Kesbangpol) Pemprov DKI. Organisasi tersebut didaftarkan pada 2011 lalu.

"Gafatar terdaftar di SKT (Surat Keterangan Terdaftar) pada tahun 2011," ujar Kepala Kesbangpol DKI Ratiyono saat dihubungi, Rabu (13/1).

Ratiyono mengatakan Gafatar seharusnya melakukan perpanjangan SKT tahun ini. Namun tampaknya organisasi itu tidak melakukan perpanjangan.

"Mereka membekukan sendiri organisasinya karena tidak memperpanjang SKT," sambungnya.

Sejauh ini, Ratiyono mengatakan tidak melihat ada hal yang aneh ataupun mencurigakan dari Gafatar. Mereka memiliki kelengkapan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD ART), akta notaris dan susunan kepengurusan.

"Selama ini kegiatannya memang tidak ada yang mencurigakan. Tapi kami selalu melakukan pengawasan," kata mantan Kadisorda DKI itu.

Gerakan Gafatar sendiri diperkirakan sudah menyebar ke wilayah lain di Indonesia. Pasalnya, hilangnya sejumlah orang terkait Gafatar, ternyata tak hanya terjadi di DIY, namun juga Jawa Tengah, Jatim, dan daerah lainnya.

Gafatar Pernah Terdaftar di Solo, tapi Dihentikan karena Ajarannya Menyimpang. Pemkot Surakarta mengakui bahwa organisasi yang menamakan diri sebagai Gerakan Fajar Nusantara (Gafatar) pernah tercatat di Kantor Kesatuan Bangsa dan Politik (Kesbangpol) setempat.

Namun Pemkot kemudian memutuskan untuk tidak memperpanjang Surat Keterangan Terdaftar (SKT) organisasi tersebut setelah mendapat informasi mengenai penyimpangan yang dilakukan organisasi itu.

Gafatar pernah mendaftarkan diri sebagai organisasi bidang sosial kemasyarakatan dan telah diterbitkan SKT No 220/XII/2011 pada 20 Desember 2011. Tercatat sebagai Ketua Gafatar Solo adalah Anton Susanto dengan alamat sekretariat di Jalan Sidomukti Barat I, Pajang, Laweyan, Solo. SKT tersebut berlaku tiga tahun.

Kantor Gafatar juga ada di Surabaya yang sudah kosong sejak 4 bulan lalu. Gafatar pernah menyewa salah satu ruang Kantor Dewan Koperasi Indonesia (Dekopindo) cabang Kota Surabaya di Jalan Tales II, RT 01 RW 10 Surabaya.

Namun ruang garasi yang disewa sudah ditinggalkan meski masa kontrakan baru habis Maret 2016 mendatang. Bahkan, papan nama Gafatar yang sempat terpasang berdampingan dengan Dekopindo juga sudah tidak terlihat terpasang.

Demikian pula dengan markas Gafatar di Semarang. Gafatar pernah bermarkas di di Jalan Karanggawang RT 02 RW 06 Kelurahan Tandang, Kecamatan Tembalang, Kota Semarang. Namun saat ini bangunan dua tingkat tersebut dibiarkan kosong ditinggal penghuninya.

Di dalam rumah, terdapat sejumlah ruangan ada ruang rapat dan ruang administrasi. Terdapat juga spanduk bertuliskan "Gafatar, gerakan fajar nusantara" dan di bawahnya bertuliskan "Ketahanan dan kemandirian pangan" dengan huruf yang dibentuk dari gambar buah. Sementara itu di lantai dua ada empat kamar dengan beberapa barang yang masih tertinggal.

Gafatar juga sempat membentuk sayap Dewan Pimpinan Cabang (DPC) di Kota Sukabumi, Jawa Barat. Namun usia organisasi itu di Sukabumi hanya bertahan selama setahun. (dtc)

BACA JUGA: