JAKARTA, GRESNEWS.COM - Bencana kabut asap yang menimpa sebagian wilayah Indonesia khususnya di Sumatera dan Kalimantan, membuat polusi udara di Indonesia naik sampai pada level yang mematikan. Bayangkan saja, pekatnya kabut asap yang melanda Kalimantan Tengah hari ini, Minggu (27/9) tercatat mencapai level empat kali di atas ambang bahaya.

Tercatat kandungan partikel di udara yang melingkupi kota Palangkaraya sudah menunjukkan angka 1452,98 Partikulat Meter. Ini sudah empat kali lebih berbahaya dari level bahaya yang berada pada level 300 PM. Tak heran, jika warga banyak yang mengeluhkan sesak napas.

"Asapnya bikin mata perih, jantung kayak sesak nafas, ngos-ngosan dan dada nyeri," kata warga Palangkaraya, bernama Wulan, Minggu (27/9). Wulan menyebut kabut asap sudah masuk ke dalam rumahnya. Dia dan keluarga selalu menggunakan masker baik di dalam atau pun di luar rumah. "Walaupun pakai AC, udaranya jadi bau daun terbakar," ucapnya.

Bahkan dia sampai menyediakan tabung oksigen agar bisa menghirup udara bersih. Wulan juga rutin minum air putih yang banyak, mengkonsumsi air beroksigen, makan buah dan selalu pakai masker ke mana pun pergi.

"Saking tebalnya asap, saya pakai tabung oksigen yang kecil itu karena sudah nggak tahan," kata dia. Wulan mengatakan saat pagi hari ketika dia membuka pintu rumah, maka yang terlihat hanyalah asap tebal. Asap selalu menyelimuti daerah itu baik pagi, siang ataupun malam. "Asapnya nggak ilang-ilang," ucap Wulan.

"Kalau dibiarkan terus begini, bisa mati pelan-pelan ini," tambah dia kesal.

Menurut warga kondisi ini sudah berlangsung selama dua bulan. "Kita dikepung (asap) kanan kiri karena posisinya di tengah. Asap begitu pekat bahkan sudah hampir dua bulan ini nggak lihat matahari," kata Wulan.

Kondisi serupa juga terjadi di Sumatera. Di Pekanbaru, Riau misalnya, pekatnya kabut asap yang mengepung kota itu membuat Dinas Pendidikan Nasional (Diknas) Pemkot Pekanbaru memutuskan sekolah diliburkan kembali. "Kondisi asap saat ini sangat memburuk dan level polusi udara sudah berbahaya. Karena itu kita memutuskan bahwa sekolah untuk diliburkan kembali," kata Kadisdik Pemkot Pekanbaru, Zulfadil, Minggu (27/9).

Zulfadil menjelaskan libur sekolah ditetapka selama dua hari terhitung 28-29 September 2015. Libur sekolah ini berlaku untuk keseluruhan dari SD, SMP sampai SMA. "Semuanya kita liburkan selama dua hari. Ini karena kondisi asap yang masih pekat," kata Zulfadil.

Warga Malaysia dan Singapura juga terkena dampaknya. Menteri Luar Negeri Singapura K Shanmugam mengkritik lewat akun Facebook-nya bahwa  Indonesia menunjukkan perilaku yang "sangat tidak memikirkan keselamatan warga kami, dan warga mereka sendiri".

"Kami mendengar pernyataan-pernyataan mengagetkan, di tingkat pejabat senior dari Indonesia," dan mengatakan bahwa di beberapa wilayah Indonesia, Indeks Standar Pencemaran sudah mencapai hampir 2.000.

"Bagaimana bisa, seorang pejabat senior pemerintahan mengeluarkan pernyataan seperti itu, tanpa kesadaran atas nyawa masyarakatnya, atau warga kami, dan tanpa rasa malu, atau rasa tanggung jawab?" tulisnya seperti dilansir BBC.

PERSULIT PEMADAMAN API - Parahnya kabut asap yang melanda di kedua wilayah tersebut juga ada gilirannya membuat upaya pemadaman kebakaran hutan menjadi sulit dilakukan. Aparat gabungan dari TNI, Polri, Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) dan para relawan berjuang mati-matian memadamkan api. TNI sendiri sudah mengerahkan 2 ribu personel untuk pemadaman tersebut.

"Jadi di Riau kemudian di Jambi, lalu di Sulsel, Kalimantan Tengah dan Kalimantan Selatan, semuanya sudah berjumlah 2.659," ujar Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo kepada wartawan usai melepas 7000 pelari dalam rangka HUT TNI ke-70 di Silang Monas, Jakarta Pusat, Minggu (27/9).

Menurut Panglima, kesulitan yang dihadapi personel TNI dalam upaya pemadaman ada di lahan gambut. "Kesulitannya, seperti yang dijelaskan oleh Presiden adalah di lahan gambut. Karena di lahan gambut itu dalamnya bisa 8 meter, karena di atasnya padam, di dalamnya kering, baranya masih di bawah. Jadi begitu dipadamkan apinya ada asap yang muncul," jelasnya.

Rekayasa hujan sendiri telah dilakukan oleh TNI, namun upaya tersebut tak akan berhasil apabila tak dibantu oleh cuaca yang bersahabat. "Sudah ada usaha pemadaman dari udara, tapi rekayasa hujan ini tidak bisa terjadi kalau tak ada awan. Kalau tidak ada awan tidak mungkin kita rekayasa," kata Panglima.

"Tapi sesuai perintah Presiden, TNI sedang membuat kanal-kanal, yang saat ini tengah dibuat di Kalimantan Tengah, di Banjarmasin sedang kita lakukan. Mudah-mudahan dalam waktu 10 hari sudah selesai," ujar Panglima.

Tebalnya kabut asap seperti terjadi di Palangkaraya dan Riau memang menyulitkan pasukan pemadam yang menggunakan wahana pesawat terbang untuk memadamkan api. Di Pekanbaru. tidak hanya tiga helikopter BNPB yang batal terbang, pesawat Cassa 212 Pelita Air untuk yang bertugas untuk membuat teknologi modifikasi cuaca (TMC) alias hujan buatan pun batal.

"Pesawat untuk TMC jenis Cassa yang ada di tempat kita juga berimbas tak bisa menabur garam di awan. Ini disebabkan asap pekat yang membuat jarak pandang terbatas," kata Kepala BPBD Riau, Edwar Sanger, Minggu (27/9).

Dia menjelaskan,sejak kemarin pesawat Cassa yang bertugas untuk TMC tak bisa terbang. Kondisi kabut asap kiriman dari Sumsel dan Jambi membuat rencana menyemai awan tak bisa dilakukan saat ini. "Jadi sejak kemarin kita dikepung asap kiriman dari provinsi tetangga. Jadi tiga heli bertugas pemadaman udara dan satu pesawat Cassa dengan kapasitas 1 ton garam untuk TMC tak bisa bekerja," kata Edwar.

Sementara itu, menurut Kepala BMKG Pekanbaru, Sugarin, sejak pagi jarak pandang di Pekanbaru hanya 100 meter. Sedangkan pada pukul 13.00 WIB, belum banyak perubahan jarak pandang, hanya 300 meter. "Kondisi asap masih pekat. Jarak pandang dari 100 meter saat pagi, dan siang hari hanya bertambah 200 meter saja," kata Sugarin.

Bandara Sultan Syarif Kasim (SSK) sejak pagi hingga pukul 13.00 WIB belum ada aktivitas apapun. Bandara SSK dua hari ini lumpuh total.

Di Kalteng, Penjabat Gubernur Kalteng Hadi Prabowo menuturkan kabut asap di wilayahnya, khususnya di Kota Palangkaraya, sempat memburuk dalam beberapa hari terakhir. Puncaknya di hari Sabtu (26/9) kemarin, saat jarak pandang hanya sekitar 30 meter dan tak ada satu penerbangan pun yang bisa masuk ataupun keluar dari Palangkaraya. "Tapi sekarang situasinya sudah membaik. Visibility-nya 200 meteri," ujar Hadi, Minggu (27/9).

Hadi lalu menjabarkan hal-hal yang sudah dilakukan pihaknya bersama TNI dan BNPB untuk mengusir asap dari Palangkaraya. Di antaranya mengidentifikasi titik api dan mencari cara upaya pemadamannya yang paling efektif. "Informasi hotspot satelit Terra Qua tanggal 26 September 2015 pukul 05.00 WIB jumlahnya 179 titik dengan confidence di atas 80%-100% 38 titik," papar Hadi.

Water bombing juga terus dilakukan ke titik-titik yang dianggap jadi penyebab api. Begitu juga dengan kanal blocking. TNI menurunkan hingga 500 personel untuk membantu upaya pemadaman api. "Zeni AD baru saja membuat kanal blocking kanal di Kecamatan Tumbang Nusa, Kabupaten Pulang Pisau," ujarnya.

"3 Helikopter juga dioperasikan hari ini untuk memadamkan api," imbuhnya.

Hadi juga menjelaskan, titik api ada di Pangkalan Bun dan Tanjung Puting. Posko-posko pemadam api juga sudah didirikan di sejumlah titik. Selain itu, pemprov juga sudah membagi-bagikan masker untuk mengurangi dampak kabut asap ke kesehatan. Diketahui ISPA di Kalteng hingga tanggal 25 September lalu terdata 4.121 kasus.

LEVEL MEMATIKAN - Kabut asap yang seolah menjadi "tradisi" tahunan di Indonesia ini memang membuat level pencemaran udara di Indonesia memburuk hingga mencapai level mematikan. Baru-baru ini, bloomberg.com mempublikasikan hasil penelitian tentang polusi udara yang semakin berdampak pada kesehatan manusia. Dalam publikasi itu disebut bahwa polusi udara di Indonesia menempati posisi 8 paling mematikan di dunia dengan angka kematian rata-rata 50 ribu jiwa tiap tahun.

Berdasarkan laporan Bloomberg (bloomberg.com) angka kematian akibat polusi udara sudah teramat tinggi akhir-akhir ini, dan terus meningkat. Pada 2010, sekitar 3,3 juta orang di seluruh dunia meninggal hanya karena menghirup debu-debu kecil yang berterbangan di udara dan diperkirakan jumlah ini akan berlipat ganda pada 2050. Hal ini diketahui dari beberapa studi tentang polusi ruang udara terbuka dan penyebabnya.

Para peneliti menggunakan data kandungan kimia terbaru, tingkat kesehatan, dan perekonomian untuk mengukur efek polusi udara pada satu negara. Hasilnya, perbedaan dalam sektor perekonomian sangat berpengaruh dengan buruknya tingkat kesehatan di seluruh dunia.

Berdasarkan penelitian itu kemudian dibuat ranking negara dengan tingkat polusi paling mematikan. Tingkat polusi udara di Indonesia berada pada peringkat ke-8 paling mematikan, dengan rata-rata kematian sebesar 50.000 jiwa. Hal ini jauh lebih ´baik´ dari Tiongkok dengan total rata-rata 1,3 juta jiwa setiap tahunnya.

Menanggapi hasil penelitian ini, anggota Komisi IV DPR Daniel Johan mengatakan, harus ada tindakan pemerintah untuk perbaikan seluruh indikator menyangkut masyarakat. "Kita harus ada perbaikan di seluruh indikator yang menyangkut hal dasar. Industrialisasi di Indonesia saja belum besar sudah peringkat 8, bagaimana kalau industrinya besar," ujar Daniel saat dikonfirmasi, Sabtu (26/9).

Dia mengingatkan pola perilaku kesadaran dalam pengolahan lingkungan harus lebih ditingkatkan. Menjaga kualitas udara dinilainya belum menjadi perhatian utama. "Ini parah amat kalau datanya seperti itu. Pengolahan lingkungan yang buruk terutama di kota-kota besar. Itu utamanya yang jadi perhatian," sebut politisi PKB itu.

Selain pengolahan lingkungan, masalah emisi kendaraan juga disinggungnya. Dengan  market yang besar, pengawasan emisi kendaraan di Indonesia masih lemah sehingga menjadi penyebab polusi utama. "Penguatan aturan harus diterapkan. Ini juga untuk kebaikan Indonesia agar bisa menjaga kualitas kesehatan lingkungan," tuturnya.

Berbeda sikap dengan DPR, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Siti Nurbaya Bakar justru malah mempertanyakan parameter yang digunakan dalam penelitian itu. Pasalnya, belum ada data empiris mengenai jumlah kematian akibat polusi udara di Indonesia.

"Prinsip kita menghormati evaluasi yang mereka lakukan. Sebagai informasi sepanjang data hasil evaluasi kualitas udara perkotaan  selama beberapa tahun terakhir ini di Indonesia  cukup bagus, kecuali hanya  parameter hidrokarbon  (HC)  di mana pada  17 dari 45 kota yang dipantau  di Indonesia  pada   posisi melebihi Baku Mutu Udara Ambien atau ambang batas," kata Siti, Minggu (27/9).

Siti menegaskan, selama ini belum ada data empiris soal jumlah kematian yang diakibatkan tingkat polusi di Indonesia. Sehingga, perlu dipertanyakan lagi parameter yang digunakan para peniliti hingga bisa menyebut angka kematian karena polusi udara di Indonesia mencapai 50 ribu jiwa per tahun.

"Saya belum punya  data bahwa kematian karena polusi udara tersebut. Kami harus  check dulu. Saya  juga ingin tahu metode evaluasi yang mereka pakai dalam melakukan evaluasi tersebut dan mereka memakai  parameter  apa saja dan ambang batas seperti apa dan lain-lain," jelas Siti.
 
"Dalam kaitan  kualitas udara akibat kebakaran hutan/lahan memang kenyataan bahwa sejak awal September lalu    dengan metode PM10 tercatat beberapa kota di Indonesia berada di atas Baku Mutu melalui data ISPU  (Indeks Standard  Pencemaran  Udara) selama ini. Jadi kalau ukurannya kualitas udara dalam sebulan terakhir ini (akibat kebakaran hutan/lahan) bisa dipahami data yang mereka tampilkan. Tapi itu tidak mencerminkan kondisi kualitas udara secara keseluruhan di Indonesia," tegasnya.

UPAYA PEMADAMAN - Sementara itu, terkait upaya pemadaman kebakaran, khususnya di lahan gambut, Presiden Joko Widodo mengatakan, munculnya titik-titik api di lahan gambut terjadi karena tata kelola lahan gambut yang buruk. Oleh karena itu, menurut Presiden, langkah darurat penanggulangan kebakaran di lahan gambut harus cepat dilakukan.

"Saya memerintahkan Kementerian Kehutanan dan Lingkungan Hidup, Pemda agar mewajibkan perusahaan membangun embung yang bisa dimanfaatkan untuk perendaman (rewetting) tanah gambut," kata Presiden Jokowi melaui fan page Facebooknya dan akun twitter pribadinya @jokowi yang diunggahnya Sabtu (26/9) malam seperti dikutip setkab.go.id.

Dengan ketersediaan air di sekitar lahan gambut, lanjut Preside Jokowi, maka apabila terjadi kebakaran mesin pompa air langsung bisa bekerja memadamkan titik api dengan cepat. "Di Kalimantan Tengah saya telah melihat usaha konkret membangun embung air," ujarnya.

Presiden Jokowi menegaskan komitmennya untuk menindak tegas pembakar hutan yang telah menyengsarakan kita semua. Namun Presiden mengingatkan, komitmennya itu tidak akan jalan tanpa dukungan semua pihak: pemerintah daerah, swasta dan masyarakat.

Sebelumnya saat meninjau kebakaran hutan yang terjadi di Desa Henda Kecamatan Jabiren Raya ‎Kabupaten Pulang Pisau Provinsi Kalimantan Tengah pada hari Kamis (24/9) lalu, Presiden Jokowi telah meminta segera dilakukan pembuatan embung besar-besaran di lokasi kebakaran hutan yang terletak di area lahan gambut.

Ia menyebutkan, lahan gambut adalah lahan yang mudah terbakar, sehingga sangat sulit memadamkan api yang berada di lahan gambut. "Tadi saya berdiam diri selama lima menit, tiba-tiba saja api membesar. Kuncinya ada di embung. Segera lakukan kanalisasi dan harus besar-besaran," kata Jokowi.

Presiden pun sempat  menanyakan kesiapan anggaran pemerintah provinsi maupun pemerintah kabupaten untuk membangun embung itu. Ternyata, tidak terdapat anggaran di pemerintah provinsi maupun kabupaten untuk membangun kanal. "Saya perintahkan ke BNPB (Badan Nasional Penanggulangan Bencana), Kementerian LH dan kehutanan untuk mengerjakan secepat-cepatnya," ucap Presiden.

Anggaran yang digunakan dalam pembangunan kanal itu berasal dari BNPB dan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Presiden juga memerintahkan  TNI yang mobilisasinya cepat untuk terlibat dalam pembangunannya. Dan TNI menyatakan kesiapannya.‎

Presiden juga meminta agar dilakukan sosialiasasi kepada masyarakat tentang dampak dari kebakaran lahan, sehingga ‎mereka tidak lagi membersihkan lahan dengan membakar. "Sosialisasi besar-besaran agar tidak melakukan lagi pembakaran lahan," kata Presiden. (dtc)‎

BACA JUGA: