JAKARTA, GRESNEWS.COM - Upaya penanganan kebakaran hutan dan lahan yang mengakibatkan terjadinya bencana kabut asap yang melingkupi Sumatera dan Kalimantan serta beberapa negara tetangga seperti Malaysia dan Singapura, rupanya belum memuaskan Dewan Perwakilan Rakyat. Salah satu yang jadi sorotan adalah keraguan pemerintah dalam menetapkan bencana asap ini sebagai bencana nasional.

Padahal korban kabut asap sudah berjatuhan dan perlu penanganan serius termasuk meminta bantuan negara sahabat untuk menyelesaikan masalah ini. Beberapa informasi menyebutkan, korban meninggal akibat kabut asap sudah mencapai 8-11 orang. Sementara, puluhan ribu lainnya menderita infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) akibat berbulan-bulan menghirup asap akibat kebakaran hutan.

Selain itu, proses belajar-mengajar di wilayah Sumatera khususnya Sumatera Selatan, Riau dan Jambi serta Kalimantan Tengah juga terganggu akibat pekatnya asap yang bisa membahayakan anak-anak. Aktivitas bisnis seperti penerbangan dan perdagangan pun terganggu akaibat bencana ini.

Sudah begitu, pemerintah juga dinilai tidak memberikan jaminan pemenuhan hak dasar warga negara yang terkena asap. Sekurangnya pemerintah wajib memberikan pelayanan sesuai dengan standar layanan minimun sebagaimana diamanatkan oleh UU No. 24/2007 tentang Penanggulangan Bencana.

Plus, merujuk data Badan Pusat Statistik, angka jumlah penduduk miskin bertambah yang diantaranya disumbang karena bencana asap. Itulah sebabnya DPR meminta pemerintah menetapkan status bencana nasional.

"Pemerintah harus mencurahkan pikirannya, serius menangani bahkan sampai saat ini pemerintah belum sangat serius. Presiden dan menteri-menterinya harus bersatu padu. Menetapkan kabut asap sebagai bencana nasional sehingga penanganan harus secara nasional," kata Wakil Ketua DPR Agus Hermanto, di kompleks gedung MPR/DPR, Jakarta, Kamis (8/10).

Setelah ditetapkan menjadi bencana nasional, maka semua pejabat pusat dan daerah serta masyarakat akan bersatu padu mengatasi kabut asap. "Apabila semua orang berpartisipasi, ini justru akan lebih baik bila semua orang bersatu padu. Angka ISPA sudah sangat tinggi dan sudah mengkhawatirkan," sebutnya.

Sayangnya pemerintah tak juga melakukan itu, meski akhirnya mengizinkan masuknya bantuan asing dalam memadamkan kebakaran hutan dan lahan. Menganggap pemerintah tak maksimal, DPR pun berencana membentuk Panitia Khusus permasalahan asap alias Pansus Asap.

Anggota Komisi X Sutan Adil Hendra, sang pengusul Pansus Asap, menilai, keberadaan pansus diperkukan karena asap akibat kebakaran lahan yang terjadi di beberapa daerah di Indonesia sudah sangat menggangu aktivitas masyarakat di daerah yang terpapar asap.

Politikus yang akrab dipanggil SAH ini pun mengungkapkan rasa prihatinnya atas tebalnya asap ini yang mengakibatkan korban meninggal. Bahkan, asap ini dinilai sudah merusak sendi-sendi kehidupan masyarakat. Aspek sosial dan kesehatan seolah terenggut. Tentunya, hal ini sangat merugikan masyarakat.

"Tidak sedikit yang meninggal akibat asap ini. Catatan kami, sudah 8 orang yang meninggal. Ini menjadi musibah yang besar," tegas SAH dalam interupsi yang dilayangkan saat Paripurna DPR, di Gedung Nusantara II, Selasa (13/10) seperti dikutip dpr.go.id.

Politikus F-Gerindra ini mengungkapkan pengalamannya saat berkunjung di Jambi, yang merupakan daerah pemilihannya, kondisi sekolah sangat memprihatinkan. Penyelenggaraan pendidikan pun tidak dapat berjalan normal lagi.

"Saya tidak bisa membayangkan, kalau masyarakat yang terpapar asap ini, tidak bisa berprestasi pendidikannya. Oleh karena itu, melihat kondisi ini, akan merugikan seluruh masyarakat," ungkap SAH.

SAH menilai, penanganan yang dilakukan Pemerintah belum dilakukan secara baik dan kompak. Ia menegaskan, perlu adanya koordinasi yang kuat di Pemerintah. ia juga mengusulkan, agar bencana asap ini dijadikan bencana nasional.

"Kami mohon kepada Pimpinan dan seluruh Anggota Dewan, mari kita perjuangkan saudara-saudara kita yang menjadi korban asap akibat kebakaran lahan, karena ini masalah kemanusiaan," harap politikus asal dapil Jambi itu.

HORMATI LANGKAH PEMERINTAH - Ketua DPR Setya Novanto memastikan, Pimpinan DPR akan menindaklanjuti usulan pembentukan Pansus Asap ini. Pasalnya, hal ini sudah menyangkut permasalahan lingkungan, dan mengganggu aktifitas masyarakat.

"Masalah asap ini yang tak kunjung selesai, tentu apa yang menjadi usulan-usulan, baik itu dari DPR maupun Pemerintah, itu akan menjadi perhatian kita. Karena ini menyangkut pendidikan, lingkungan, dan termasuk kerusakan infrastruktur, ini tentu akan kita kaji betul. Ini menjadi pertimbangan Pimpinan DPR, untuk kita tindaklanjuti," kata Novanto usai menerima kunjungan Duta Besar Australia untuk Indonesia, Paul Grigson, di ruang kerjanya, Gedung Nusantara III, Selasa (13/10).

Meski begitu, Novanto menyatakan, pihaknya menghormati apa yang telah dilakukan Presiden Joko Widodo yang telah melaksanakan inspeksi langsung daerah yang terpapar akibat kebakaran lahan bersama para menterinya. Sementara dari DPR, Wakil Ketua DPR Fadli Zon juga sudah melihat langsung akibat kebakaran lahan di Kalimantan Tengah dan Selatan.

"Masalah asap ini jika dibiarkan, akan berkepanjangan. Kita harapkan memang ini cepat selesai. Tetapi masalah gambut ini, karena jika hanya disiram, atau water bombing, akan cukup sulit. Memang diharapkan adanya hujan lebat," ujar Novanto.

Politikus F-PG ini juga menyarankan kepada Pemerintah, agar asap akibat kebakaran lahan ini statusnya ditingkatkan menjadi bencana nasional. Walaupun tentu harus memenuhi indikator, diantaranya mengenai jumlah korban dan area cakupannya.

"Terkait korban, yang kita tahu ini sudah ada beberapa korban, khususnya anak-anak. Soal cakupan wilayahnya. Ini sudah melebar ke beberapa daerah, di Sumatera dan Kalimantan. Hal ini juga berdampak juga ke aspek sosial," kata Novanto.

Politikus asal dapil NTT ini juga mengapresiasi bantuan dari negara-negara, baik yang sudah dan akan membantu proses pemadaman kebakaran lahan ini. Novanto juga mengingatkan Pemerintah, untuk saling berkoordinasi, agar permasalahan ini segera selesai.

"Pentingnya koordinasi, karena saat ini banyak bencana lain, sehingga diperlukan koordinator bencana. Koordinator bencana-bencana ini, tentu kita harapkan bisa ditunjuk oleh Presiden. Kita harapkan Pemerintah juga segera menemukan jalan keluar," harap Novanto.

UPAYA PEMERINTAH MAKSIMAL - Sementara itu, dalam kesempatan rapat gabungan dengan DPR RI, Sekretaris Kabinet Pramono Anung mengatakan, pemerintah telah mengambil langkah-langkah maksimal dalam penanggulangan kebakaran hutan dan lahan. "Untuk pemadaman udara terus dakukan dengan kekuatan pesawat hilikopter sebanyak 2 unit dari Singapura," kata Pramono seperti dikutip setkab.go.id, Selasa (13/10).

Selain itu, kata dia, pemerintah juga sudah melakukan berbagai upaya lain seperti, penutupan kanal sebanyak 21 unit di sebagian Siak Kecil oleh BBKSDA Riau dan pembangunan sekat kanal di Riau 45 unit. Kedua, di Provinsi Jambi menyediakan 10 unit pompa dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, pembangunan sekat kanal di 3 lokasi, yaitu Desa Manis Mato, Sei Cemara, dan Betara (saat ini sedang dikerjakan di pematang Taman Kumpeh).

Ketiga, di Provinsi Kalteng berupa pembuatan main drain, coection drain, embung, galian parit embung, pembuatan sodetan bawah jembatan, dan bendungan. Keempat, di Provinsi Kalsel berupa pembanguan sekat kanal di Desa Gundung Payung, Kecamatan Landasan Ulin, normalisasi saluran air dan pembuatan embung di sekitar Bandara Samsudin Noor.

Pramono juga mengatakan, pemerintah telah melakukan modifikasi cuaca dan patroli serta pemadaman darat, yaitu pengerahan pasukan TNI/Polri untuk membantu proses pemadaman dan patroli.

"Selain itu pada masing-masing provinsi juga menurunkan sumber daya lokal yaitu Manggala Agni, TNI/Polri, BPBD, regu pemadam kebakaran kabupaten/kota, masyarakat peduli api, pemadam kebakaran swadaya, pemerintah kabupaten/kota, swasta dan masyarakat," jelas Pramono.

Seskab juga menyampaikan adanya usulan dari Menteri Sosial kepada Menteri Keuangan untuk pemberian bantuan tunai jaminan hidup bagi masyarakat miskin (pemegang kartu keluarga sejahtera/KKS)) dengan total anggaran sebesar Rp1,4 triliun.

Kebutuhan anggaran yang dibutuhkan sebesar Rp10.000/keluarga selama 90 hari dikalikan 1.600.000 keluarga sesuai Permensos 4/2015 tentang bantuan langgsung tunai berupa uang tunai bagi korban bencana.

Presiden Joko Widodo, kata Pramono juga telah melakukan monitoring ke beberapa daerah yang terkena kebakaran hutan dan lahan. Misalnya, pada tanggal 6 September 2015, Jokowi melakukan monitoring ke Sumatera Selatan. Tanggal 23 September 2015 ke Kalimantan Selatan. Tanggal 24 September 2015 ke Kalimantan Tengah, dan tanggal 8 Oktober 2015 monitoring ke Riau dan Sumatera Barat.

Mengenai peningkatan status bencana menjadi bencana nasional, Seskab Pramono Anung mengemukakan, penetapan bencana nasional baru satu kali dikeluarkan yaitu ketika bencana tsunami di Aceh. Meskipun demikian, Seskab meyakinkan meskipun pemerintah belum menetapkan kebakaran hutan dan lahan ini sebagai bencana nasional tetapi tndakan yang dilakukan adalah tindakan nasional.

"Penanganan dalam jangka panjang akan dimasukan dalam mata anggaran utk membiayai dalam penanganan ini," jelas Pramono.

Dalam kesempatan usai melaksanakan rapat gabungan dengan DPR, Pramono Anung juga menjelaskan langkah pemerintah terkait penindakan terhadap perusahaan pelaku pembakaran hutan dan lahan. Pramono Anung mengemukakan, tindakan tegas telah dilakukan kepada 4 perusahaan.

Dari 4 perusahaan itu, 3 perusahaan dicabut izinnya, dan 1 perusahaan dibekukan. "Sanksi kepada perusahaan ini adalah yang secara langsung sudah ada datanya," papar Pramono. (dtc)

BACA JUGA: