JAKARTA, GRESNEWS.COM - Rapat Paripurna DPR memutuskan, draf pembentukan Panitia Khusus Interpelasi Kebakaran Hutan dan Lahan (Pansus Karhutla) yang dibacakan oleh insiator, Wakil Ketua Komisi IV Viva Yoga Mauladi diputuskan untuk dikembalikan. Dengan demikian, pembahasan ditunda, hingga reses berakhir pada 13 November mendatang.

Keputusan itu diambil setelah lobi yang dilakukan di meja sidang oleh perwakilan setiap fraksi. Sebelumnya, suasana sempat memanas dan dihujani interupsi. "Draf maupun dokumentasi dikembalikan ke pihak pengusul dan setelah reses kita bahas lagi," kata Wakil Ketua DPR Taufik Kurniawan (F-PAN) saat memimpin rapat, di Gedung Nusantara II, Jumat (30/10) malam seperti dikutip dpr.go.id.

Sebelumnya, saat membacakan laporannya, Viva menyampaikan, kebakaran hutan dan lahan yang terjadi di Sumatera dan Kalimantan telah menghabiskan 3,4 juta hektare lahan. Sementara, jumlah korban yang terpapar asap akibat kebakaran diperkirakan mencapai 47 juta jiwa. "Kebakaran hutan tak hanya mengganggu kesehatan dan ekonomi, tetapi juga membuat sistem transportasi menjadi tak menentu," jelas Viva.

Adapun tujuan pembentukan pansus itu, lanjut politikus F-PAN itu, yakni untuk mengajukan hak interpelasi kepada pemerintah. Pansus ingin bertanya kepada pemerintah mengapa musibah kebakaran tersebut selalu berulang setiap tahunnya.

Rencana ini sendiri banyak ditentang oleh anggota dewan dari fraksi pengusung pemerintah. Anggota DPR RI Fraksi PDIP Arteria Dahlan mengatakan, tak seharusnya bencana kabut asap ini ditunggangi oleh kepentingan-kepentingan tertentu.

"Saya sepenuhnya prihatin dan berduka teramat karena di lapangan bencana ini memang menimbulkan dampak luar biasa masifnya. Jangan ada yang bermain lah," katanya di Gedung DPR RI, Jumat (30/10).

Arteria mengatakan, sebelumnya tak terdapat pembicaraan soal rencana pembentukan Pansus Kahutla, tetapi dalam tempo teramat singkat, tiba-tiba muncul inisiatif tak hanya sekadar pansus tetapi spesifik menjadi Pansus Interpelas Karhutla. Menurutnya, walaupun mau dipaksakan, rencana pembentukan pansus ini tetap harus melalui mekanisme kelembagaan DPR dan melalui rapat dalam Badan Musyawarah (Bamus).

Apalagi kalau ujungnya mau menggunakan hak anggota dewan, dalam hal ini interpelasi. "Tapi pemerintah tak perlu khawatir dalam interpelasi, DPR hanya gunakan hak bertanya, jadi tinggal jawab saja, selesai," ujarnya.

Secara kelembagaan, Arteria berpendapat, Pansus Interpelasi Karhutla ini harus ditolak, sebab tak memiliki relevansi. Sebelumnya, pemerintah telah berkali-kali melakukan serangkaian rapat baik dengan Komisi II dan Komisi IV, yang melibatkan seluruh Kementerian/Lembaga terkait, bahkan dibawah koordinasi langsung Sekretarian Negara dan Sekretaris Kabinet.

Hasil rapat pun sudah hampir seluruhnya ditindaklanjuti oleh pemerintah, bahkan Inpres tentang penanganan kabut asap sudah diterbitkan pada tanggal 22 Oktober 2015 lalu. Terkait regulasi, DPR pun telah sepakat RUU Penanggulangan Kebakaran Hutan dan Lahan akan menjadi prioritas prolegnas 2016.

"Jadi sudah clear tak perlu dipansuskan. Hal ini tak perlu terjadi seandainya anggota-anggota dalam Komisi II dan IV dapat menginformasikan perkembangan penanganan ini kepada fraksinya masing-masing," ujarmya.

Menurutnya, solisi pemadaman dan penanggulangan pasca bencana sudah dibuat, begitupun dengan payung hukumnya. Kini, saatnya Pemerintah dan DPR bekerja produktif, agar manfaatnya dapat dirasakan rakyat.

BERUJUNG PEMAKZULAN? - Anggota Komisi XI Johnny G Plate, dalam interupsinya mengatakan, usulan pembentukan Pansus Karhutla sebaiknya tak dilanjutkan. Politikus F-Nasdem itu mengingatkan kepada Anggota DPR, agar terjun ke dapil untuk mengecek langsung kondisi masyarakat yang menjadi korban.

Hal senada diungkapkan oleh Anggota Komisi II, Arif Wibowo. Politikus F-PDI Perjuangan itu mengatakan daripada membentuk pansus jauh lebih baik jika masing-masing alat kelengkapan dewan melihat langsung kondisi di lapangan. Ia menganggap, saat ini masih terlalu dini untuk menggunakan hak interpelasi tersebut. "Sebaiknya dalami terlebih dahulu sebab musababnya, dan tangani dengan tepat sehinhha bisa terselesaikan dengan baik," sarannya.

Sikap lebih gamblang disampaikan Fraksi Partai Hanura yang menegaskan tak mendukung Pansus Interpelasi Karhutla lantaran khawatir interpelasi itu bisa perujung upaya pemakzulan Presiden Jokowi. "Kalau Pansus ini diarahkan ke interpelasi, kita menolak," kata Ketua Fraksi Partai Hanura Nurdin Tampubolon, Sabtu (31/10).

Hanura hanya setuju apabila Pansus Karhutla ini diarahkan ke pengawasan kebakaran hutan dan lahan saja. Pansus bisa membahas soal pernaan manusia dalam kebakaran hutan dan lahan, hingga perusahaan-perusahaan nakal.

Itu semua dilakukan demi perbaikan ke depan, bukannya malah berujung pemakzulan. "Umumnya, interpelasi itu bisa ke pemakzulan. Itu bisa ditambah menjadi menggulingkan presiden. Kita nggak mau," kata Nurdin.

Hanura memandang wacana interpelasi dalam rencana pembentukan Pansus Karhutla memang sudah ada sejak sebelum Rapat Paripurna DPR Jumat (30/10) kemarin. Kemudian fraksi-fraksi partai di DPR menanggapinya. Hanura sendiri berkomitmen untuk tak membikin pemerintahan Presiden Jokowi menjadi terguncang. "Kita perlu menjaga stabilitas pemerintahan," tandas Nurdin.

Menurut Undang-undang Nomor 17 Tahun 2014 atau biasa disebut sebagai UU MD3 (MPR, DPR, DPD, DPRD), hak interpelasi diartikan sebagai hak DPR meminta keterangan kepada pemerintah mengenai kebijakan pemerintah yang penting dan strategis serta berdampak luas pada kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Itu diatur pada Pasal 79 Ayat (2) UU MD3.

Pada Pasal 194 UU MD3 Ayat (1), diatur hak interpelasi diusulkan minimal 25 anggota DPR dan lebih daru satu fraksi. Usulan hak interpelasi diterima bila mendapatkan persetujuan dari rapat paripurna DPR yang dihadiri lebih dari setengah jumlah anggota, dan keputusan diambil dengan persetujuan lebih dari setengah anggota yang hadir.

Pada Pasal 79 Ayat (4) huruf b diatur, hak interpelasi bisa diteruskan menjadi hak menyatakan pendapat. Hak menyatakan pendapat itu bisa dilancarkan bila Presiden dan atau Wakil Presiden diduga melakukan pelanggaran hukum, baik berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, dan tindak pidana berat lainnya, maupun perbuatan tercela. Atau juga Presiden dan atau Wapres tak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan atau Wapres.

TAK BAKAL ADA PEMAKZULAN - Terhadap kekhawatiran adanya pemakzulan ini, Ketua Umum PAN Zulkifli Hasan mengatakan tidak perlu dikhawatirkan. Zulkifli tidak menanggap interpelasi itu bisa berpotensi menjadi pemakzulan di kemudian hari. Sebab pembahasannya sendiri di dewan tengah ditunda.

"Sudah ditunda. Jauh lah dari pemakzulan. Sekarang sudah ditunda jadi enggak ada lagi sikap mendukung atau menolak interpelasi. Yang ada Pansus Pelindo sekarang," katanya di Jakarta, Sabtu (31/10).

Toh, api-api kebakaran hutan dan lahan dinilai Zulkifli sudah padam. Maka kini persoalannya menjadi lebih ringan. "Kalau nanti sudah padam buat apa lagi? Kecuali kalau sampai 2016 masih api," tutup Ketua MPR RI ini.

Karena itu PAN mempersilakan anggota DPR untuk membahas masalah ini. "PAN nggak masalah. Silakan. Semalam sudah putus untuk disempurnakan," ujar Zulkifli.

Lewat Pansus ini, beberapa regulasi yang akan ditinjau diantaranya UU Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, UU Nomor 23 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, dan UU Nomor 39 Tahun 2014 tentang Perkebunan.

Terkait masalah ini, politikus PKS Andi Akmal Pasaluddin juga menegaskan kepentingan dari pengajuan hak interpelasi ini. "Kita harus beri kesempatan pada pengusul. Anggota DPR berhak menyampaikan pendapat, 25 orang bisa ajukan hak interpelasi, apalagi sudah 200 orang," kata Andi Akmal.

Dia menganggap pansus ini lebih penting dari Pansus Pelindo. Andi sebagai salau satu pengusul interpelasi menegaskan bahwa pengajuan hak interpelasi ini bukan untuk menyerang siapapun.
"Ini bukan untuk menurunkan siapa-siapa. Tidak usah pikiran negatif," ujar Andi.

Aktivis Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Jambi Boy Jefri mengatakan, jika DPR benar-benar ingin menuntaskan kasus kebakaran hutan dan lahan, sebaiknya pansus yang dibentuk benar-benar menunjukkan keterbukaan  informasi agar data bisa disebar ke publik.

"Yang paling menyebalkan ketika hasil pansus tak jelas, dan ada anggota DPR yang menyatakan jangan melulu menyalahlan sawit karena kita pun butuh mereka," ujarnya kepada gresnews.com, Sabtu (31/10).

Menurutnya, hal tersebut tentu tak sesuai dengan nafas pansus yang dibuat guna menguak titik permasalahan kebakaran. Seharusnya, DPR senada dengan pemerintah yang langsung mereview izin perkebunan, lantaran hal tersebut merupakan akar permasalahan utama. "Pansus ini targetnya apa? Jangan cuma menghabiskan anggaran saja, fokus pada wewenang legislatif," ujarnya.

Sebagai aggota dewan yang memiliki kewenangan legislasi seharusnya DPR lebih fokus guna mengubah atau membuat undang-undang yang dapat mengurangi jumlah bencana kebakaran di Indonesia. "Kampanye itu bukan wilayah mereka, satu lagi, jangan sampai pengubahan UU PPLH malah melonggarkan perusahaan," pungkas Boy.

DPD IKUT BIKIN PANSUS - Selain DPR rencana pembentukan Pansus Karhutla ini juga diinisiasi DPD. Pansus ini bahkan sudah dibentuk sejak Kamis (29/10) kemarin. Pada Jumat (30/10), Pansus Karhutla DPD ini sudah bekerja. Pansus diketuai oleh Parlindungan Purba.

"Pansus Karhutla sudah mulai bekerja. Pansus menggelar rapat perdana dengan agenda mengumpulkan data dan menggali informasi terkait kasus kondisi hutan dan lahan gambut yang ada di Indonesia," tulis DPD dalam keterangannya, Sabtu (31/10).

Pansus mengundang Lektor Kepala Institut Pertanian Bogor, Lailan Syaufina, untuk memaparkan kondisi hutan di Indonesia dan langkah-langkah yang perlu dilakukan untuk menghentikan kabut asap di sejumlah daerah di Indonesia.

Dalam pertemuan tersebut, Lailan menyampaikan Indonesia memiliki luas lahan gambut terbesar keempat sedunia dan 60 persennya saat ini dalam kondisi terbakar. "Kondisi ini sangat memprihatinkan dan faktor pemantik utamanya adalah manusia, diperparah dengan kondisi kemarau panjang," kata Lailan.

Ketua Pansus, Parlindungan Purba, mengatakan ada sejumlah hasil akhir yang diinginkan oleh DPD RI dari pembentukan pansus Karhutla, antara lain melakukan kajian atas faktor-faktor yang menjadi penyebab dan penyulut kebakaran maupun pembakaran di hutan.

"Untuk itu, bagian dari pada menjalankan tugas, kami awali dengan mengundang pakar lingkungan dari IPB, guna mengetahui seberapa parah kondisi hutan dan lahan gambut saat ini serta langkah apa yang harus dilakukan," ujar Parlindungan Purba dalam rapat kerja di Komplek Parlemen, Senayan, kemarin.

Senator asal Sumatera Utara ini mengatakan, Pansus juga akan melihat sejauh mana efektifitas langkah-langkah yang telah dilakukan pemerintah serta kendala yang dihadapinya.

Wakil Ketua Pansus, Wa Ode Hamsinah menilai Pansus perlu melihat keterlibatan perusahaan-perusahaan dalam meminimalisir perambatan bahaya kebakaran hutan. Selain itu, perlu juga dikaji kesungguhan penegak hukum dalam menindak perusahaan-perusahaan yang tidak bertanggung jawab tersebut.

Anggota Pansus, Asmawati, menambahkan hasil kajian Pansus akan menjadi langkah strategis bagi DPD RI untuk  kembali mengajukan RUU Pencegahan Kebakaran Lahan sebagai usul inisiatif yang merupakan keputusan Komite II DPD RI periode lalu.

Pansus merencanakan untuk meminta keterangan dari sejumlah pihak yang terkait dengan bencana asap ini. Diantaranya sejumlah kepala daerah yang terdampak kebakaran hutan dan lahan, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya Bakar dan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Willem Rampangilei. (dtc)

BACA JUGA: