JAKARTA, GRESNEWS.COM - Indonesia masih berada dalam kondisi darurat asap akibat kebakaran hutan dan lahan di Sumatera dan Kalimantan. Pagi ini saja, di kota-kota dengan dampak kabut asap terparah, menunjukkan kondisi udara sudah berada dalam level bahaya.

Di kota Pekanbaru, Riau misalnya, pagi ini, Kamis (17/9) berdasarkan data Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika, kondisi udara masih sangat buruk. Partikel debu berada pada kisaran 300 Particulate Matter (PM--satuan partikel debu di udara) dengan posisi berada pada level "sangat tidak sehat".

Pada data statistik indeks standar pencemaran udara (ISPU), diketahui grafik polusi pada warna merah. Struktur ISPU dimulai pada level "Baik" yang ditandai dengan warna hijau dengan tingkat pm 0-50. Selanjutnya, level "Sedang" dengan warna kuning dengan pm 50-150.

Bila terus memburuk, maka masuk level "Tidak Sehat" dengan indikator warna cokelat dengan pm 150-250. Posisi akan terus berubah bila udara memburuk masuk level "Sangat Tidak Sehat" pada tanda warna merah.

Kondisi serupa juga terjadi di kota Pontianak, Kalimantan Barat dimana indeks pencemaran udara juga memasuki level "Sangat Berbahaya". Jarak pandang di kota Pontianak pagi ini, Kamis (17/9) hanya sejarak 20-50 meter.

Pendeknya jarak pandang akibat pekatnya kabut asap ini membuat kegiatan ekonomi masyarakat terganggu. Di perairan Sungai Kapuas misalnya, kapal motor berhenti beroperasi untuk menghindari kecelakaan di perairan.

Hal yang sama juga terjadi di Bandara Supadio Pontianak, yang nyaris lumpuh total sejak ketebalan kabut asap makin parah. Bandara yang biasa sibuk melayani penerbangan, kini terlihat sepi dan lengang.

Data BMKG menunjukkan, hari ini di Sumatera terpantau 24 titik panas. Kondisi teratas titik panas masih berada di Sumsel dengan jumlah 14 titik panas. Disusul Sumbar, Bengkulu dan Babel masing-masing 3, terakhir Lampung 1 titik panas.

Untuk wilayah Riau nihil titik panas. Walau Riau terdata tak ada lagi sebaran titik panas muncul, namun hingga sekarang asap masih mengepung Pekanbaru. "Untuk sementara wilayah Riau tidak terdeteksi satelit, karena tertutup awan," kata Kepala BMKG Pekanbaru Sugarin, Kamis (17/9).

Menyikapi kondisi ini, Presiden Joko Widodo sendiri telah memerintahkan kepada jajaran pemerintah untuk segera memadamkan api dan menghilangkan asap yang terjadi akibat kebakaran hutan dan lahan.

Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Willem Rampangilei, usai rapat terbatas membahas upaya penanggulangan kebakaran lahan dan hutan di Kantor Presiden, Rabu (16/9) petang, mengatakan, jangka waktu pemadaman api dan penghilangan asap di masing-masing provinsi berbeda sesuai dengan ancaman yang ada.

Untuk Provinsi Riau, kata Willem, ditetapkan waktu penanggulangan selama 14 hari, terhitung mulai hari Kamis (10/9). Sedangkan untuk Provinsi Sumatera Selatan dan Provinsi Jambi diberikan waktu 30 hari.

"Terhitung mulai hari Jumat untuk Sumatera Selatan, sedangkan Jambi terhitung mulai hari Senin. Begitu juga dengan provinsi lainnya di Kalimantan," kata Willlem seperti dikutip setkab.go.id.

TINDAK TEGAS PELAKU PEMBAKARAN HUTAN - Presiden Jokowi juga sudah memerintahkan agar aparat penegak hukum menindak tegas pelaku pembakaran hutan dan lahan. Pihak kepolisian sendiri saat ini telah menangani 148 laporan terkait pembakaran hutan dan lahan, dan telah menetapkan tersangka sebanyak 140, diantaranya 7 korporasi yang sudah ada tersangkanya.

Kapolri Jenderal Badrodin Haiti mengemukakan, secara keseluruhan Polri telah melakukan penyidikan terhadap 27 korporasi terkait kasus kebakaran hutan dan lahan di sejumlah daerah di tanah air. "Tujuh korporasi itu diantaranya tadi pagi juga sudah ada yang ditangkap pelakunya di Riau," kata Badrodin kepada wartawan seusai rapat terbatas mengenai pengendalian dampak bencana asap, di kantor Kepresidenan, Jakarta, Rabu (16/9) petang.

Ketujuh korporasi yang disebut Kapolri sudah dijadikan tersangka terkait kasus pembakaran hutan dan laha itu adalah:

1. PT BMH di Kabupaten OKI, Sumsel, dengan tersangka berinisial nama JLT.
2. PT RPP di Sumsel dengan tersangka berinisial P,
3. PT RPS di Sumsel, dengan tersangka berinisial S,
4. PT LIH di Riau, dengan tersangka berinisial FK,
5. PT GAP di Sampit, Kalteng, dengan tersangka berinisial S,
6. PT MBA di Kapuas, dengan tersangka berinisal GRN,
7. PT ASP di Kalteng, dengan tersangka berinisial WD.

Kapolri menegaskan, ketujuh tersangka itu yang termasuk pelanggaran korporasi, dan masih bisa berkembang. "Bisa nanti dari pemeriksaan-pemeriksaan terhadap tersangka yang sudah ada ini, bisa berkembang terhadap tersangka yang lain," kata Kapolri.

Adapun 20 korporasi yang statusnya masih dilakukan penyidikan, menurut Kapolri, adalah: 1. PT WAJ di OKI, 2. PT KY, 3. PT PSM, 4. PT RHM, 5. PT PH, 6. PT GS, 7. PT RED, 8. PT MHP, 9. PT PN, 10. PT TJ, 11. PT AAM, 12. PT MHP, 13. PT MHP (berbeda tempat), 14. PT SAP, 15. PT WMAI, 16. PT TPR, 17. PT SPM, 18. PT GAL, 19. PT SBN dan 20. PT MSA.

Terhadap perusahaan-perusahaan (korporasi) yang terlibat dalam kasus kebakaran hutan dan lahan itu, menurut Badrodin, dikenakan pasal-pasal yang sesuai dengan Undang-Undang Perkebunan, Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2014. Korporasi tersebut juga akan dijerat dengan Undang-Undang Kehutanan Pasal 78, dan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup itu pada pasal 116.

Menurut Kapolri, perintah Presiden sudah jelas bahwa penegakan hukum harus tegas agar tahun depan tidak terjadi lagi hal-hal seperti itu. "Mudah-mudahan proses penyidikan ini berjalan dengan lancar, tentu saya tadi menyarankan supaya di dalam pemerintah selaku regulator memberikan sanksi tambahan terhadap perusahaan-perusahaan yang tidak beritikad baik ini, dengan memberikan blacklist terhadap perusahaan sehingga ke depan permohonan terhadap perizinan usaha yang sama bisa ditolak," pungkas Kapolri.

SERET AKTOR INTELEKTUAL - Terkait penindakan atas pelaku pembakaran hutan, Jaksa Agung Muhammad Prasetyo menduga masih ada pelaku intelektual atau aktor utama yang harus dibawa ke meja hijau. "Kalau selama ini yang dijerat pelakunya yang di lapangan itu kan yang melakukan saja. Saya berharap, cari pelaku intelektualnya siapa, dugaan kita orang suruhan saja (yang membakar hutan). Kita harus cari siapa di belakang mereka," kata Prasetyo, Kamis (17/9).

Prasetyo mengatakan, Kejaksaan Agung memang tak memiliki wewenang dalam ranah penyidikan. Karena itu , dia berharap penyidik Polri serta PPNS Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan bisa lebih menggali siapa pelaku di belakang kasus pembakaran hutan selama ini.

"Itu yang harus dicari dan didalami, ketika berkas selesai itu tanggung jawab jaksa penuntut umum. Kita akan minta kepada penyidik untuk mendalami itu. Ketika berkas belum lengkap kan kita akan berikan petunjuk seperti apa," ujar Prasetyo.

Sejumlah kasus pembakaran hutan telah diproses sejak zaman pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) yang kini dipegang Jokowi. Titik akhir proses hukum yaitu di Mahkamah Agung (MA) pun telah mengeluarkan sejumlah vonis kasasi.

Sebut saja seperti PT Kallista Alam yang terbukti membakar 1.000 hektare hutan. MA menjatuhkan vonis denda kepada perusahaan tersebut sebesar Rp366 miliar yang termasuk vonis tertinggi untuk pelaku perusakan lingkungan sepanjang sejarah di Indonesia.

Permintaan serupa juga dilontarkan mantan Menteri Kehutanan Zulkifli Hasan yang kini duduk sebagai Ketua MPR. Zulkifli meminta agar para penegak hukum bisa bertindak lebih tegas lagi.

"Itu bukan kebakaran, memang dibakar. Jadi kalau kemarau itu orang berlomba-lomba akan bakar lahan untuk nanti ditanami sawit. Yang bakar itu A, setelah itu yang bakar juga lain (orang). Jadi kalau belum habis akan terus begitu, kecuali tegas. Tangkap, tahan dan hukum berat," kata Zulkifli, Kamis (17/9).

Menurut politisi PAN itu, pemerintah selama ini sudah cukup tegas. Namun belum bisa mendatangkan efek jera karena penegakkan hukumnya sendiri belum maksimal. "Sama kayak zaman saya kan. (Pemerintah) Sudah maksimal kan tentara sampai turun, nanti selesai begitu (bakar lahan) lagi karena tidak ada efek jera. Jadi dihukum dong," terangnya.

"Nanti di pengadilan bebas. Penegak hukum kalau tidak tegas ya akan berulang lagi," lanjut Ketua MPR RI tersebut.

Menyoal kabut asap yang mulai menyebar hingga negara-negara tetangga, seperti Singapura dan Malaysia, Zul menyebut pemerintah harus menjadikannya pelajaran. Bukan hanya pemerintah pusat, tetapi juga pemerintah daerah yang harus berani tegas.

"Kalau orang bakar hutan itu pelanggaran berat. Kalau (perusahaan asing) yang terlibat bakar hutan ambil surat izinnya. Jadi harus ada hukum yang membuat orang takut dan ada efek jera," kata Zulkifli.

"Nggak semua polisi (nggak tegas), ya pemerintah daerahnya, pemerintah kabupatennya, aparatur desanya. Itu kan kadang-kadang yang bagi lahannya kepala desa. Kalau kades kayak gitu penegak hukum harus tindak tegas," pungkasnya.

Dia mengatakan, pembakaran lahan hutan terjadi di Riau lantaran hutan di Sumatera Utara sudah habis untuk ditanami sawit. Sehingga, oknum-oknum itu mencari lahan baru yang bisa dibakar sekalipun itu termasuk sebagai hutan lindung.

PENCABUTAN IZIN - Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Siti Nurbaya mengemukakan, penegakan hukum terhadap pihak-pihak, termasuk perusahaan (korporasi) yang terkait pembakaran hutan di beberapa wilayah di tanah air, dilakukan secara paralel.

"Jadi tadi Pak Kapolri sudah menegaskan yang pidana, di kami ada 14 (empat belas) yang kita sedang proses. Kemudian ada yang perdata juga. Di kami itu yang perdata ada 9 (sembilan) gugatan perdata yang kita persiapkan. Kemudian, satu lagi, langkah administratif," kata Siti, Rabu (16/9) sore seperti dikutip setkab.go.id.

Selain penyelesaian pidana dan perdata, Siti Nurbaya mengemukakan, di dalam Undang-Undang Lingkungan, kemudian diterjemahkan di dalam Peraturan Pemerintah, ada 3 (tiga) macam langkah sanksi administrasi. Pertama, paksaan pemerintah yaitu menghentikan kegiatan. Yang kedua, membekukan izin. Yang ketiga, mencabut izin.

Dalam kesempatan itu Siti Nurbaya mengemukakan, saat ini selain memakai konsep darurat, pihaknya juga menggunakan konsep "siaga darurat", yang sudah diterapkan sejak Februari lalu. "Jadi beberapa daerah sudah bekerja sebetulnya sejak bulan April. Siaga darurat kemudian darurat," ujarnya.

Kemudian untuk instrumen, menurut Siti selain hotspot, kini pihaknya juga menggunakan instrumen ISPU (Indeks Standar Pencemaran Udara). "Ini dari proses yang kami amati selama menangani Riau, itu korelasinya positif. Jadi pada kondisi ISPU di atas 100 itu biasanya terus kita sudah gerah. Kita beritahu di daerah bahwa ini ada problem, anda harus perhatikan," terang Siti.

Siti menjelaskan, penggunaan instrumen ISPU sudah digunakan dalam hubungan dengan BNPB. Ia menjelaskan, dipilihnya ISPU, karena ternyata mengandalkan hotspot itu, itu lebih baik kita cek lagi dengan ISPU.

"Kita tidak bisa lengah, bahkan hitungan hari. Apalagi kalau lihat kemarin di Singapura, kenapa dia tidak bisa komplain sama kita, karena memang ISPU-nya juga turun naik. Jadi artinya apa? Artinya memang kita sedang berusaha, begitu," papar Siti.

Adapun menyangkut damage area-nya atau area yang rusak, menurut Menteri LHK, kalau dilihat dari data di lapangan, dari data di posko di lapangan secara langsung, di Sumatera hanya tercatat 5.492,82 hektare yang rusak, yang terbakar, atau mengalami kebakaran. Sementara di Kalimantan hanya 2.510 hektare.

Tetapi ketika di uji silang dengan foto satelit, kemudian dilakukan pengecekan lapangan, menurut Siti, ternyata memang cukup lumayan berbedanya. Data menunjukkan di Sumatera terdapat 52.985 hektare dan Kalimantan 138.008 hektare. "Jadi dari sini, kemudian dicek di lapangan, diuji dengan ground check ketahuan ini rusak, kemudian kita buat berita acara, lalu hukum administratifnya keluar," terang Siti.

Menteri LHK juga mengemukakan, pihaknya mempertimbangkan untuk melakukan blacklist, sebagaimana saran yang disampaikan Kapolri. "Itu kita mempertimbangkan untuk melakukan blacklist. Artinya, seseorang yang melakukan, menyulitkan, atau melakukan kejahatan itu dia tidak mungkin berusaha lagi di bidang yang sama," pungkas Siti. (dtc)

BACA JUGA: