JAKARTA, GRESNEWS.COM - Upaya Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan jajarannya untuk menanggulangi munculnya kabut asap akibat kebakaran hutan belum membuahkan hasil. Jika sepekan lalu jumlah titik api telah menurun drastis dan tersisa hanya 129 titik api di luasan  1.000 hektar hutan, awal pekan ini jumlah titik api justru meningkat drastis menjadi 1000 hotspot (titik api). Terdiri dari  944 titik api di Sumatera dan 222 titik api terpantau di Kalimantan.

Masih banyaknya hotspot ini mengindikasikan bahwa pembakaran hutan dan lahan masih terus berlangsung.  Bahkan hingga ke kawasan Taman Nasional. "Pemadaman berhasil dilakukan tapi pembakaran juga masih terus dilakukan," kata Kepala Pusat Data Informasi dan Humas Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Sutopo Purwo Nugroho, Minggu (13/9).

Sejak awal munculnya kejadian kebakaran hutan, presiden telah menginstruksikan jajarannya untuk segera mengantisipasi kebakaran hutan  yang mengakibatkan kabut asap. Serta dikeluhkan oleh masyarakat  dan sejumlah negara tetangga, karena mengganggu kesehatan pernafasan dan mengganggu aktivitas pelayaran dan penerbangan.   

"Presiden meminta kalau ada titik api yang kecil, harus segera dipadamkan. Tidak boleh menunggu api membesar yang bisa mengakibatkan bencana," kata Anggota Tim Komunikasi Kepresidenan saat itu Teten Masduki,  Jumat (31/8). Bahkan presiden meminta para pelaku pembakaran lahan atau hutan untuk ditangkap dan diadili, karena 99 persen kasus kebakaran hutan dan lahan merupakan perbuatan manusia. "Presiden tidak ingin mendengar tahun depan ada kebakaran hutan/lahan lagi," tambah Teten.

Menanggapi instruksi presiden ini sejumlah lembaga seperti  Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK), Kementerian ESDM, Kepolisian dan TNI serta para gubernur terutama di lima provinsi yakni Riau, Sumatera Selatan, Jambi, Kalimantan Tengah dan Kalimantan Barat telah sepakat menggelar Operasi Darurat.

"Pemerintah pusat maupun pemerintah daerah baik provinsi maupun kabupaten serta didukung TNI dan Kepolisian telah berkomitmen melaksanakan operasi gabungan penanggulangan kebakaran hutan dan lahan (Karhutla)," tutur Sekjen Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Bambang Hendroyono di gedung Manggala Wanabakti Jakarta, Sabtu (5/9) kala itu.

Operasi Darurat asap itu ditetapkan dengan SK (Surat Keputusan) Menteri LHK. Juga dilakukan pembentukan satuan tugas (Satgas) secara nasional. Para gubernur di lima provinsi itu menjadi penanggung jawab di daerah dalam penanggulangan kebakaran hutan dan lahan.

Mereka telah merancang operasi pemadaman itu dilakukan melalui darat, dengan mengerahkan berbagai peralatan pemadaman api maupun personel dari Manggala Agni (satuan penanggulangan Karhutla Kementerian LHK). Juga dilakukan pemadaman dari udara dengan "water bombing" yang memanfaatkan pesawat TNI.

Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo menyatakan, mendukung dengan Helikopter, dan pesawat CN 295, serta Hercules, Cessna untuk rekayasa cuaca di daerah yang terkena bencana asap. "Selain ada Satgas yang patroli sebagai pemadaman, ada yang melaksanakan penegakan hukum dan kesehatan juga," kata Panglima TNI.

Namun sejumlah upaya itu sepertinya belum mampu menghentikan kebakaran hutan dan kabut asap. Sebab sampai hari ini masyarakat di wilayah Sumatera masih mengeluhkan merebaknya kabut asap yang merepotkan aktivitasnya.

TINDAK TEGAS PEMBAKAR HUTAN - Melihat kondisi ini pun pemerintah mulai keras untuk menindak para pelaku pembakaran hutan dan lahan. Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Siti Nurbaya Bakar mengaku tengah menyiapkan langkah hukum terkait aksi pembakaran hutan. Ia ingin menggugat perusahaan yang diduga sebagai otak pembakaran lahan.

"Sudah dipersiapkan proses hukum acaranya. Kan sudah ada beberapa yang digaris segel oleh Dirjen Penegakan Hukum kami, itu artinya akan diproses," kata Siti, Senin (14/9).

Ia menjelaskan, saat ini tengah menyiapkan rencana gugatan itu, termasuk mempertimbangkan sanksi bagi perusahaan pembakar hutan. Sanksi pencabutan izin usaha bagi perusahaan menjadi salah satu opsi yang dipertimbangkan. "Yang sedang disusun sekarang  proses yang paralel antara proses hukum acara dan sanksi administratif, seperti sanksi pembekuan atau pencabutan izin," jelas Siti.

Sebelumnya dari data BNPB sebanyak 55 orang sudah ditetapkan sebagai tersangka pembakar hutan. Ke-55 orang itu diduga terlibat langsung dalam aktivitas pembakaran hutan. "Polri dan PPNS masih melakukan penegakan hukum. Di Riau 30 orang tersangka, di Jambi 25 orang tersangka," kata Sutopo.

Selain telah menetapkan 55 orang jadi tersangka pembakar hutan, pihak kepolisian dan PPNS Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan juga tengah menyelidiki 26 perusahaan. Ke-26 perusahaan ini diduga memiliki peran dalam proses pembakaran hutan yang mengakibatkan bencana kabut asap.  Sementara Kepolisian disebutkan telah menyelidiki 13 perusahaan dan 55 orang telah diperiksa.  

Tidak terselesaikannya persoalan kabut asap hingga saat ini membuktikan penanganan kabut asap selama ini belum efektif. Selain faktor alam yang memang kritis dan meluasnya kekeringan di sejumlah wilayah.

TELAH DIDUGA PRESIDEN - Gelagat tidak efektifnya kerja pemadaman kebakaran ini, sebenarnya telah dirasakan oleh presiden sebelumnya. Dalam arahanya Presiden sempat mengatakan, begitu banyak organisasi yang terlibat untuk mengatasi kebakaran hutan. Bahkan menurutnya semua organisasi ada, dari Gubernur, Pangdam, TNI, Polda membawahi Polres sampai ke bawah, ditambah dengan Manggala Agni, ada polisi hutan.

Namun, ia  mempertanyakan mengapa organisasi yang besar ini tidak bisa menyelesaikan masalah kebakaran hutan yang sudah terjadi bertahun-tahun. "Ada yang salah tidak? Ada kemauan tidak? Itu saja kuncinya, mau tidak menyelesaikan masalah ini," tuturnya, seperti dilansir setkab.go.id awal Januari lalu.

Presiden  mengaku malu dengan warga dunia lain karena kebakaran hutan terus terjadi di Indonesia, dan terkesan dipelihara. Padahal Indonesia sendiri kesulitan dengan bencana  asap tersebut. Selain persoalan kesehatan juga terganggungnya lalu lintas penerbangan. Namun asap tersebut juga menjalar ke negara tetangga, padahal untuk gas emisi saja menjadi kalkulasi dunia.

"Ada semua catatannya. Waktu di Asian Summit, Apec, G-20 dipaparkan. Kalau setiap tahun saya harus terima malu seperti itu saya tidak mau. Harus ada yang bertanggungjawab. Bekerja itu jelas, ada yang harus bertanggungjawab," tegas Presiden Jokowi kala itu.

Namun ia meyakini semua yang terlibat dalam pencegahan kebakaran hutan sudah tahu jurusnya seperti apa, kungfunya seperti apa.  "Jadi ini hanya masalah kemauan," tukasnya. Hanya  saja, yang menjadi pertanyaan apakah benar kita tak memiliki kemauan,  hingga kasus kebakaran hutan tidak bisa terselesaikan hingga hari ini? (dtc)

BACA JUGA: