JAKARTA, GRESNEWS.COM - Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) Yasonna Hamonangan Laoly yang mengesahkan munas Ancol pimpinan Agung Laksono terus menuai kecaman. Kubu munas Bali yang digawangi Aburizal Bakrie (Ical) menganggap putusan tersebut sarat dengan unsur politis.

Sekjen DPP Partai Golkar kubu Ical, Idrus Marham menilai bahwa putusan tersebut penuh manipulasi. Menkumham Yasonna dianggap menyalahi maksud dari putusan Mahkamah Partai yang menjadi dasar memenangkan Agung Laksono sebagai Ketua Umum Golkar.

"Surat Menkumham yang dikeluarkan kemarin, telah memanipulasi putusan Mahkamah Partai Golkar yang dijadikan dasar dan alas," kata Idrus di Kantor Kemenkumham, Rabu (11/3).

Menurut Idrus, Menkumham mengutip putusan Mahkamah Partai yang seakan-akan mengabulkan kubu Agung Lakosono. Padahal, karena dalam putusan Mahkamah Partai yang tertulis, para anggota memiliki pandapat dan pandangan berbeda sehingga tidak mencapai kesatuan pendapat.

"Disitu hanya dijelaskan pendapat-pendapat yang ada. Dua, profesor Muladi dan Natabaya berpendapat ini proses hukum, sementara Djasrin dan Andi bukan," terangnya.

Kemudian setelah itu, pihaknya juga menggelar rapat di Hotel Sahid dengan Profesor Muladi. Lantas, dari rapat tersebut Muladi pun mengaku tidak pernah memutuskan salah satu pihak sebagai pemenang, baik itu kubu Agung Laksono maupun Aburizal Bakrie.

Sedangkan pendapat yang memenangkan kubu Munas Ancol pimpinan Agung Laksono adalah pendapat pribadi yang disampaikan hakim anggota. Dah hal itu bukan menjadi putusan Mahkamah Partai Golkar seperti yang dikutip oleh Kemenkumham.

"Kalau begitu, yang dijadikan alas atau dasar Menkumham tidak benar," tegasnya.

Idrus meminta Menkumham untuk mengkaji ulang putusan tersebut. Jika tidak, ia mengancam akan melaporkan hal ini ke Bareskrim Polri. Alasannya, Kemenkumham memanipulasi data yang menjadi dasar memutuskan kemenangan kubu Agung Laksono.

"Kalau ada pelanggaran hukum, berarti tindak pidana. Ada juga Pasal 412 KUHP. Kalau ini tidak digubris, akan melaporkan kepolisian, karena ada dugaan pidana," tandasnya.

Dalam Pasal 412 KUHP itu, berbunyi jika salah satu kejahatan yang dirumuskan dua orang atau lebih bersekutu maka pidana akan ditambahkan. Pasal ini juga berkaitan dengan Pasal 406 yaitu barang siapa dengan sengaja melawan hukum menghancurkan, merusak, membikin tak dapat dipakai atau menghilangkan barang sesuatu secara seluruhnya maka diancam pidana paling lama dua tahun penjara.

Idrus tak main-main, mereka langsung melaporkan pemalsuan mandat tersebut ke Bareskrim Mabes Polri.  Ia menyebut Kabareskrim Komjen Budi Waseso merespons cepat laporan yang dilayangkan pihak Ical terkait dugaan pidana pemalsuan mandat di Munas Ancol. Bahkan Bareskrim disebutnya akan membentuk tim khusus untuk menangani laporan itu.

"Beliau siap menindaklanjuti laporan yang disampaikan Golkar dan untuk mempercepat penanganan masalah, Kabareskrim segera membentuk tim khusus menangani masalah ini," kata Idrus di Mabes Polri, Jl Trunojoyo, Jakarta Selatan, Selasa (11/2).

Menurut Idrus, Komjen Budi Waseso berpesan untuk membantu penyidik menyiapkan saksi-saksi dan data sebagai petunjuk di penyidikan. "Beliau minta kesiapan dan keseriusan untuk menyiapkan saksi-saksi dan bukti. Misalnya, Sumenep ketuanya sudah meninggal 2 tahun lalu tapi tanda tangan mandat," kata Idrus.

Idrus melaporkan dugaan pemalsuan 133 dokumen Partai Golkar yang dijadikan mandat untuk mendukung kubu Agung Laksono di Munas Ancol. Mereka yang menjadi terlapor antara lain Yorrys Raweyai dan Zainuddin Amali.

Usai dari Bareskrim, Idrus rencananya menuju ke kantor Kemenkum HAM di Jl HR Rasuna Said, guna menyampaikan surat sebagai respons surat Kemenkum HAM 10 Maret 2015 lalu.

"Kami sudah jawab, dan jawaban surat kami mempertegas bahwa Menkum HAM yang mengutip putusan Majelis Partai secara tidak benar, manipulatif," ujar Idrus.

Namun ketua DPP Golkar Agun Gunanjar meyakini Bareskrim akan menolak laporan itu karena kewenangan terkait dokumen munas sudah ditangani Mahkamah Partai Golkar (MPG). "Fakta dan kesaksian kedua kubu dalam penyelenggaraan Munas sudah diperiksa oleh Mahkamah Partai, yang masing-masing sudah dinilai oleh MPG, yang kesemuanya itu kewenangan MPG," kata Agun Gunanjar dalam pesan singkat, Rabu (11/3).

Agun mengatakan dokumen munas adalah soal hak berpolitik yang diatur oleh aturan internal partai, yaitu AD ART. Soal urusan dokumen ini seharusnya tak ditangani oleh Polri, karena sudah diperiksa oleh Mahkamah Partai. "Saya berpandangan Polri akan mengembalikan atau menolak laporan ini, karena itu ranah Mahkamah Partai," ujar Agun.

Menurutnya hal ini persoalan hak berpolitik, hak berbicara, bersuara, hak pengambilan keputusan yang diatur oleh masing-masing parpol yang pasti berbeda AD/ARTnya. Kepesertaan DPD adalah unsur atau wakil yang dimandatkan tidak selalu ketua atau sekretaris, berbeda dengann DPP-nya, semua pengurusnya adalah peserta, namun suaranya sama dengan DPD yakni satu suara.

"Polri bisa menangani untuk kasus pidana murni seperti pemukulan, pencemaran nama baik, dan sebagainya, tidak masuk ranah hak politik, atau masalah kisruh partai politik soal penerapan hukum organisasi parpol," tegas mantan ketua komisi II DPR itu.

Sebelumnya, kubu Aburizal Bakrie bersama sekitar 100 DPD melaporkan dugaan dokumen palsu dalam surat mandat kepesertaan Munas Ancol. Mereka mengklaim mendapati, surat mandat itu dipalsukan baik dari sisi tandatangan, kop surat dan lainnya. (dtc)

BACA JUGA: