JAKARTA, GRESNEWS. COM - Pertempuran di Partai Golkar belum berakhir kendati Menteri Hukum dan HAM (Menkumham) Yasonna Laoly telah mengeluarkan pengesahan Golkar yang dikomandani Agung Laksono. Kendati telah kalah perang dengan keluarnya SK Kemenkumham, Golkar versi kubu Aburizal Bakrie memberi perlawanan terakhir dengan langsung mendaftarkan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta dan meminta pembatalan atas keputusan Menkumham tersebut.

Kuasa hukum Golkar Munas Bali, Yusril Ihza Mahendra, mengatakan, SK Menkumham bernomor M.HH-01.AH.11.01., bertentangan degan peraturan perundang-undangan yang dan asas umum pemerintahan yang baik. Alasannya, Menkumham, menafsirkan sepihak norma Pasal 32 ayat (5) yang berbunyi "Putusan Mahkamah Partai Politik atau sebutan lain bersifat final dan mengikat secara internal dalam hal perselisihan yang berkenaan dengan kepengurusan".

Jelas ini bertentangan dengan Pasal 33 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2011 tentang Partai Politik (UU Parpol). Pasal 33 ayat (1) menyatakan dalam hal penyelesaian perselisihan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 tidak tercapai, penyelesaian perselisihan dilakukan melalui pengadilan negeri.

Sementara Menkumham dalam suratnya mengatakan Mahkamah Partai Golkar mengabulkan untuk menerima kepengurusan DPP Partai Golkar hasil Munas Ancol secara selektif di bawah kepemimpinan Agung Laksono. Padahal, kata Yusril, Mahkamah Partai Golkar tidak membuat putusan seperti itu.

Harusnya, lanjut Yusril, Menkumham menunggu sampai proses peradilan berakhir dan telah ada putusan inkracht baru dia sahkan. Ia menilai, keputusan Menkumham seperti itu cenderung menggunakan logika politik dari pada logika hukum.

"Karena itu, cukup alasan bagi pengadilan untuk membatalkan keputusan tersebut," kata Yusril dalam keterangannya, Senin (23/3). Selain itu, Yusril berharap pengadilan akan bersikap netral, adil dan tidak memihak dalam memeriksa gugatannya.

"Nuansa politik perkara ini sangat besar, sehingga pengadilan menjadi satu-satunya tempat bersandar bagi pencari keadilan," tegas Yusril.

Karena itu, menurut dia, harus ada pengwas eksternal dari PTUN terhadap keputusan pejabat TUN yang menyalahi hukum, undang-undang dan asas-asa umum pemerintahan yang baik. Dengan berbagai argumentasi yang telah disusun, Yusril merasa yakin akan memenangi proses hukum di pengadilan TUN Jakarta. "Hukum harus mengalahkan kekuasaan" tegas Yusril.

Menanggapi hal itu, Ketua DPP Partai Golkar Bidang Hukum versi Munas Ancol, Lawrence Siburian, sangat menyayangkan langkah yang diambil kubu Ical tersebut. Alasannya, sudah cukup alasan dan tidak terbantahkan bahwa tidak ada alasan membawa sengketa partai politik, dalam hal sengketa kepengurusan dibawa ke ranah pengadilan.

"Dalam penjelasan Pasal 32 itu ditegaskan Putusan Mahkamah Partai Politik khusus dalam kasus sengketa sudah final dan mengikat. Kalau sengketa parpol selain dalam hal kepengurusan memang masih bisa dibawa ke pengadilan," kata Lawrence kepada Gresnews.com, Senin (23/3).

Selanjutnya, ketentuan Pasal 32 ayat (5) yang menyatakan Putusan Mahkamah Partai Politik bersifat final dan mengikat secara internal dalam hal perselisihan yang berkenaan dengan kepengurusan, itulah yang menjadi dasar bagi Kemenkumham menetapkan kubu Agung sebagai kepengurusan yang sah.

"Mahkamah sendiri sudah jelas menyatakan Munas Bali yang sah, jadi apa lagi dasar menyatakan SK Menkumham yang menetapkan kepengurusan kami melanggar peraturan perundang-undangan," tegasnya.

Sebagai perbandingan, sebelumnya majelis hakim PTUN Jakarta mengabulkan gugatan yang diajukan Partai Persatuan Pembangunan (PPP) kubu Djan Faridz dan Suryadharma Ali (SDA) terhadap pengesahan kepengurusan PPP hasil Muktamar VIII di Surabaya oleh Menteri Hukum dan HAM.

Menurut Majelis, tindakan tergugat (Menhumham) dapat dikualifikasi sebagai tindakan sewenang-wenang karena melakukan intervensi kepada internal PPP dan menyalahi peraturan dalam UU Parpol. Konsekuensi yuridis adalah menetapkan putusan hukum itu batal.

Putusan PTUN itu juga menganulir SK yang diterbitkan Menkumham Yasonna Laoly untuk mengesahkan PPP kubu Romahurmuziy sebagai PPP yang sah, dan harus dicabut. "Pengesahan Muktamar Surabaya oleh Menteri Hukum dan HAM tidak berdasar keputusan pengadilan negeri, sehingga tindakan tersebut tidak memiliki kekuatan tetap," kata Ketua Majelis Hakim Teguh Satya Bhakti di PTUN, Jakarta, pada Rabu (25/2) lalu.

Berdasarkan UU Parpol, lanjut Teguh, penyelesaian sengketa parpol harus diselesaikan melalui mahkamah partai dan jika dalam penyelesaian mahkamah gagal, maka penyelesaian ke Pengadilan Negeri.

BACA JUGA: