JAKARTA, GRESNEWS.COM -  Anggota DPR RI periode 2014-2019 mengaku rutin melaporkan Penyerahan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Mereka mengatakan sudah mempunyai mekanisme pelaporan yang berjalan seperti biasa sebagaimana seharusnya.

Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah mengatakan walaupun sudah menyerahkan LHKPN secara rutin ia tak ingin masalah kekayaan terlampau diumbar besar-besaran. "Seolah jika ada seorang pejabat publik memiliki harta sedikit berlebih maka bisa dikategorikan bermasalah," kata Fahri di DPR Senayan, Jakarta, Jumat (7/11).

Padahal, kata dia, wajar saja ada pejabat negara memiliki kekayaan khususnya dari usaha karena tak terdapat aturan di Indonesia seorang pejabat publik harus berhenti menjadi pebisnis. "Saya tidak setuju itu dibuat ribut, memang kenapa jika kaya? Yang penting halal kok," ucapnya.

Fahri pun mengeluarkan wacana untuk membuat undang-undang pemutus akses kekayaan jika seseorang ingin menjadi pejabat publik. Sehingga hal itu memudahkan pendeteksian jika seseorang terkait kasus korupsi selama menjadi pejabat publik.

"Daripada ributin LHKPN mending buat aturan undang-undang pemutus akses kekayaan. Begitu seseorang jadi pejabat publik akses dengan aset kekayaannya harus diputus habis sehingga tidak boleh ada hubungan sama sekali dengan asetnya sendiri. Nah itu belum ada di Indonesia, undang-undang yang mengatur hubungan pejabat dengan bisnis. Saya inginnya begitu jadi pejabat tidak boleh berhubungan dengan aset kekayaan sendiri," ucapnya.

Ucapan Fahri ini menanggapi pernyataan Juru bicara KPK, Johan Budi Sapto Prabowo, Kamis (6/11) kemarin yang mengatakan baru satu anggota DPR yang melaporkan harta kekayaannya yakni politikus Partai Demokrat Syarief Hasan. Sebelumnya, komisi antirasuah ini sudah mengimbau seluruh penyelenggara negara baru maupun incumbent, untuk melaporkan harta kekayaannya dengan tujuan agar publik bisa memantau kekayaan pejabat sebelum dan sesudah menjabat.

KPK juga mengirim surat imbauan ke DPR, DPR Daerah, dan Dewan Perwakilan Daerah, hingga mencapai lebih dari 500 surat. Menurut Johan, lembaganya bersedia membantu para pejabat untuk mengisi formulir laporan harta. "Bahkan, petugas KPK siap mendatangi pejabat yang terlalu sibuk untuk mengurus laporan tersebut. "Kalau diperlukan, staf kami siap," kata Deputi Pencegahan KPK itu. 

BACA JUGA: