JAKARTA, GRESNEWS.COM – Kewajiban melaporkan harta kekayaan tanpa dibarengi sanksi tegas ditengarai menjadi penyebab minimnya kesadaran penyelenggara negara untuk melaporkan harta kekayaannya. Mininmnya kesadaran melaporkan harta kekayaan tersebut ditengarai Pengamat Hukum Tata Negara Universitas Brawijaya Malang, Muhammad Ali Syafaat, karena tidak dibarengi sanksi tegas.
 
"Harusnya ada sanksi administrasi yang lebih tegas, misalnya dikaitkan dengan pembayaran gaji," kata Muhammad kepada Gresnews.com, Jumat (7/11).

Jikapun ada ancaman hukuman, dalam Pasal 20 UU No. 28/1999 tentang Penyelenggara Negara Yang Bersih Dan Bebas Dari Korupsi, Kolusi Dan Nepotisme, hanya disebutkan berupa sanksi administratif.

Ketidakpatuhan penyelenggara negara dalam melaporkan LHKPN ini salah satunya terlihat di lingkungan Mahkamah Agung. Di benteng terakhir keadilan itu, dari 217 pejabat wajib lapor, hanya 30 orang atau 13,82 persen pejabat yang sudah melaporkan kekayaanya ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) hingga September 2014.
 
Bahkan dilingkungan Mahkamah Syariah Provinsi Aceh baru satu yang menyerahkan dari 186 wajib lapor. Di Pengadilan Khusus juga tidak lebih baik, dari 340 wajib lapor hanya 8 orang yang sudah menyamapikan LHKPN-nya.
 
Begitu juga di Pengadilan Militer Tinggi-I, yang menyerahkan baru satu dari 28 wajib lapor. Pengadilan Militer Tinggi-II, baru satu dari 28 wajib lapor. Begitu juga di Pengadilan Militer Tinggi-III, hanya satu dari 28 wajib lapor. Bahkan di Pengadilan Militer Pertama belum ada yang melaporkan dari tiga wajib lapor.
 
Minimnya kesadaran melaporkan harta kekayaan pejabat egara juga terjadi di pengadilan tinggi lainnya. Seperti Pengadilan Tinggi Banten, dari 102 wajib lapor baru 11 yang  melaporkan harta kekayaanya. Di Pengadilan Tinggi Bengkulu, hanya 4 dari 88 wajib lapor yang sudah menyerahkan.
 
Di Pengadilan Tinggi Yogyakarta, bari 13 dari 105 wajib lapor yang sudah menyerahkan. Sementara di Pengadilan Tinggi Jakarta, hanya 16 yang menyerahkan laporan harta kekayaannya dari 261 pejabat wajib lapor.
 
Total rekapitulasi yang sudah menyampaikan LHKPN di lingkungan MA kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) per 26 September adalah 783 dari 10.714 wajib lapor atau 7,31 persen.
 
Pendapat senada juga disampaikan Koordinator Investigasi dan Advokasi Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA) Uchok Sky Khadafi.
 
"Walaupun melaporkan harta kekayaan sebagai suatu kewajiban, tapi tidak ada sanksi tegas menyebabkan penyelenggara negara masih abai," kata Uchok kepada Gresnews.com, Jumat (7/11).
 
Menurut Uchok, minimnya kesadaran menyerahkan harta kekayanan tersebut menandakan kesadaran hukum dikalangan pejabat negara masih sangat rendah. Harusnya, kata dia, dengan kesadaran hukum yang tinggi dan niat baik, penyelenggara negara mestinya secara bijak menyerahkan LHKPN-nya tanpa dilatarbelakangi karena sanksi tegas.
 
"Minimnya kesadaran menyerahkan LHKPN ini bisa jadi banyak kejahatan yang akan disembunyikan dari asal usul harta kekayaan mereka," tegasnya.
 
Seperti diketahui, Kewajiban penyelenggara negara untuk melaporkan harta kekayaan diatur dalam UU LHKPN dan UU No.30/2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pindana Korupsi (KPTPK).
 
Berdasarkan ketentuan tersebut, para penyelenggara negara berkewajiban: Pertama, bersedia diperiksa kekayaannya sebelum, selama dan sesudah menjabat. Kedua, melaporkan harta kekayaannya pada saat pertama kali menjabat, mutasi, promosi dan pensiun. Ketiga, mengumumkan harta kekayaannya.
 
Para penyelenggara negara yang diwajibkan menyampaikan LHKPN sebagaimana diatur dalam Pasal 2 UU LHKPN itu adalah: Pejabat negara pada lembaga tertinggi negara, pejabat negara pada lembaga tinggi negara, menteri, gubernur, hakim, dan pejabat negara yang lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
 
Kemudian, pejabat lain yang memiliki fungsi strategis dalam kaitannya dengan penyelenggaraan negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Termasuk dalam golongan ini adalah direksi, komisaris dan pejabat struktural lainnya ssemisal pejabat BUMN dan BUMD, Pimpinan BI, Pimpinan Perguruan Tinggi Negeri, Pejabat Eselon I.

Selain itu pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia, Jaksa, Penyidik, Panitera Pengadilan dan Pemimpin serta Bendaharawa Proyek pemerintah juga wajib melaporkan kekayaannya.
 
Selain itu, dalam Surat Edaran Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara (MenPAN) Nomor SE/03/M.PAN/01/2005 tentang LHKPN, pejabat eselon II kepala kantor di lingkungan Kemenkeu, pemeriksa di Bea dan Cukai, pemeriksa pajak, auditor, pejabat yang mengeluarkan perizinan, dan pejabat pembuat regulasi juga wajib melaporkan kekayaannya.

BACA JUGA: