JAKARTA, GRESNEWS.COM - Kekalahan  Koalisi Indonesia Hebat (KIH) merebut kursi pimpinan Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) mengundang pertanyaan besar. Pasalnya suara PPP dan DPD sebelumnya bulat mendukung KIH yang dikomandoi PDI Perjuangan.

Pengamat Politik Arbi Sanit menilai kekalahan KIH disebabkan oleh kesalahan mereka mengambil paket untuk diajukan. Paket KIH berisi orang-orang yang tidak mempunyai magnet untuk dipilih melalui voting. Apalagi diketahui suara DPD juga merupakan suara orang-orang partai yang kemungkinan mendukung KMP.

Jika melihat dari hasil pemetaan suara MPR bulan memberikan suara. Dari 678 orang dengan komposisi 106 orang dari PDIP, 87 orang dari Golkar, 73 orang dari Gerindra, 58 Orang dari Demokrat, 48 orang dari PAN, 47 orang dari PKB, 40 orang dari PKS, 38 orang dari PPP, 36 orang  dari NasDem, 16 orang dari Hanura serat 129 orang dari DPD seluruhnya melakukan pemilihan.

Jika suara KIH digabungkan dengan suara DPD tentu akan mencapai 372 mengungguli KMP yang hanya mengantongi 306 suara. Ataupun jika dikurangi para anggota DPD yang tidak ikut memilih Oesman Sapta pada voting calon pimpinam MPR suara KIH masih mencapai 310 suara. Namun, kenyataan berkata lain.

“Sebenarnya kunci ada di DPD, namun ketika melihat KMP bertahan tidak memberikan tempat ke PPP sudah merupakan prediksi mereka yakin telah berhitung sangat detail berapa orang dari DPD yang akan masuk ke KMP,” ujar Medrial Alamsyah, Pengamat Politik SIGI kepada Gresnews.com, Rabu, (8/10).

Ia yakin lobi politik yang dilakukan KMP berjalan apik karena mereka rela untuk melepaskan suara PPP yang berjumlah 38 orang. Di sisi lain, KIH pun masih saja kaku melakukan lobi politik ke beberapa partai, hal itu juga diprediksi menjadi sebab kekalahan kembali koalisi partai banteng. Namun, dari hasil kemenangan KMP di tingkat DPR dan MPR, Medrial menilai terdapat sisi positif yang bisa dipetik.

“Nantinya sisi fungsi parlemen yang dikuasai KMP akan mengontrol pemerintahan eksekutif yang dimenangi KIH, semoga saja bisa seimbang,” ujarnya. Kunci keseimbangan dari fungsi kontrol tersebut lagi-lagi menurutnya berada di KIH, jika kemampuan lobi dan pengelolaan konflik partai-partai KIH dapat dikelola dengan baik tentu tidak akan terjadi hal-hal buruk yang ditakutkan seperti mendapat banyak batu sandungan dalam pemerintahan Jokowi-Jk.

Namun  sistem demokrasi tidak hanya dilihat dari parlemen dan eksekutif saja melainkan ada unsur rakyat dan juga media. Sehingga kelompok mayoritas juga mendapat kontrol ketat dan tak bisa melakukan tindakan semena-mena. Tapi, jika ke depannya yang diperlihatkan masih tentang permusuhan tajam KIH dan KMP besar kemungkinan pemerintahan Jokowi-Jk akan mengalami jegalan terus menerus.

BACA JUGA: