JAKARTA, GRESNEWS.COM - Pengamat Hukum Tata Negara Margarito Kamis menyatakan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (Perppu) terkait pemilihan kepala daerah yang diterbitkan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono harus diuji dengan sejumlah kriteria konstitusional. Hal ini menjadi dasar bagi Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) untuk memutuskan, apakah Perpu yang dikeluarkan Presiden itu harus ditolak atau diterima.

Kriteria itu antara lain, apakah saat ini ada keadaan yang memaksa? Bila ada apakah kegentingan tidak memungkinkan presiden menangani dengan undang-undang baru yang pembentukannya melalui prosedur biasa? Selanjutnya, bila ada kegentingan, apakah kegenting itu bisa menimbulkan terjadinya keadaan kekosongan hukum?

"Saya berpendapat semua keadaan itu tidak ada saat ini, sehingga tidak ada alasan menerbitkan Perppu," kata Margarito kepada Gresnews.com, Jumat (3/10).

Dengan kondisi tersebut, ia berpendapat, secara konstitusional DPR harusnya menolak Perppu tersebut. Penolakan ini semata mata hanya disebabkan Perppu tidak memenuhi alasan hukum, bukan soal komposisi keanggotaan DPR yang didominasi Koalisi Merah Putih (KMP). "Selain itu, dilihat dari sudut tata negara, Presiden tidak bisa mengirimkan Perppu ke DPR saat ini," ujar Margarito.

Menurutnya, Perpu hanya bisa dikirimkan atau diajukan ke Dewan Perwakilan Rakyat pada sidang berikutnya, yakni setelah DPR yang baru dilantik pada Rabu (1/10)  melakukan reses. "Jadi salah bila saat ini presiden mengirimkan Perppu ke DPR," jelas Margarito.

Seperti diketahui, Presiden SBY telah menandatangani Undang-Undang Pemilihan Kepala Daerah yang baru disahkan oleh Dewan Perwakilan Rakyat pada Jumat (26/9) dini hari lalu. Saat bersamaan, SBY juga menandatanagani dua peraturan pemerintah pengganti undang-undang (Perppu) terkait pelaksanaan pemilihan kepala daerah.

Perppu pertama adalah Perppu Nomor 1 tahun 2014 tentang Perubahan Pemilihan Kepala Daerah, yang menganulir pasal pemilihan kepala daerah melalui Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) menjadi langsung. Sementara dalam Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 tentang Undang Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah yang isinya menghapus kewenangan DPRD untuk melaksanakan pemilihan kepala daerah.

Sebelumnya presiden Susilo Bambang Yudhoyono menyampaikan dasar alasan di keluarkannya Perppu, karena adanya kegentingan yang memaksa. Kegentingan itu karena adanya desakan yang kuat dari masyarakat untuk menolak pilkada melalui DPRD. "Saya mendengar dengan seksama aspirasi rakyat yang sangat kuat untuk menolak pilkada tidak langsung. Padahal saya berpandangan, setiap rancangan undang-undang yang disusun haruslah mendapat dukungan masyarakat," katanya.

Oleh karena itu penolakan yang meluas yang ditunjukan sebagain besar masyarakat menurutnya, harus disikapi dengan tindakan cepat. Sebab bila penolakan yang kuat terhadap UU tersebut dibiarkan implementari dari peraturan tersebut akan menghadapi kendala. Selain alasan itu,  SBY juga mengungkapkan alasan kegentingan memaksa lainnya atas penerbitan Perppu tersebut adanya masalah keabsahan  dam pengambilan keputusan UU Pilkada. Serta kegentingan memaksa terkait jadwal 204 pemilihan kepala daerah tahun 2015 yang mendesak.  

Menurut SBY, penerbitan Perppu tersebut berpedoman pada 10 usulan perbaikan yang diajukan Partai Demokrat yang sempat ditolak di DPR, pekan lalu. "Saya tandatangani sebagai bentuk nyata mendukung penuh pilkada langsung dengan perbaikan-perbaikan  mendasar," kata SBY kepada wartawan di Istana Negara, Jakarta, Kamis (2/10).

BACA JUGA: