JAKARTA, GRESNEWS.COM - Sejumlah pihak menyayangkan dihapusnya poin uji publik dalam tahapan pilkada. Pendapat DPR yang menganggap tahapan uji publik tidak efektif dan terkesan hanya formalitas, sehingga dihapus dalam tahapan pilkada dinilai tidak tepat. Pasalnya, uji publik yang dikembalikan ke dalam mekanisme internal partai tidak akan menjamin transparansi keterpilihan calon kepala daerah.

Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini mengatakan uji publik sebenarnya merupakan hal yang positif. Sebab uji publik memberikan ruang untuk ada dialog dan komunikasi antara pemilih dengan bakal calon sebelum secara resmi dicalonkan partai atau gabungan partai.

"Kalau DPR menghilangkannya menjadi melalui proses internal partai, pelaksanaannya jadi tidak terukur. Tidak bisa ada ukuran dari publik karena pelaksanaannya terlalu bebas," ujar Titi pada Gresnews.com, Kamis (19/2).

Menurut Titi dengan uji publik, pemilih tidak serta merta langsung dihadapkan pada calon-calon yang tidak dikenalnya. Maka dengan dihapuskannya uji publik, pelaksanaan pengenalan calon akan sangat bergantung pada itikad baik masing-masing partai.

Ia menambahkan penilaian bahwa uji publik hanya sekedar formalitas dan tidak efektif seharusnya tidak menjadi alasan DPR menghapusnya. DPR justru harus memperbaiki mekanismenya agar uji publik memiliki manfaat.

Terkait hal ini, anggota Komisi II DPR Fraksi Gerindra Ahmad Riza Patria mengatakan semangat DPR sesuai undang-undang menekankan bahwa uji publik pasangan calon merupakan otoritas partai politik. Kalaupun dilaksanakan juga tidak dapat menggugurkan atau meloloskan bakal calon. Lagipula mekanismenya lebih bersifat seperti seminar dengan output hanya sertifikat.

"Apalagi uji publik memakan waktu yang lama. Padahal semangatnya efisien dan efektif. Kami merasa tidak pas," ujar Riza pada Gresnews.com, Kamis (19/2).

Selanjutnya, dengan dihapusnya uji publik bukan berarti tidak bisa dilaksanakan. Ia menghimbau agar partai politik mau melakukan transparansi dalam seleksi pencalonan kepala daerah. Misalnya seleksi bakal calon bisa melibatkan masyarakat, media, atau lembaga swadaya masyarakat. Sehingga sebenarnya kesempatan untuk berinteraksi dengan calon kepala daerah akan lebih bebas dan tidak terikat mekanisme uji publik.

Sebelumnya, DPR telah merevisi Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Pilkada Langsung. Salah satu poin yang dihapus dalam revisi yaitu soal uji publik. Proses penghapusan uji publik juga sempat ditolak oleh Partai Demokrat yang menjadi fraksi pendukung mantan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). SBY pula yang mengeluarkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang Nomor 1 tahun 2014 tentang Pilkada Langsung yang akhirnya direvisi DPR.

BACA JUGA: