JAKARTA,GRESNEWS.COM - Ketua Dewan Pembina Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono berkali-kali menyatakan kekecewaannya atas sikap kader partainya yang melakukan aksi walk out ketika sidang paripurna dalam pengesahan RUU Pilkada Jumat (26/6). Entah yang disampaikan Presiden SBY itu sekadar basa-basi atau sungguh-sungguh lantaran hingga saat ini belum ada tindakan nyata dari SBY. Padahal banyak yang dapat dilakukan SBY, dari memberi sanksi tegas pada kader Demokrat yang mbalelo hingga menerbitkan peraturan pengganti undang-undang (Perpu) pemilihan kepala daerah (Pilkada).

Pegiat antikorupsi dari ICW Emerson Yuntho menyarankan bila SBY serius menolak RUU Pilkada satu-satunya cari dengan menerbitkan Perpu. "SBY bisa buat Perpu untuk Pilkada lantaran itu kewenangannya," kata Emerson Yuntho yang akrab dipanggil Eson, Senin (29/9).

Perpu merupakan kewenangan penuh Presiden SBY, sesuai padal 22 ayat (1) UUD 1945, ´Dalam hal ihwal kegentingan yang memaksa, Presiden berhak menetapkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang,". Tak hanya itu saja, soal Perpu ini, juga diatur dalam Pasal 1 angka 4 Undang-Undang No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan, ´Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang adalah Peraturan Perundang-Undangan yang ditetapkan oleh Presiden dalam hal ihwal kegentingan yang memaksa,".

Soal kegentingan yang memaksa, dinilainya hal ini sudah dalam taraf genting. Apalagi Presiden SBY dalam pidatonya menyebut pengesahan RUU Pilkada oleh DPR merupakan kemunduran demokrasi. Dengan disahkannya RUU Pilkada, maka kepala daerah baik walikota, bupati, atau gubernur akan dipilih DPRD.

"Demokrasi yang terancam harus dimaknai sebagai kegentingan yang memaksa. Presiden memiliki kekuasaan penuh untuk membuat Perpu," tutur Emerson.

Tokoh lintas agama Romo Benny Susetyo juga menantang SBY bertindak bukan sekadar menyatakan prihatin dan kecewa.  "Kalau SBY serius, dia harus pecat anggota demokrat yang walk out, yang enggak walk out enggak usah. Biar terlihat dia serius kalau itu bukan perintahnya langsung," kata Benny  dalam diskusi Gerakan Dekrit Rakyat Indonesia Menolak UU Pilkada Pengkhianat Demokrasi di Cikini, Jakarta Pusat, Minggu (28/9).

Ia mengatakan, sebelum diselenggarakannya rapat paripurna, SBY selalu menyatakan dukungannya terhadap Pilkada langsung. Tetapi, kenyataannya justru berbanding terbalik dengan yang terjadi ketika rapat paripurna kemarin. Aksi walk out menurut Benny, merupakan sandiwara semata karena pada dasarnya Demokrat memang tidak mendukung Pilkada langsung.

Agar tidak terjadi lagi kebohongan terhadap masyarakat, SBY harus membuktikannya dengan melakukan tindakan tegas kepada kader-kadernya. Sehingga, masyarakat percaya kalau instruksi tersebut bukan atas permintaan SBY. Apalagi, ketika itu para kader Demokrat menyatakan SBY  juga mengetahui terjadinya walk out.

"SBY harusnya memberi contoh. Sekarang keseriusannya diuji, dia berani enggak pecat seluruh anggota demokrat yang walk out, kalau enggak berani ya sandiwara," tandasnya.

Sebelumnya Partai Demokrat memilih untuk keluar saat paripurna RUU Pilkada. Demokrat beralasan 10 syarat yang diusulkan ditolah oleh tim Panja RUU Pilkada. Wakil Ketua Partai Demokrat Max Sopacua mengungkapkan dengan jumlah anggota terbesar di DPR yakni 148 anggota dari 560 anggota DPR. Demokrat memiliki hak untuk meminta opsi ketiga yakni Pilkada langsung dengan 10 syarat yang harus diakomodir.

"Tapi peraturan dan lain-lain yang diajukan partai lain menutupi jalan itu sehingga kita terpaksa walk out," ujar Max.

Aksi walk out Fraksi Demokrat ternyata mengecewakan SBY. Politisi Demokrat lainnya Ruhut Sitompul mengaku kaget mengetahui hal tersebut. "Kalau SBY kecewa, itu aku enggak tahu, karena saya tanya Pak Max sudah beri kabar SBY," ujar Ruhut di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Jumat (26/9). (dtc)

BACA JUGA: