JAKARTA, GRESNEWS.COM - Usulan Komisi Pemberantasan Korupsi kepada Komisi Pemilihan Umum dan Bawaslu agar menunda pelantikan sejumlah anggota DPR terpilih 2014-2019 yang terjerat tindak pidana korupsi tidak bisa serta merta dikabulkan. Sebab usul tersebut menjadi pelik karena belum ada payung hukum yang mengatur persoalan tersebut.  

Menanggapi permasalahan itu pengamat hukum dari Universitas Islam Negeri (UIN) Jakarta, Andi Syafrani mengatakan memang belum ada aturan yang secara khusus  menetapkan tersangka yang terkena perkara pidana agar ditunda atau dibatalkan pelantikannya sebagai anggota DPR. Ia menilai usulan KPK yang meminta KPU untuk menunda pelantikan jika sebagai bentuk langkah antisipatif merupakan hal baik.

Namun  menurutnya,  karena pelantikan anggota DPR yang tersangkut korupsi menyangkut kepastian hukum, KPU perlu mempersiapkan aturan teknis mengenai hal ini. Ia mencontohkan bisa saja KPU membuat MoU dengan KPK. “Agar ke depan jangan lagi terjadi hal seperti ini,” katanya pada Gresnews.com, Senin (22/9).

Sementara pengamat hukum, Refly Harun menilai persoalan pelantikan anggota DPR yang terjerat korupsi merupakan perkara yang susah sekaligus mudah. Ia mengandaikan jika pelantikannya ditunda maka kursi anggota legislatif akan dibiarkan kosong sampai status hukumnya jelas.

Pergantian anggota DPR dalam Undang-undang, menurut Refly,  hanya dikenal dua hal  yaitu pergantian calon terpilih dan pergantian antar waktu. Ia menjelaskan pergantian calon terpilih bisa dilakukan jika yang bersangkutan mengundurkan diri, ada putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap, tidak memenuhi syarat, atau diberhentikan partai politik. Sementara ia mengatakan pergantian antar waktu bisa dilakukan dengan melantik yang bersangkutan lalu baru menggantinya.

Refly mengatakan kalaupun ingin ada penundaan pelantikan, hal itu jangan dibebankan pada KPU. Ia menilai KPU hanya berkewenangan menyampaikan hasil pemilu. Di sisi lain, kewenangan menunda pelantikan juga tidak bisa diberikan kepada presiden karena hanya ditugaskan Undang-undang untuk membuat keputusan presiden atas nama-nama yang diajukan KPU. “Presiden tidak punya power menerima atau menolak pelantikan anggota DPR. Kalau KPU yang menunda, mereka akan rawan dikritik,” katanya pada Gresnews.com, Senin (22/9).

Lebih lanjut, ia mengatakan ada sejumlah solusi terkait masalah ini. Pertama,  anggota legislatif bersangkutan diminta untuk mengundurkan diri. Kedua, yang bersangkutan harus dipecat dari partai politik. Tapi, opsi ini menurutnya bisa dinilai terlalu kejam karena yang bersangkutan belum terbukti secara hukum melakukan tindak korupsi. “Orang diberhentikan partai sementara dia belum tentu terbukti, maka dia mendapat hukuman dua kali,” ujarnya.

Opsi selanjutnya, pelantikan anggota legislatif yang terjerat korupsi harus dibebankan pada partai politik. Maksudnya, partai politik harus membuat terobosan hukum karena hukum yang mengatur hal tersebut memang belum ada. Ia menjelaskan terobosan hukum yang bisa dilakukan partai politik yaitu mengganti kadernya sebelum dilantik dengan mekanisme yang dibuat partai politik itu sendiri.  

Ia menambahkan opsi lainnya membiarkan yang bersangkutan tidak dilantik sampai ada kejelasan hukum dari pengadilan untuk memutus perkara. Untuk poin ini menurutnya, partai politik akan mendapatkan kerugian karena tidak punya perwakilan dan merugikan konstituen di daerah pemilihannya. “Untuk itu partai politik bisa menggunakan opsi mengganti kadernya sebelum dilantik melalui terobosan hukum,” katanya.

Opsi terakhir, membiarkan yang bersangkutan tetap dilantik. Menurutnya, jika yang bersangkutan tetap dilantik nantinya akan muncul konsekuensi pergantian antar waktu. Setelah ada kepastian hukum yang bersangkutan baru diganti. “Hal ini menjadi pelik, antara kepastian hukum, keadilan, dan kepantasan,” tuturnya.

Menurutnya sangat aneh kalau ada anggota DPR diambil sumpahnya untuk taat pada hukum sementara dia berstatus sebagai tersangka. Sementara kalau yang bersangkutan dilantik kursi akan kosong hingga status yang bersangkutan jelas. Ia pun menyimpulkan solusi yang terbaik dicari terobosan hukum dimana partai politik langsung mengajukan pergantian calon legislatif. “Partai politik harus menunjukkan sikap pro pemberantasan korupsi,” ujarnya.

Sebelumnya, KPK menyurati KPU dan Bawaslu agar menunda pelantikan anggota DPR yang terjerat tindak pidana korupsi. Wakil ketua KPK, Bambang Widjojanto mengatakan pihak yang sudah ditetapkan tersangka oleh KPK bisa dipastikan menjadi terdakwa dalam kasus yang bersangkutan. “Hal itu berarti para tersangka (anggota DPR) akan melanggar sumpah yang diucapkan sendiri,” katanya.

BACA JUGA: